Tiga dasar aturan itulah lanjutnya, yang menjadi pedoman pelaksanaan SHK di setiap fasilitas kesehatan (faskes).
"Bertujuan untuk memastikan bayi baru lahir tidak mengalami penyakit hipotiroid kongenital," kata Fatimatul Insaniyah.
Tindakan medis tersebut menurutnya, sudah dilakukan Puskesmas Batang-Batang mulai sejak bulan September 2023.
Selama dua bulan terakhir, sudah banyak bayi yang dilakukan SHK dan memastikan proses SHK tidak memiliki efek samping terhadap kesehatan bayi.
"Bidan yang bertugas melakukan SHM sudah mengikuti pelatihan. Kami pastikan tidak terjadi malapraktik dan dilakukan sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP)," katanya.
SHK dapat dilakukan terhadap bayi baru lahir setelah berusia lebih 24 jam. Namun, tidak boleh lebih 14 hari.
Saat dilakukan pengambilan sampel darah terhadap bayi bernama Adelia Aziz Bella Negara, yakni sang buah hati Aziz dan Rumnaini, kondisinya memang dipastikan sehat dan stabil.
"Kenapa menyebut ada malpraktek, kami sudah bekerja sesuai dengan prosedur. Identitas petugas kesehatan yang bertugas juga sudah memenuhi prosedur," belanya.
Pihaknya juga menjawab keluhan keluarga korban, karena menduga pihak tenaga medis Puskesmas Batang-Batang tidak membalut bekas pengambilan darah di tumit si bayi dengan perban.
Namun kata Fatimatul Insaniyah, pihaknya sudah melakukan klarifikasi terhadap bidan yang menangani langsung.
"Yang dibilang tidak dikasi perban itu juga telah saya tanya, setelah ditusuk tumitnya dan kemudian ditutup dengan alkohol set dan diekatkan hypafix yang warna putih," terangnya.
Siapa nama petugas kesehatan yang melakukan pengambilan sampel darah, pihnya mengaku bidan yang menanganinya adalah bidan senior.
"Ya bidan senior, dia juga sudah lengkap, punya FPF, punya SIP, punya pendelegasian wewenang klinik juga sudah punya, pengambil sampelnya untuk SHK juga sudah betul," paparnya.
Menurutnya, bayi tersebut bukan meninggal akibat pengambilan sampel darah pada tumit, melainkan karena gangguan infeksi paru-paru atau pneumonia, sehingga menyebabkan si bayi mengalami sesak nafas.
Untuk lebih jelasnya, pihaknya meminta para jurnalis agar bertanya langsung ke pihak RSI Garam Kalianget Sumenep.
Ia menyampaikan, sebelum meninggal bayi malang tersebut oleh pihak Puskesmas Batang-Batang sempat dirujuk ke rumah sakit itu (RSI Garam Kalianget).
"Kan sempat dirujuk ke RSI Kalianget, saya juga sudah konfirmasi ke- dokter yang di sana. Jadi kematian bayinya bukan karena itu (SHK). Itu ada infeksi, pneumonia, tapi sebaiknya kan tanyakan langsung ke- dokter yang di RSI Kalianget," katanya.
Klarifikasi RSI di Sumenep
Dikonfirmasi terpisah, Humas RSI Garam Kalianget Sumenep, dr. Yanti membenarkan bahwa bayi tersebut sempat dirujuk ke RSI Garam Kalianget.
Namun, pihaknya membantah keterangan Kapuskesmas Batang-batang yang mengatakan bahwa pihak RSI menyatakan penyebab kematian si bayi adalah karena infeksi.
"Lho, itu bukan dokter spesialis dari RSI yang menangani, walaupun sempat dibawa kesini. Tapi yang tahu itu dokter yang merawatnya. Kita belum ketemu dengan dokternya, kita hanya tahu alurnya saja," kata dr. Yanti.
Setelah dari RSI Garam Kalianget, bayi tersebut disarankan agar dirujuk ke salah satu rumah sakit di Kabupaten Sampang (RSUD dr. Mohammad Zis).
Alasannya, di RSI Garam Kalianget tidak memiliki alat untuk mendeteksi infeksi tersebut.
"Karena memang kami tidak memiliki alat untuk penanganan lebih lanjut, sehingga kami menyarankan untuk dirujuk ke Sampang," terangnya.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com