Tetapi, selanjutnya bakal ada pembinaan dan pendampingan tambahan untuk mencegah kembali terjadinya tindakan kekerasan di Ponpes Al Hanifiyyah.
"Kalau ada penutupan tidak mungkinlah karena memang belum ada aspek administrasi yang berhubungan dengan kami. Tapi nanti kita ada pendampingan kemudian pembinaan terkait itu dari Dinas Kesehatan, DP3A dan KPAI. Semua akan ikut," ucapnya.
Seperti yang diketahui, Balqis Bintang Maulana (14) meninggal dunia di PPTQ Al Hanifiyyah Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur usai dianiaya atau mendapatkan tindakan kekerasan empat kakak kelasnya.
Empat pelaku MN (18) asal Sidoarjo, MA (18) asal Kabupaten Nganjuk, AF (16) asal Denpasar Bali, dan AK (17) asal Surabaya sudah ditangkap oleh Polres Kediri Kota, Jawa Timur.
Pihak kepolisian menduga, penganiayaan kepada korban dilakukan berulang-ulang karena terjadi kesalahpahaman di antara anak-anak tersebut.
Atas perbuatannya, keempat tersangka dijerat Pasal 80 Ayat 3 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak, Pasal 170 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penggunaan kekerasan terhadap orang atau barang, serta Pasal 351 KUHP tentang tindak pidana yang dilakukan secara berulang yang mengakibatkan kematian.
Baca juga: Pembunuh Santri di Ponpes Kediri Ternyata Sepupu Sendiri, Motif Dikuak Pengacara: soal Salat Jemaah
Pelaku penganiaya sepupu korban sendiri
Pelaku berinisial AF (16) rupanya masih memiliki ikatan saudara dengan Bintang Balqis Maulana (14), santri yang tewas di Kediri.
Kuasa hukum para tersangka, Rini Puspitasari, membenarkan, AF adalah sepupu korban.
AF menganiaya BBM karena jengkel dengan sikap korban yang dianggapnya susah dinasihati.
Nasihat itu terutama berkenaan dengan perilaku korban yang tidak mengikuti aktivitas pesantren.
“Mungkin karena ada ikatan keluarga akhirnya menasihati. Terutama soal salat jemaah, tapi saat dinasihati jawabnya (korban) enggak nyambung,” ujar Rini Puspitasari saat dihubungi TribunTrends.com, Rabu (28/2/2024).
Hal lain yang membuat AF jengkel, masih kata Rini, karena korban pernah mengadukan AF ke orang tuanya.
Aduan itu tentang korban yang merasa masih sakit di pesantren tetapi tetap disuruh bekerja.
Padahal yang dimaksud pelaku bekerja adalah piket membersihkan kamar seperti menyapu maupun tugas yang lainnya.