Berita Surabaya

Turuti Gaya Hidup, Emak 3 Anak di Surabaya Kuras Tabungan Ratusan Nasabah Total Nyaris Rp 1 M

Penulis: Luhur Pambudi
Editor: Dwi Prastika
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa MG, eks staf pelayanan nasabah sebuah bank pelat merah yang berkantor di kawasan Kecamatan Gubeng, Surabaya, menjalani sidang online dengan layar monitor yang terpampang di Ruang Sidang Candra Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (19/12/2023) sore.

Sehingga terdakwa MG mudah saja menalar, meraba-raba atau mencoba-coba susunan kode password untuk mengakses perangkat lunak yang berisi data penting catatan keuangan para nasabah.

“Iya saya user maker, password-nya saya mencoba sandi sebelum-sebelumnya. Ada 5 user checker (yang saya dipakai). User maker lebih dari 5,” ungkap terdakwa MG.

Setelah mengakses pusat data berisi pencatatan tabungan para nasabah dan nomor rekening tabungan nasabah yang terbilang pasif bertransaksi selama kurun waktu 10 tahun, terdakwa MG mulai menguras tabungan satu per satu nomor rekening nasabah.

Caranya, ia membuat sebuah nomor rekening baru menggunakan data identitas pribadi orang lain yang sama sekali tidak memiliki riwayat untuk membuat atau membuka nomor rekening sebuah kantor bank lain.

“Saya melakukan tarik tunai di bank lain. Seingat saya pada saat itu juga (langsung diambil uang tunai),” ungkapnya.

Setelah mendengar pengakuan terdakwa MG mulai dari modus dan cara kerjanya menguras tabungan nasabah di kantor bank tempatnya bekerja, giliran Hakim Ketua Arwana menanyakan motif dan alasan terdakwa MG melakukan perbuatan lancung yang merugikan orang lain dan keluarganya setelah belakangan diketahui akibat kasus tersebut membuat dirinya diadili dan dipenjara.

Terdakwa MG mengakui dirinya nekat menjalankan aksi kejahatan tersebut karena terdesak biaya kebutuhan hidup ketiga anaknya yang masih berusia kisaran balita. Yakni, anak pertama berusia lima tahun, anak kedua berusia tiga tahun, dan anak ketiga berusia setahun. 

Selain itu, ia juga membutuhkan banyak uang untuk memenuhi biaya hidup keluarganya karena cuma dirinya yang menjadi tulang punggung keluarga. Apalagi sang suami, tidak bekerja. 

Ada juga alasan lain yang membuat dirinya nekat menjalankan aksi kejahatan tersebut. Yakni, karena terdakwa MG juga terdesak untuk melunasi cicilan aset tanah dan rumah miliknya pribadi.

Bahkan, terpaksa juga diakui olehnya bahwa uang hasil perbuatan lancungnya itu juga dimanfaatkan untuk bersenang-senang seperti plesiran dan berlibur bersama keluarganya sebulan atau dua bulan sekali.

“Kebutuhan sehari-hari, kemudian suami saya juga enggak bekerja. Buat bayar sekolah anak, dan bayar cicilan tanah Rp 2,5 juta. Buat jalan-jalan dengan keluarga sebulan sekali,” jawab terdakwa MG.

Tak seperti biasanya dengan gaya bicara berintonasi tegas nan ajeg, bernada tinggi, atau cenderung ketus, kali ini Hakim Ketua Arwana terdengar berupaya mengubah gayanya yang khas itu untuk berkomunikasi.

Sang hakim perempuan yang terkenal ‘judes’ terhadap setiap para terdakwa itu, berupaya memelankan nada bicaranya itu, selama mengejar setiap argumentasi jawaban yang disampaikan terdakwa MG.

Bahkan Hakim Ketua Arwana seperti berusaha menyelam lebih dalam pada kondisi psikologi dari terdakwa MG sebagai sesama perempuan dengan menggali sisi lain latar belakang keluarga dan anak-anak terdakwa yang diketahui masih berusia kategori balita.

“Anak baru 5 tahun, kalau membiayai sekolah, usia segitu belum terlalu banyak biaya. Janganlah saudara berpikir sempit begitu. Saudara masih muda. Kalau hanya mengandalkan gaji, bisa kok hidup, kalau mengatakan penghasilan suami saudara tidak menentu,” ujar Hakim Ketua Arwana.

Halaman
1234

Berita Terkini