"Sejak dulu sampai sekarang saya tidak pernah mendapatkan bantuan (sosial) dari pemerintah.
Biasanya bantuan dari warga sekitar," kata Hotipah di kediamannya, Senin (22/4/2024).
Derita nenek Hotipah dan Putriya berlanjut saat hujan datang.
Atap gubuk reyotnya tak sanggup menahan air hingga menyebabkan kebocoran.
Keduanya selalu dihantui rasa khawatir atas ketahanan tempat tinggal yang mereka tempati.
Gubuk reyot berukuran 7x7 juga tak sempurna.
Penyangga hingga dinding yang terbuat dari bambu terlihat bolong dan rapuh.
"Kalau angin kencang selalu khawatir takut roboh," kata dia.
Baca juga: Dulu Artis Nekat Nikahi Pesepakbola Miskin, Tak Malu Suami Tinggal di Gubuk, Hidup Kini Beda Drastis
Kendati hidup dalam keterbatasan, keduanya tetap menunjukkan ketabahan yang luar biasa.
Keduanya tetap berusaha bekerja semampunya untuk bisa bertahan hidup.
Mereka berdua harus mengandalkan bekerja sebagai buruh tani, yang upahnya sangat minim.
Bahkan, biasanya mereka hanya mendapatkannya jika ada warga yang membutuhkan bantuan di ladang.
"Kalau ada tentangga minta tolong agar sawahnya dibabat atau bantu memanen padi, saya bantu.
Biasanya langsung dikasih upah," tuturnya.
Hotipah mengaku, ia hanya hidup berdua dengan Putriya.
Anggota keluarga yang lain sudah meninggal dunia dan beberapa lagi memilih merantau ke luar daerah.
Mereka mengaku sudah lama tak saling bertukar kabar.
"Semoga pemerintah masih peduli dengan nasib orang-orang seperti kita," pungkasnya.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com