Sementara itu, seorang sekuriti perumahan Suatman mengatakan, keduanya cenderung memiliki sikap pendiam.
Bahkan hampir tidak pernah bersosialisasi dengan warga sekitar atau para tetangga di sisi kanan kiri atau depan rumah.
Aktivitas keduanya yang diketahui oleh warga permukiman sekitar rumah, saat keduanya bergantian berjalan kaki keluar rumah untuk berbelanja kebutuhan bahan pokok di sebuah minimarket.
Biasanya kalau berpapasan dengan warga yang lain, mereka menyapa sekadarnya, lalu kembali berjalan melenggang pergi melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.
"Ya kalau sudah masuk ya di dalam terus. Enggak pernah keluar. Kalau kegiatan warga, jarang. Gak ada. Gak pernah keluar. Tapi kalau ada tagihan iuran keamanan, beliau balik. Apapun peraturan di sini selalu ikut," ungkap kakek tiga cucu itu, saat ditemui TribunJatim.com disela bertugas dekat lokasi.
Baca juga: BREAKING NEWS - Kebakaran Rumah di Surabaya, Dua Lansia Kakak Beradik Tewas Terpanggang
Ia tak menampik, kedua korban itu hampir tidak pernah mengikuti kegiatan sosial lingkungan permukiman tersebut.
Namun, anehnya, mereka selalu rajin untuk membayar iuran keamanan, kebersihan, atau kegiatan sosial warga secara tepat waktu, bahkan tak segan memberikan dalam jumlah berlebih.
"Kalau kegiatan warga, jarang. Gak ada. Gak pernah keluar. Tapi kalau ada tagihan iuran keamanan, beliau balik. Apapun peraturan di sini selalu ikut. Kalau iuran tetap memberi, baik juga. Tiap bulan Rp300 ribu. Iya secara lingkungan sosial keorganisasian, tetap berpartisipasi," ungkapnya.
Mengenai asal muasal uang yang selama ini digunakan oleh kedua kakak adik tersebut memenuhi kebutuhan hidupnya. Termasuk untuk membayar iuran bulanan dalam jumlah nominal lebih.
Suatman mengaku, tak mengetahuinya. Apalagi dirinya juga tak mengetahui pekerjaan kedua orang korban selama tinggal di rumah tersebut dengan cara tertutup.
Ia menduga, selama ini, kedua kakak adik tersebut hidup mengandalkan uang tabungan pemberian orangtuanya yang telah meninggal sejak beberapa tahun lalu.
Sehingga, untuk sekarang hidup sederhana dengan membeli makan minum untuk memenuhi kebutuhan pokok, dan tak terlalu dibebani oleh tagihan kebutuhan sekunder dan tersier lainny, dirasa Suatman, tak mustahil.
"Enggak tahu dari mana. Tapi masih bisa makan setiap hari, bisa bayar iuran tiap bulan. Mungkin waktu meninggal ayahnya itu, masih punya tabungan banyak. Mungkin punya simpan, mungkin. Bisa belanja. (Sangat mungkin untuk hidup sederhana) iya betul," katanya.
4. Suami Kena Tilang di Jembatan Suramadu Istri di Madura Ngomel, Padahal Sudah Baca Sholawat
Puluhan pengendara sepeda motor dari arah Surabaya terjaring razia personel Satlantas Polres Bangkalan di pintu keluar Jembatan Suramadu sisi Madura, Selasa (14/11/2023).
Polisi memberikan tindakan tegas berupa sanksi tilang karena para pemotor itu masuk di jalur roda empat yang bukan peruntukannya.
Di tengah menunggu suaminya mendapatkan surat tilang, seorang perempuan menggunakan Bahasa Madura mengungkapkan, keputusan melintasi jalur mobil karena hanya ingin lekas sampai di rumah.
“Le ben areh ongge-toron Pak, mon malam e jebeh mon siang bedeh e medureh. Nyareh pesse gebey sangonah nak kanak, male leggis (Sudah tidak hari Bangkalan-Surabaya, kalau malam di Surabaya kalau siang di Madura. Cari uang untuk uang saku anak-anak,” ungkap perempuan asal Desa Tambin, Kecamatan Tragah itu.
Gelar razia yang yang dipimpin langsung Kasat Lantas Polres Bangkalan, AKP Grandika Indera Waspada itu sebagai respon atas beredarnya video-video terkait banyak pemotor melintasi jalur mobil di Jembatan Suramadu.
“Mangkanah pas e kenning Pak-bapak. Sholawat molaeh e beach derih Krampung tapeh lok empan (Ternyata kena Bapak-bapak itu. Sholawat mulai dibaca dari Kapas Krampung, tetapi tidak mempan),” pungkas sambil menaiki jok penumpang motor yang dikemudikan suaminya.
Mendengar celoteh isterinya, suaminya hanya tersenyum dan mengatakan, ‘montheng sakek mon lebet pinggir’ (Tulang ekor sakit kalau lewat jalur sepeda motor).
Kondisi jalur khusus sepeda motor di Jembatan Suramadu memang tidak semulus jalur mobil. Suami-isteri itu memang tiap hari beraktivitas di Surabaya di malam hari dan kembali Bangkalan di pagi hari.
Sementara Kasat Lantas Polres Bangkalan, AKP Grandika Indera Waspada mengimbau masyarakat khususnya pemotor yang melintasi Jembatan Suramadu untuk lebih mementingkan keselamatan saat berkendara. Pasalnya, angin kencang sewaktu-waktu bisa saja menghempas jembatan sepanjang 5,4 KM yang membelah Selat Madura itu.
“Jadi untuk roda dua memang memang dikonsep terpisah untuk keselamatan karena angin di tengah laut itu sangat kencang. Jadi kalau roda dicampur dengan jalur roda empat sangat berbahaya karena pemotor bisa limbung, jatuh, bahkan bisa terlindas,” imbau Grandika.
---
Berita Jatim dan Berita Viral lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di GoogleNews TribunJatim.com