Di dalam penganggaran tersebut, tercantum ditanda terima gaji yang diterima oleh Wako Wadidi sebesar Rp750 ribu, yang telah ditandatangani Kepala Sekolah dan juga bendahara.
"Saat itu Klien kami disuruh tanda tangan, namun honor yang diterima justru melenceng dari penganggaran itu," ujarnya.
Ia menambahkan, atas persoalan tersebut pihaknya tidak tinggal diam, melainkan mencoba menelusuri.
Ternyata yang ditandatangani kliennya bukanlah pengajuan, melainkan tanda terima.
Sehingga dirinya beranggapan bahwa dokumen tersebut dibuat untuk kebutuhan surat pertanggungjawaban (SPJ).
Di situlah semakin kuat adanya dugaan pemotongan honor.
"Di situ ada pemotongan sebesar Rp350 ribu. Ini dilakukan secara masif sejak 2022. Jadi kami melaporkan perkara ini ke Polres Sampang," terangnya.
Baca juga: Oknum Guru Ngaji Semarang Lecehkan 17 Muridnya, Ketahuan Setelah 3 Tahun, Akui Kecanduan Video di HP
Dengan begitu, pihaknya berharap agar perkara tersebut menjadi atensi dari kepolisian, begitupun pemerintah daerah dan legislatif.
Sebab dikhawatirkan terdapat hal serupa yang terjadi di lembaga pendidikan lain di Kabupaten Sampang.
"Kami harap persoalan ini cepat ditangani dan terungkap agar tidak terjadi ke GTT lainnya di Kabupaten Sampang," harapnya.
Terpisah, Sekretaris Dispendik Sampang, Muhammad Imran menyampaikan, telah mengetahui persoalan tersebut dan sejauh ini kasus sudah bisa ditangani.
"Saya telah koordinasi langsung dengan pihak terkait dengan mendatangi sekolah, pekan lalu," katanya.
Menurutnya, gaji yang dipotong itu sudah dikembalikan pada dua guru honorer lain yang memiliki NUPTK, hanya saja yang bersangkutan tidak mau menerima dengan alasan tertentu.
"Pemotongan upah GTT digunakan untuk membayar gaji guru honorer lainnya."
"Ketetapan itu dijelaskan pada GTT lain dan kemungkinan saudara Wako Wadidi ini tidak dijelaskan mengenai hal itu," pungkasnya.