Setiap pulang pun ia hanya mengunjungi orang tua dan saudara laki-lakinya.
Ia jadi jarang ke rumah tetangga, sehingga lama kelamaan perasaan kagum mereka memudar.
Melihat Tuan Liu mengendarai mobil mahal saat kembali ke kampung halamannya, anak-anak bersemangat melihatnya.
Namun penduduk desa yang lain tidak terlalu peduli.
Tuan Liu bahkan tidak ingin anak-anaknya berinteraksi dengan anak-anak di desa karena takut mereka terlalu asyik bermain dan tidak memperhatikan pelajaran.
Melihat sikap dan cara hidup Tuan Liu yang berubah, banyak warga yang tidak lagi bangga atau bahagia saat bertemu dengannya.
Semua orang acuh jadi tak acuh saat melihatnya.
Mereka hanya menyapanya dengan sopan untuk menghargainya, tapi mereka tidak lagi memiliki rasa kagum seperti sebelumnya.
Selama Hari Raya Tet, Tuan Liu mampir ke desanya untuk membakar dupa untuk leluhurnya.
Saat itu ia makan dengan cepat bersama orang tuanya dan kemudian kembali ke kota.
Ketika ada peringatan pernikahan atau kematian, para tetangga mengirimkan undangan, tetapi Tuan Liu mengabaikannya.
Ia berpikir setelah lama tinggal jauh dari rumah, ia sudah tidak punya perasaan lagi, sehingga ia tidak mau pergi.
Penduduk desa sampai dibuat frustasi karena tidak menyangka sikap dan perilaku pria tersebut akan berubah secepat itu.
Baru-baru ini, putra Tuan Li mengadakan pernikahan, dan keluarganya berencana mengadakan acara berskala besar dengan ratusan makanan.
Tuan Liu berharap ini akan menjadi pernikahan terbesar di desanya, dengan semua orang menyantap makanan lezat, bernyanyi dan menari tanpa henti sepanjang malam.