TRIBUNJATIM.COM - Meski dulunya nunggak SPP dan tak bisa bayar saat sekolah, seorang anak petani membuktikan potensi dirinya.
Anak petani yang dulunya serba kekurangan kini bisa membuat orang tua amat bangga.
Anak petani kenang nasib ortu yang dulu ambil raport nya saja menggunakan sepeda.
Setelah kuliah dan diterima di tempat bergengsi, anak petani ini membalas semua nasib masa lalunya dan orang tua.
Kini ia mendapatkan profesi yang mentereng dalam pekerjaannya.
Kisah inspiratif datang dari seorang anak petani di Jawa Barat.
Dulu, anak petani itu sering telat membayar SPP hingga tak bisa menerima raport setiap akhir semester.
Kini, nasibnya berubah drastis dan bisa mengangkat derajat orang tua nya.
Kisah anak petani ini diketahui dari unggahan akun Instagram @santosoim milik seorang dosen bernama Santoso Imam.
Dalam unggahan itu, Santoso Imam bercerita, anak petani itu bernama Abi, adik kelasnya di SMA.
Baca juga: Gelagat Suami Kades di Probolinggo Bongkar Kelakuan Buruk, Barang di Bawah Kaki Buat Tak Berkutik
Semasa sekolah, Abi sering telat membayar SPP karena kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan.
"Anak petani Bidik Misi itu kayak profesor. Skripsinya terbit di banyak jurnal ternama dunia."
"Pas mudik tahun 2011, aku diberitahu kalau ada adik kelasku SMA sering telat bayar SPP," terangnya, seperti dikutip TribunJatim.com via Surya
Saat pengambilan raport, orang tua Abi hanya datang menggunakan sepeda.
Mereka pun belum tentu bisa membawa pulang raport milik anaknya, sebab masih memiliki tunggakan uang sekolah.
Meski begitu, mereka tetap bangga lantaran anaknya menjadi juara kelas.
"Akibatnya saat pembagian raport, orangtunaya datang dan kadang hanya ditunjukkan nilai kalau anaknya jadi juara satu."
"Orang tuanya selalu datang paling awal menggunakan sepeda saat pembagian raport, dan pernah mengangkat sepedanya, berjalan di antara motor dan mobil untuk keluar parkir."
Kesabaran dan kegigihan Abi pun terbayar ketika dirinya mendapatkan beasiswa.
Baca juga: Dulu Tinggali Gubuk Alas Semen, Artis Kini Punya Rumah Megah untuk Ibu, Sempat Masuk Berita Malaysia
Keinginan Abi untuk sekolah tinggi pun semakin menggebu.
Kala itu, Abi bercita-cita kuliah di STEI ITB. Sayangnya, ia justru mendapat banyak cibiran.
"Tahun 2012, Abi dapat beasiswa alumni EL 03 untuk bayar SPP, buku, dan seragam sekolah"
"Bercita-cita masuk STEI ITB, namun dicibir karena itu jurusan tertinggi passing grade, apalagi Abi anak petani," cerita Santoso.
Beruntung, keberuntungan berpihak pada Abi. Ia bisa kuliah di STEI dengan beasiswa Bidik Misi.
"Dengan beasiswa bidik misi, Abi masuk STEI tahun 2013. Sangat berprestasi."
Baca juga: Dulu Pernah Viral, Apes Hidup Kades Cantik Kini Rugi Rp 137 Juta, Angely Emitasari: Untung Ngejob
Prestasi Abi kian gemilang setelah tugas akhirnya berhasil masuk ke jurnal internasional.
Ia pun berkesempatan dibimbing langsung oleh seorang profesor hingga akhirnya lulus dengan predikat Cumlaude.
Reputasi Abi sebagai penulis karya ilmiah pun tak perlu diragukan.
"Skripsi S-1 nya terbit di banyak jurnal ternama dan dapat banyak sitasi."
"Dibimbing Prof Suwarno, ilmuan top dunia. Lulus Cumlaude."
Kini, Abi memiliki profesi keren, yakni sebagai pengendali udara di Bandara Soekarno Hatta.
"Menikah dengan dokter spesialis UI. Menjadi pengendali udara di Bandara Soetta," jelas Santoso di akhir ceritanya.
Baca juga: Wanita Gadaikan Berlian untuk Suami Nyaleg, Ngamuk Gaji Juga Buat Kampanye: Sejaterahkan Dulu Istri
Kisah lainnya seorang dosen malah memilih untuk menjadi petugas kebersihan ketimbang bekerja sebagai akademisi.
Meski jadi petugas kebersihan, namun mantan dosen ini tak menyesal dengan keputusannya saat ini.
Hal itu tak lepas dari gaji yang ia terima ternyata lebih besar dibanding menjadi dosen.
Hingga akhirnya curhatan dosen itu viral di media sosial.
Dosen itu berasal dari Malaysia.
Ia memilih banting setir jadi petugas kebersihan di Singapura.
Diakuinya, bekerja di Singapura membuat perubahan besar dalam hidupnya dibandingkan bekerja di Perguruan tinggi swasta (IPTS).
“Benar kerja di Singapura bisa mengubah nasib. Saya sebelumnya mengajar di IPTS selama lima tahun. Gaji terakhir saya
di IPTS berjumlah RM1,900".
“Selama lima tahun saya bekerja, setiap bulan pasti ada fase tidak punya uang. Terkadang tidak sampai pertengahan bulan. Gajinya tak naik tapi harga barang selalu naik, sehingga tidak bisa bertahan,” ujar si dosen, sebut saja S, melalui sharing di grup Facebook.
Baca juga: Padahal Jadi Pengantin, Mahasiswa S3 Masih Ikut Kuliah Online, Dosen dan Teman Kelas Ngakak: Selamat
Keadaan pun semakin sulit hingga akhirnya ia menyerah karena tekanan yang dihadapi.
“Saya sangat stres hingga tidak bisa bekerja, bahkan setelah gajian pun saya masih bingung untuk membayar rumah,” ujarnya, melansir dari TribunStyle.
Pria itu kemudian memutuskan untuk mencari pekerjaan di Singapura dan menerima tawaran bekerja sebagai petugas kebersihan.
Meski tak lagi menjadi dosen, ia bersyukur karena gaji pokok yang diterimanya jauh lebih besar dari penghasilan bulanan sebelumnya.
“Alhamdulillah saya dapat pekerjaan sebagai petugas kebersihan, gaji pokok$3,100 (RM10,815),” tambahnya.
Dia juga mengakui bahwa bekerja di negeri jiran merupakan 'jalan pintas' baginya untuk menyelesaikan permasalahan keuangan yang dihadapi.
Baca juga: Curhat Wanita Lulusan S2 Jadi Ibu Rumah Tangga, Suami Tak Restui Jadi Dosen, Allah Punya Kendali
Kini ia sudah bisa bernapas lega hanya dengan gaji pertama yang diterimanya sebagai petugas kebersihan.
“Di mana tidak ada cara untuk membayar utang, terjebak dalam utang puluhan ribu dan inilah jalan pintasnya. Bahkan gaji pertama sudah bisa membayar segala macam. Kamu tidak akan menyesalinya".
“Kalau orang lain bilang kemacetan di Singapura itu buruk. Percayalah, jika kamu sudah bekerja, kamu bisa menghadapinya karena kamu merasa sepadan dengan apa yang kamu dapatkan,” ujarnya.
Pria tersebut juga berbagi tips bermanfaat bagi mereka yang masih mencari pekerjaan agar bisa terus bertahan hidup.
“Lamarlah pekerjaan, mintalah doa (izin) orang tuamu dan teruslah mencari pekerjaan sampai kamu mendapatkannya. Yang paling penting adalah percaya pada diri sendiri".
“Anda tidak perlu orang lain untuk percaya bahwa Anda bisa bekerja di Singapura. Ibarat mimpi dapat gaji besar, lalu menjadi kenyataan,” jelasnya.
Namun postingan tersebut telah dihapus dari grup Facebook, karena sharing itu mempengaruhi masyarakat untuk bekerja di Singapura, dan tidak bisa menemukan solusi untuk mengatasi masalah utang dan kebangkrutan.