Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - JPU KPK membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dua orang saksi yang telah meninggal dunia, dalam sidang lanjutan eks Bupati Sidoarjo Saiful Ilah (74), terdakwa atas dugaan kasus gratifikasi sebesar Rp44 miliar, di Ruang Sidang Candra Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis (17/11/2023) siang.
Dua BAP saksi yang dibacakan itu, Zainul Arifin, eks Kabag Kesra Setda Pemkab Sidoarjo, dan dr Ika Harnasti eks Kadinkes Pemkab Sidoarjo. Keduanya diketahui meninggal dunia karena sakit pada akhir tahun 2020.
Pembacaan BAP kedua saksi tersebut dilakukan oleh salah seorang JPU KPK, Dame Maria Silaban. BAP Zainul Arifin yang dibacakan lebih dulu. Kemudian, berlanjut pada BAP dr Ika Harnasti.
Jaksa perempuan KPK itu membacakan BAP Zainul Arifin. Bahwa saksi Zainul Arifin mengaku pernah memberikan uang senilai tiga juta rupiah sebelum momen Lebaran Idulfitri tahun 2019.
Uang yang diwadahi dalam amplop cokelat tersebut bersumber dari uang pribadi saksi. Dan proses pemberian tersebut didasari oleh keikhlasan, tanpa paksaan.
Baca juga: Sidang Lanjutan Eks Bupati Sidoarjo, 2 Saksi Dicecar Soal Hadiah, Terdakwa: Gak Ikhlas Dikembalikan
Pemberian uang tersebut dilakukan secara langsung oleh saksi di Ruang Dinas Bupati Sidoarjo, sekitar Bulan Mei 2019.
Saksi memberikan uang tersebut agar dapat digunakan oleh Terdakwa Saiful Ilah, untuk dapat digunakan dalam momen lebaran.
"Saksi mengenal Saiful Ilah, saat jadi bupati dan wakil bupati. Pemberian di ruang tamu rumah dinas bupati. Menjelang idulfitri, kasih uang Rp3 juta, uang pribadi saksi tanpa paksaan ikhlas. Sebagai bantuan bupati saat lebaran idulfitri. Diberikan akhir Mei 2019, sebelum idulfitri. Tulisan di amplop tinta biru adalah tulisan saksi," ujar JPU KPK Dame Maria membacakan BAP Saksi Zainul Arifin.
Kemudian, Terdakwa Saiful Ilah diberikan kesempatan oleh majelis hakim untuk memberikan respon peninjauan atas pembacaan BAP Saksi Zainul Arifin.
Dan responnya, Terdakwa Saiful Ilah mengaku lupa terkait adanya pemberian yang dilakukan oleh Saksi Zainul Arifin kala itu.
"Saya lupa, Yang Mulia," jawab Terdakwa Saiful Ilah.
Kemudian, JPU KPK Dame Maria Silaban membacakan BAP dr Ika Harnasti eks Kadinkes Pemkab Sidoarjo.
Baca juga: Besaran Diskon Pajak BPHTB untuk Warga yang Urus PTSL, Bupati Sidoarjo: Sampai Akhir Tahun ini
Berdasarkan BAP yang dibacakan, saksi pernah memberikan uang tunai senilai Rp10 juta kepada Terdakwa Saiful Ilah, di ruang dinas Bupati Sidoarjo, pada beberapa pekan menjelang momen Lebaran Idulfitri tahun 2019.
"Saksi memberi di pendopo. Seingat saksi sebelum lebaran. Seingat saksi, Saiful Ilah sempat mengucapkan; terima kasih, kok repot-repot. Saksi tidak mengetahui digunakan untuk apa oleh Saiful Ilah," kata JPU KPK Dame Maria membacakan BAP Saksi dr Ika.
Kemudian, Terdakwa Saiful Ilah diberikan kesempatan oleh majelis hakim untuk memberikan respon peninjauan atas pembacaan BAP Saksi dr Ika Harnasti
Dan responnya, Terdakwa Saiful Ilah menegaskan, keterangan Saksi dr Ika dalam BAP yang dibacakan oleh JPU KPK, adalah benar.
"InsyaAllah betul," jawab Terdakwa Saiful Ilah.
Sekadar diketahui, terdakwa Saiful Ilah didakwa oleh JPU KPK dengan Pasal 12B UU No 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 Tentang Tipikor Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Saiful Ilah didakwa menerima sejumlah gratifikasi baik dari organisasi perangkat daerah (OPD) dilingkungan Pemda Sidoarjo, Direksi BUMD, hingga pengusaha, senilai sekitar Rp44 miliar.
Gratifikasi itu diberikan dalam bentuk uang rupiah, dolar, maupun barang berharga seperti logam mulia, jam tangan, tas, dan ponsel.
Perkara gratifikasi itu diduga dilakukan terdakwa selama menjabat sebagai Bupati Sidoarjo dua periode, periode 2010-2015 dan 2016-2021.
Saiful Ilah sebelumnya juga diadili di Pengadilan Tipikor Surabaya, pada 2022 silam, dalam perkara suap proyek infrastruktur senilai Rp600 juta.
Saiful Ilah dinyatakan terbukti melanggar Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dan divonis tiga tahun penjara dan denda Rp200 juta pada Oktober 2020.