TRIBUNJATIM.COM - Dulu setia tunggu istri pekerja TKW di Arab Saudi, seorang suami telantar di gubuk reyot bersama dua anaknya.
Suami telantar karena sang istri TKW malah pergi dengan pria lain dan tinggalkannya selingkuh.
Kini tinggal di gubuk reyot, suami dan anak hidup secara tak layak.
Suami yang berakhir mengenaskan tinggal di gubuk reyot bersama dua anaknya itu adalah pria asal Sukabumi Jawa Barat.
Nasib pilu dirasakan seorang pria di Sukabumi, Jawa Barat usai ditinggal minggat istrinya.
Ato (51) terpaksa tinggal di gubuk reyot bersama 2 anaknya.
Sehari-hari, ia selalu diliputi keresahan karena kondisi gubuknya yang sudah tak layak ditempati.
Inilah sosok Ato (51), pria yang ditinggal istri kabur dengan pria lain dan tinggal bersama dua anaknya di gubuk reyot di Sukabumi, Jawa Barat
Ato sehari-hari bekerja sebagai petani yang bukan di lahan sendiri dan serabutan kuli.
Ato merupakan warga Kampung Mekarjaya, Desa Cikangkung, Kecamatan Ciracap, Sukabumi, Jawa Barat.
Baca juga: Asal Kekayaan TKW Risma Bawa Emas 3Kg dari Arab, Santai Pajak Rp 360 Juta, Omzet Usaha Rp 3,7 M
Mengenai istri, Ato mengatakan, perempuan yang memberinya dua anak itu pergi dari rumah bersama pria lain.
Awalnya, istrinya pamit pergi untuk bekerja menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di Arab Saudi sekitar 2016.
Ia mengaku, sang istri bekerja sekitar dua tahun di Arab Saudi.
Dia sempat mendapatkan kabar istrinya akan pulang ke Indonesia.
Namun, ternyata istrinya pulang ke laki-laki lain, meninggalkan Ato bersama dua anaknya.
Ato tidak menyebutkan identitas istrinya yang tega pergi dengan lelaki lain.
"Katanya di daerah Bandung," ucap Ato, dilansir dari Tribunjabar.com, seperti dikutip TribunJatim.com via TribunStyle
Kini, Ato hanya hidup bersama kedua anaknya di gubuk reyot.
Sudah sekitar 15 tahun Ato menempati rumah bak gubuk peninggalan ayahnya itu.
Di rumah itu, Ato tinggal bersama dua anaknya, yang perempuan S (12) dan yang laki-laki A (10).
Ato mengaku tidak mampu membangun rumah yang layak untuk dihuni bersama dua anaknya.
Terlebih S tidak normal seperti anak pada umumnya.
Sedangkan A saat ini duduk di bangku sekolah dasar.
Ato pun terlihat pasrah dengan keadaan.
Dia tak tahu nasibnya ke depan, terlebih untuk masa depan kedua anaknya.
"Saya sebenarnya banyak keresahan. Satu, kalau di musim hujan itu sudah tidak ada tempat untuk tidur, susah lah sana sini sudah bocor, gentingnya sudah rapuh," kata Ato, Kamis (18/4/2024).
"Banyak kurang, aktivitas banyak enggak jalan, enggak bisa usaha dikarenakan saya momong anak saya masih kecil. Kerja enggek bisa jauh. Saya paling ngebun dikit-dikit daripada banyak stres memikirkan nasib seperti saya ini," ucap Ato.
Ia mengaku saat musim hujan harus tidur berdempetan bersama dua anaknya itu karena atap rumah bocor.
Terlebih saat terjadi angin kencang, ia merasakan waswas rumahnya akan ambruk.
"Di samping sudah pada disangga pakai bambu. Terus mau tidur susah kalau hujan, di sini bocor, di sana bocor, saya tidur bertiga numpuk paling. Terus mau keluar juga susah, takutnya kalau ada angin ambruk," kata Ato sambil menangis.
Baca juga: Tanah Ambrol Sebab Pipa Bocor, Mobil di Kota Malang Terperosok, Warga Mengeluh
Ato menjelaskan, ia baru sekali mendapatkan bantuan langsung tunai (BLT) berupa beras dan uang.
Ato pun berharap pemerintah bisa memberikan bantuan rumah layak huni untuk ia tempati bersama dua anaknya.
"Harapannya rumah seperti itu ingin diperbaiki, ingin seperti orang kalau maunya, tapi insyaallah," kata Ato.
Untuk melanjutkan hidup, Ato bekerja sebagai petani, tapi bukan di lahan sendiri.
Dia mengaku numpang menanam singkong dan pisang agar bisa mendapatkan uang.
Baca juga: Hari Ini Warga Dolog Diundang Pemkot Surabaya untuk Menerima Nominal Ganti Rugi Pembebasan Lahan
Hasil taninya itu tidak cukup untuk makan sehari-hari.
Dia terkadang menjadi kuli agar bisa mencukupi kebutuhan makan dua anaknya.
"Saya kadang kuli kalau ada yang nyuruh, (upahnya) cukup untuk dua hari, tiga hari. Setelah itu saya ke kebun lagi, terus bersihkan kebun, kadang lama enggk ada yang nyuruh kuli," ujar Ato.
Upahnya dari hasil kuli pun hanya cukup untuk membeli beras.
Ato dan kedua ankanya kerap makan hanya nasi tanpa lauk.
Kerja sebagai kuli pun ia tidak bisa mengambil jika lokasi pekerjaannya jauh dari rumah.
Karena ia harus merawat anak perempuannya yang mengalami keterbelakangan mental, serta anak keduanya masih sekolah.
Terkadang, Ato harus membawa kedua anaknya ke kebun karena tidak ada yang merawat di rumah.
Berita viral lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com