Sementara itu, Soekono bersyukur hingga saat ini usaha batiknya masih bisa berjalan. Ia teringat satu-satunya semangat ia dalam menjalani usaha tersebut adalah tidak ingin batik Trenggalek mati.
Baca juga: Peragaan Batik Merah Putih, Cara Kreatif Remaja Kediri Tumbuhkan Semangat Nasionalisme
"Awal dulu tahun 1960 an saya juga belajar membatik sedikit demi sedikit. Setelah bisa saya jualan di Pasar Pon, awal dulu merintis juga sulit, tersendat-sendat tapi berkat kegigihan kami Alhamdulillah berjalan dan berkembang sampai sekarang," terangnya.
Ia juga teringat pada medio tahun 1980 an, antusias masyarakat untuk mengenakan batik sempat turun drastis, terutama di kalangan anak-anak muda.
Saat itu, ia dan perajin batik lainnya berlomba untuk membuat motif yang dirasa bisa menarik kembali minat anak muda.
"Makanya sampai sekarang untuk generasi muda ada motif sendiri, tapi tetap kita sertakan motif tradisionalnya agar terjaga," jelas Soekono.