Berita Kota Blitar

Alasan Polisi Tak Menahan 17 Tersangka Kasus Pengeroyokan yang Mengakibatkan Santri di Blitar Tewas

Penulis: Samsul Hadi
Editor: Dwi Prastika
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kasat Reskrim Polres Blitar, AKP Febby Pahlevi Rizal mengatakan, Satreskrim Polres Blitar menetapkan 17 tersangka dalam kasus pengeroyokan yang mengakibatkan tewasnya seorang santri di sebuah pondok pesantren (ponpes) di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, berinisial MAR (13).

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Samsul Hadi

TRIBUNJATIM.COM, BLITAR - Satreskrim Polres Blitar menetapkan 17 tersangka dalam kasus pengeroyokan yang mengakibatkan tewasnya seorang santri di sebuah pondok pesantren (ponpes) di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, berinisial MAR (13).

Para tersangka merupakan teman korban di dalam ponpes yang usianya mulai 14 tahun sampai 15 tahun.

Polisi tidak menahan para tersangka, karena masih di bawah umur.

Selain itu, orang tua para tersangka juga menjamin anaknya tidak kabur dan tidak mengulangi perbuatannya.

"Dari hasil penyidikan, kami menetapkan 17 tersangka dalam kasus pengeroyokan yang mengakibatkan meninggalnya seorang anak di salah satu ponpes di Kabupaten Blitar," kata Kasat Reskrim Polres Blitar, AKP Febby Pahlevi Rizal, Senin (8/1/2024).

"Para tersangka ini teman korban di ponpes yang usianya mulai 14 tahun sampai 15 tahun. Kami tidak menahan para tersangka karena masih di bawah umur, dan ada jaminan dari orang tuanya. Para tersangka dikenakan wajib lapor tiap Senin dan Kamis," lanjut AKP Febby Pahlevi Rizal.

AKP Febby Pahlevi Rizal mengatakan, peristiwa pengeroyokan terjadi pada Selasa (2/1/2024) di sebuah ruang tertutup dalam ponpes.

Menurut AKP Febby Pahlevi Rizal, dari hasil pemeriksaan sementara, pemicu pengeroyokan diduga korban mencuri uang milik temannya.

"Akhirnya terjadi tindak pidana pengeroyokan yang dilakukan oleh teman-temannya terhadap korban. Tapi, terkait dugaan pencurian itu masih kami dalami," ujarnya.

Baca juga: Pengacara Kiai di Bawean Gresik yang Diduga Cabuli Tiga Santri Bakal Ajukan Penangguhan Penahanan

Korban mengalami luka berat akibat peristiwa pengeroyokan tersebut. Korban sempat dibawa ke salah satu rumah sakit di Sutojayan, Kabupaten Blitar, dan kemudian dirujuk ke RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Blitar.

Korban sempat menjalani perawatan di ruang ICU RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Blitar selama beberapa hari.

Namun, pada Minggu (7/1/2024), korban dinyatakan meninggal dunia.

"Dari hasil visum, korban mengalami luka di area kepala dan di beberapa bagian tubuh," kata AKP Febby Pahlevi Rizal.

Dikatakan AKP Febby Pahlevi Rizal, para pelaku menganiaya korban menggunakan alat berupa kabel setrika, sapu dan gagang kayu.

"Para pelaku kami jerat dengan Pasal 80 Ayat 3 UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman pidana maksimal 15 tahun penjara," katanya.

Sebelumnya, dikutip dari Kompas.com, seorang santri sebuah pondok pesantren di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, berinisial MAR (13) mengalami luka berat hingga tidak sadarkan diri akibat pengeroyokan yang dilakukan belasan teman sesama santri, Selasa (2/1/2024).

MAR, anak pertama dari pasangan Yoyok dan Indah, warga Desa Pandanarum, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar itu, akhirnya meninggal dunia pada Minggu (7/1/2024) subuh dalam perawatan intensif di RSUD Ngudi Waluyo Blitar.

Polisi menyebut, MAR, yang juga duduk di bangku kelas VII (kelas I) sekolah menengah pertama (SMP) di Kecamatan Sutojayan itu, mengalami luka berat di kepala dan sejumlah bagian tubuhnya akibat pukulan benda tumpul serta tangan kosong.

“Pengeroyokan dilakukan dengan tangan kosong dan juga benda tumpul seperti kabel setrika, sapu, dan batang kayu,” ujar Kepala Satreskrim Polres Blitar, AKP Feby Pahlevi Rizal, Senin (8/1/2024).

Polisi juga telah menetapkan 17 santri sebagai tersangka pengeroyokan terhadap MAR.

“Karena masih anak-anak, mereka tidak kami tahan, namun wajib lapor setiap Senin dan Kamis,” ujarnya sembari menambahkan bahwa para tersangka berada di rentang usia 14 hingga 16 tahun.

Feby menjelaskan, pengeroyokan itu terjadi pada malam hari di ruangan tertutup di area pondok pesantren.

Terkait Pencurian Uang

Berdasarkan informasi yang dihimpun Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Blitar, pengeroyokan itu dipicu oleh dugaan bahwa MAR mencuri uang milik sejumlah santri pada awal Desember 2023 lalu.

Keresahan akibat beberapa santri kehilangan uang membuat pengurus pondok pesantren turun tangan dengan memanggil MAR dan sejumlah santri yang merasa kehilangan uang untuk dipertemukan.

Kepala Sub Bagian Tata Usaha Kantor Kemenag Blitar, M Syaikhul Munib, mengatakan, MAR mengakui perbuatannya mencuri uang milik teman-teman santrinya pada mediasi yang diadakan di pondok pesantren pada 19 Desember 2023 lalu.

“Setelah itu, situasi sudah tenang. Kemudian masuk masa libur akhir tahun. Entah kenapa kemudian terjadi pengeroyokan itu setelah mereka kembali masuk pondok Januari 2024 ini,” tuturnya.

Pihak kepolisian mengonfirmasi bahwa pengeroyokan itu dipicu oleh pencurian uang milik sejumlah santri yang diduga dilakukan oleh MAR.

Namun, polisi tidak mengungkap bagaimana pencurian yang terjadi awal Desember 2023 itu menjadi pemicu pengeroyokan yang terjadi pada 2 Januari 2024 setelah para santri menjalani libur panjang akhir tahun.

“Hasil pemeriksaan, diduga korban melakukan pencurian uang milik teman-temannya. Ini mengakibatkan teman-teman melakukan tindak pidana tersebut (pengeroyokan),” ujar Feby.

Keluarga Lapor Polisi

Setelah melihat kondisi MAR yang berada dalam kondisi koma, pihak keluarga melaporkan kasus pengeroyokan itu ke Polres Blitar pada Rabu (3/1/2024).

Usai menjenguk MAR yang dirawat di ruang ICU RSUD Ngudi Waluyo pada Sabtu (6/1/2024), Munib dari Kantor Kemenag Kabupaten Blitar, mengakui adanya opsi menyelesaikan kasus itu secara kekeluargaan dengan syarat MAR telah pulih dari sakit yang diderita akibat pengeroyokan itu.

Namun, sehari kemudian, Minggu (7/1/2024), MAR menghembuskan napas terakhirnya dalam perawatan intensif rumah sakit.

“Dengan demikian, kami serahkan proses hukum kepada pihak kepolisian. Dan kami berharap pihak pondok pesantren bersikap kooperatif dan mendukung proses ini,” ujar Munib saat dimintai konfirmasi kematian MAR.

Pengasuh Pondok Pesantren Tahsinul Akhlaq Blitar, Muhroji Azhar, yang ditemui usai menghadiri upacara pemakaman MAR, mengatakan, pihak ponpes menyerahkan sepenuhnya proses hukum atas kasus pengeroyokan tersebut kepada pihak kepolisian.

“Saya sudah menyerahkan sepenuhnya ke polres. Itu sudah ditangani polres,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Blitar, Bahrudin, menyatakan keprihatinannya atas peristiwa kekerasan yang terjadi di lingkungan pondok pesantren.

“Peristiwa kekerasan santri ini menjadi keprihatinan kita dan akan menjadi salah satu prioritas kita untuk melakukan upaya agar peristiwa serupa tidak terjadi lagi,” ujarnya kepada Kompas.com, Senin.

"Kemenag akan meningkatkan kerja sama dengan pemangku kepentingan lain untuk menguatkan pendidikan pesantren yang ramah anak,” tambahnya.

Bahrudin menegaskan, pihaknya mendukung penuh proses hukum atas kasus pengeroyokan tersebut yang tengah ditangani pihak kepolisian.

Berita Terkini