Berita Kabupaten Pasuruan

Keluarga di Pasuruan Kecewa Sudah Habis-habisan Jual Rumah, Ternyata MGF Divonis 10 Tahun Penjara

Penulis: Galih Lintartika
Editor: Dwi Prastika
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi penjara - Keluarga di Pasuruan kecewa sudah habis-habisan jual rumah, ternyata MGF divonis 10 tahun penjara, PN Bangil buka suara, Selasa (4/6/2024).

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Galih Lintartika

TRIBUNJATIM.COM, PASURUAN - Kr, warga Candiwates, Prigen, Pasuruan, Jawa Timur (Jatim), mengaku menjadi korban mafia keadilan, setelah upayanya membantu meringankan ancaman hukuman keponakannya, MGF, gagal. 

Keponakannya yang terjerat dalam kasus dugaan peredaran narkoba ternyata masih mendapatkan putusan pidana yang cukup tinggi, jauh dari harapan keluarga.

MGF, keponakannya tetap dijatuhi hukuman oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bangil Pasuruan 10 tahun penjara. Vonis ini 4 tahun lebih ringan dari tuntutan jaksa. 

Kepada Tribun Jatim Network, Kr mengaku sudah menyetorkan sejumlah uang ke salah satu advokat yang merupakan bagian dari Pos Bantuan Hukum (Posbakum) PN Bangil.

“Saya awalnya itu ketemu sama beliau (advokat) setelah diberi tahu pak hakim bahwa keponakan saya ini ancaman hukumannya tinggi,” katanya, Selasa (4/6/2024).

Karena ancamannya tinggi, kata dia, hakim memerintahkan keponakannya didampingi advokat.

Oleh karenanya, hakim menunjuk salah satu advokat di Posbakum.

“Dan saya disarankan untuk menemui salah satu advokat. Saya ketemu setelah sidang pertama keponakan saya di kantor Posbakum itu,” jelasnya.

Dari pertemuan itu, Kr menyebut, advokat dari Posbakum menyatakan ancaman hukuman keponakannya ini cukup tinggi, bahkan bisa sampai dihukum mati.

“Saya kan tidak tahu tentang hukum ya , jadi saya pulang saya sampaikan ke orang tua saya atau mbahnya MGF tentang kondisi itu,” jelasnya.

Baca juga: 2 ASN Dinkes Tulungagung yang Pakai Ekstasi Segera Sidang Disiplin, 3 Sosok Ditunjuk Jadi Pemeriksa

Ia mengakui, semua keluarga besarnya panik mendengar penjelasan ancaman MGF yang tinggi, karena barang bukti yang diamankan juga besar.

"Keponakan saya ini kan yatim piatu. Sejak kecil, dia ditinggal ayahnya menikah lagi, dan sebelum masuk SMA, adik saya atau ibunya meninggal karena sakit," terangnya.

Praktis, kata dia, MGF ini hidup sebatang kara hanya dengan saudaranya, tanpa orang tua. Makanya, ia kurang mendapatkan perhatian.

"Akhirnya, keluarga sepakat menjual rumah peninggalan orang tua MGF. Rumah itu yang selama ini ditinggali MGF dan saudaranya terpaksa dijual," paparnya. 

Disampaikannya, karena kebutuhan, rumah itu dijual dengan harga yang jauh di bawah harga pasar. Hingga akhirnya ada yang mau membeli dengan harga Rp 135 juta.

"Hanya DP Rp 30 juta. Setelah itu, ibu saya jual beberapa perhiasan sekitar 5 juta. Sejumlah itu saya serahkan ke saudara saya, Yasin," tambahnya.

Dikatakan dia, Yasin ini yang dipercaya keluarga untuk berkomunikasi dengan advokat tersebut, dengan nominal uang Rp 35 juta.

"Bahkan, di suatu sidang, saya juga menemui advokat tersebut untuk memastikan uang itu diterima atau belum, dan saat saya konfirmasi, jawabnya sudah," imbuhnya.

Ia meyakini, nominal uang tersebut bisa digunakan sebagai alas atau dasar untuk menjadikan ancaman keponakannya lebih ringan.

"Karena ada permintaan dari Yasin setelah berkomunikasi dengan advokat. Uangnya untuk mengamankan jaksa dan hakim agar ancaman hukumannya lebih ringan," tandasnya.

Hanya saja, kata dia, sampai sidang putusan, keponakannya tetap dijatuhi hukuman yang berat, yakni tetap 10 tahun penjara dari tuntutan 14 tahun.

"Harusnya bisa lebih ringan putusannya. Tapi, saat saya minta tanggapannya, putusan ini jauh lebih ringan dari pada tuntutan jaksa," ungkapnya.

Kr menyesalkan hal ini.

Ia mengaku hanya ingin mencari keadilan untuk keponakannya. Ia tidak ingin dipermainkan seperti ini, karena keluarga sudah terlalu berharap.

"Jujur ya kecewa, bukan hanya saya tapi keluarga. Sudah habis-habisan semua kemarin, sampai jual rumah di bawah harga pasar," tegasnya.

Sekadar informasi, Posbakum adalah layanan hukum yang ada di pengadilan tingkat pertama untuk memberikan informasi, konsultasi, dan advis hukum.

Layanan ini bertujuan untuk menjamin hak masyarakat untuk mendapatkan akses keadilan, mewujudkan hak konstitusional warga negara.

Serta, menjamin kepastian penyelenggaraan bantuan hukum di Indonesia. Yang berhak menerima jasa Posbakum adalah yang tidak mampu membayar jasa advokat.

Terutama perempuan, anak-anak, dan penyandang disabilitas. Posbakum ini diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2014.

Dalam pasal 56 KUHAP juga disebutkan hakim wajib menunjuk advokat sekalipun nantinya terdakwa menolak untuk didampingi advokat.

Penunjukan itu dilakukan jika tersangka diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman minimal 5 tahun atau lebih, maka wajib didampingi advokat. Itu tertuang di pasal 1.

Dalam pasal 2 juga disebut setiap penasihat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan bantuannya dengan cuma-cuma.

Dalam perkara ini, hakim jelas memerintahkan Erwin Indra Prasetya dkk dari LBH Peradi Malang yang ada di Posbakum untuk mendampingi terdakwa MGF.

Mereka bertindak selaku penasihat hukum berdasarkan penunjukan majelis hakim nomor 352/pidsus/2023/Pn.Bil. Artinya, keluarga tidak menunjuk advokat ini.

Terpisah, Wakhidatus Sa’idah advokat yang menangani kasus MGF mengakui memang menerima sejumlah uang dari Yasin, kerabat dekat keluarga MGF.

Namun, ia menampik, itu bukan uang untuk meringankan tuntutan, tapi uang jasa profesionalnya sebagai advokat, karena keluarga terdakwa meminta pendampingan.

"Tidak ada istilah uang untuk meringankan tuntutan. Saya memang menerima dari Yasin, tapi itu uang jasa untuk advokat," jelasnya.

Dia menyebut, mungkin ada kesalahpahaman dalam konteks ini.

Menurutnya, tidak ada permintaan uang untuk mengamankan jaksa atau hakim.

"Ini murni uang jasa advokat, jadi tidak benar kalau uang itu meringankan hukuman. Saya juga tidak pernah menjanjikan apapun," tambahnya.

Ketua PN Bangil Pasuruan, Enan Sugiarto mengatakan, Posbakum memang dibiayai oleh negara dan diperuntukkan masyarakat yang tidak mampu. 

"Tugas Posbakum itu hanya memberikan saran, menyiapkan dokumen dan hal-hal lain. Advokat di Posbakum tidak memberikan bantuan litigasi," paparnya.

Artinya, kata dia, para advokat di Posbakum diharamkan untuk memungut biaya ketika mendampingi dalam artian administrasi masyarakat yang tidak mampu.

"Tidak boleh memungut biaya dengan dalih apapun, karena hakikatnya, Posbakum ini memberikan bantuan secara cuma-cuma," terangnya.

Bantuan itu bukan berupa pendampingan di persidangan, karena sekalipun anggota Posbakum adalah advokat, tapi tidak ada kewenangan melakukan pendampingan.

"Maka, jika memang ada kasus penyerahan uang kepada anggota Posbakum itu bukan kepada Posbakumnya, tapi bisa jadi ke advokatnya," ujarnya.

Artinya, ketika ada bagian dari Posbakum yang diduga menerima sejumlah uang, itu bisa jadi mereka berdiri bukan sebagai anggota Posbakum tapi advokat.

"Kalau Posbakum memang tidak boleh menerima uang, tapi kalau advokat ya boleh saja. Bisa jadi, keluarganya menyewa jasa advokat tersebut," tuturnya.

Jadi, kata Enan, kemungkinan besar, pengakuan keluarga terkait uang yang disetorkan itu adalah bagian dari biaya profesi advokat dalam pendampingan sidang.

Berita Terkini