Berita Pasuruan

Diduga Hasil Pemotongan Dana Insentif, Kejari Pasuruan Akui Sita Uang Rp 400 Juta di Kantor BPKPD

Penulis: Galih Lintartika
Editor: Sudarma Adi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

AK saat meninggalkan kantor Kejaksaan dan digelandang ke Rutan Bangil, Jumat (31/5/2024)

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Galih Lintartika

TRIBUNJATIM.COM, PASURUAN - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Pasuruan akhirnya menetapkan Ahmad Khasani (AK), mantan Kepala Dinas sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemotongan dana insentif pegawai di internal Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kabupaten Pasuruan.

AK ditetapkan tersangka Jumat (31/5/2024) pagi dan langsung dijebloskan ke Rutan Bangil.

Kasi Intel Kejari Kabupaten Pasuruan Agung Tri Radityo mengatakan, setelah serangkaian pemeriksaan dilakukan, penyidik akhirnya menemukan dua alat bukti, hingga akhirnya penyidik menaikkan status AK sebagai tersangka.

"Dalam kasus dugaan pemotongan dana insentif ini, penyidik menemukan uang Rp 400 juta. Dugaan kami, ini uang hasil pemotongan dana insentif pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah BPKPD Kabupaten Pasuruan di triwulan IV yang dikumpulkan," kata Agung, sapaan akrab Kasi Intel Kejari Kabupaten Pasuruan.

Agung belum bisa menyampaikan modus dan model pemotongan dana insentif pegawai ini. Menurutnya, ini masih dalam tahap pengembangan penyidik. Dia berjanji, jika pemeriksaan ini sudah tuntas, publik akan mendapatkan haknya terkait informasi yang jelas dan gamblang.

Baca juga: Warga Pasuruan Laporkan Kadesnya, Merasa Ditipu Kepengurusan Sertifikat, Rugi Rp 53 Juta

"Kami masih punya waktu untuk melakukan pendalaman. Yang jelas, tahap awal ini, kami sudah naikkan status AK sebagai tersangka dan langsung kami tahan. Ke depan, kami akan lakukan pemeriksaan ulang. Beberapa saksi akan kami periksa untuk melengkapi data," tegasnya.

Dia mengatakan, uang itu menjadi bukti dalam kasus ini. Menurut Kasi Intel, pihaknya akan menahan AK selama 20 hari mendatang. Disampaikannya, selama waktu itu, pihaknya akan melengkapi berkas-berkas pemeriksaan sebelum kasus ini dilemparkan ke pengadilan untuk persidangan.

AK dikenakan sangkaan melanggar Pasal 12 huruf (e) Jo. Pasal Pasal 18 Undang-undang RI, Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang RI, Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang RI, Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Subsidair : Pasal 12 huruf (f) Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang RI, Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI, Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Atau, Kedua Pasal 11 Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

"AK memang kami tahan karena beberapa alasan. Pertama, dengan pertimbangan kesehatan dari dokter yang cukup baik, dan meminimalisir kemungkinan AK melarikan diri atau menghilangkan barang bukti, yang bersangkutan kami tahan untuk memudahkan pemeriksaan," tuturnya.

Direktur Masyarakat Demokrasi Anti Korupsi (MERAK) Moch Hartadi meminta penyidik kejaksaan tidak ragu dalam membongkar praktek pemotongan dana insentif pegawai yang sangat tidak bermoral. Pemotongan ini jelas merugikan pegawai, sedangkan satu sisi lainnya, hasil pemotongan ini justru menguntungkan beberapa pihak. 

"Artinya, jangan ragu untuk mengungkap siapa saja yang terlibat dalam pusaran kasus ini. Seperti di Sidoarjo, KPK berhasil menangkap Bupati Sidoarjo yang diduga kuat menerima aliran dan juga menginstruksikan BPKPD untuk memotong. Kasusnya sama dengan yang terjadi di Pasuruan," tegasnya.

Baca juga: Istri Gus Irsyad Ramaikan Bursa Bacawabup Pasuruan 2024, Satu-satunya Figur Perempuan yang Maju

Jadi, kata Hartadi, sapaan akrabnya, penyidik jangan ragu. Jika memang uang hasil pemotongan ini lari ke Bupati atau ke pihak - pihak lain, mereka juga harus dimintai pertanggung jawaban. "Kami minta kejaksaan untuk lebih berani dalam membongkar praktek lancung seperti ini," imbuhnya.

Halaman
12

Berita Terkini