Namun biasanya, kata dia, ketika hujan datang, tinggi air yang datang ke permukiman warga hanya setinggi mata kaki.
Bahkan, setelah dibangun folder air atau kolam retensi Andir, banjir pun kian tertanggani.
Tetapi berbeda dengan apa yang terjadi pada Kamis sore pekan lalu.
Saat itu, Yani dan anaknya sempat mengetahui curah hujan di wilayah Kota dan Kabupaten Bandung sedang tinggi.
Berdasarkan pengalaman, kata dia, biasanya air dipastikan "bertamu".
Maka, untuk mengantisipasi hal itu, mereka pun mempersiapkan diri membereskan isi rumah termasuk barang-barang di warung.
"Begitu juga dengan uang dan emas, awalnya disimpan di kamar, tapi dipindahkan ke tembok yang roboh ini. Saya simpan di dalam plastik digantungkan, dengan posisi yang tinggi," kata Yani.
Baca juga: Siswi SMA Naik Delman Terjang Banjir Demi Berangkat Sekolah, Dapat Pesan Semangat dari Pak Kusir
"Pas inget, saya inget-inget disimpan di mana itu uang dan emas. Saya tanya ke anak, itu di tembok yang roboh. Saya sekarang udah cari, tapi belum ketemu," sambung dia.
Saat sedang mempersiapkan kedatangan banjir, Yani mengaku mendengar suara benturan yang keras dari arah tanggul.
Wajar saja, rumah Yani hanya berjarak 15-20 meter dari tanggul yang jebol.
"Dug.. dug.. dug, kayak ada yang membentur gitu," sebut dia.
Tiba-tiba, sambung dia, air melimpah melawati batas tanggul, dan tak lama tanggul pun jebol.
Saat itu ia tengah berada di warung bersama anak perempuannya Evira (9) dan Tiara (21).
Begitu air datang, ia tak bisa mendengar suara jerita ketakutan masyarakat, yang dia dengar hanya gemuruh air melibas setiap benda yang ada di depannya.
Saat air semakin tinggi, Yani menggendong Evira di pundaknya dan saling berpegangan dengan Tiara, mereka berusaha mencari jalan keluar.