Ia pun lantas membawa Rehan ke kampung halaman di Lumajang dan tinggal di tempat tidak layak sampai saat ini.
Dengan istri pertama, Jumadi memiliki 3 orang anak. Mereka tinggal tidak jauh dari tempat Jumadi, hanya berbeda dusun.
"Ya kadang (anak) nengok tapi ya jarang mereka sudah sibuk semua kerja," ujarnya.
Di usia senjanya ini, Jumadi sudah tidak bisa lagi bekerja.
Untuk menghidupi Rehan, ia pun menggantungkan diri dari belas kasih tetangga.
Baca juga: KISAH Ustaz Gunawan Tinggal di Gubuk Ternyata Bohong, Sang Imam Masjid Disidang Warga: Ngaji Dibayar
Jika tak ada yang memberinya makan, Jumadi terkadang berjalan ke rumah anaknya di dusun sebelah hanya sekadar meminta makan.
"Buat setiap hari ya dikasih orang yang penting sabar saja, kadang saya minta ke anak saya di (Dusun) Sumberkajar," jelasnya.
Sebenarnya, Jumadi merupakan keluarga penerima manfaat (KPM) bantuan sosial dari pemerintah.
Namun, ia tidak mengerti bantuan apa yang didapatkannya, apakah program keluarga harapan (PKH) atau program bantuan pangan non-tunai (BPNT).
Yang dia tahu, terkadang ia diminta mengambil bantuan di warung berupa beras sambil memberikan kartu ATM BNI. Selain beras, Jumadi mengaku hanya sekali menerima bantuan uang tunai sebesar Rp 1.500.000.
"Gak tahu pokoknya suruh ambil beras, kadang punya saya belum habis suruh ambil lagi, uang tunai sekali Rp 1,5 juta, itu sudah lama," ungkapnya.
Di tengah keterbatasan ekonomi yang dirasakannya bersama sang ayah, Rehan kecil memiliki cita-cita tinggi untuk hidup lebih layak dari hari ini.
Ketika besar kelak, Rehan ingin mengabdi kebada negara dengan menjadi seorang tentara.
Diketahui, Rehan kini bersekolah di Taman Kanak-kanak yang tidak juah dari tempat tinggalnya.
Biayanya pun digratiskan oleh pihak sekolah.