Berita Viral

Nasib Mbah Siyem yang Tanahnya Diserobot Jadi SD dan Kolam, Gugat Pemdes, Cari Keadilan: Kembalikan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Potret tanah warisan Mbah Siyem yang menjadi gedung SD. Nasib Mbah Siyem (60) berjuang kembalikan hak tanah warisnya inipun viral di media sosial.

TRIBUNJATIM.COM - Nasib Mbah Siyem (60) berjuang kembalikan hak tanah warisnya ini viral di media sosial.

Adapun tanahnya diserobot oleh Pemerintah Desa Karangasem, Wirosari, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.

Luas tanas milik Mbah Siyem yang diserobot pemdes itu 1,7 hektare.

Mbah Siyem pun melaporkan pemdes soal penyerobotan tanah waris milik ayahnya ke Polda Jateng pada Senin (24/6/2024). 

Mbah Siyem melaporkan kasus itu ke polisi lantaran pemdes setempat tidak bergeming ketika dimintai kejelasan tanah tersebut.

Mbah Siyem mengaku baru mengetahui tanahnya berubah kepemilikan menjadi milik Pemdes Karangasem sekira 2022.

Baca juga: Sosok Mbah Siyem, Syok Tanah Warisannya 1,7 Hektar Berubah Jadi SD dan Kolam, Kini Tuntut Keadilan

Kala itu, dia pulang merantau dari Sumatera Selatan, ikut program transmigrasi. 

"Informasinya tanah sudah jadi milik desa (Pemdes Karangasem)," ujar Siyem saat  di Mapolda Jateng, Senin sore, dikutip dari Tribun Jateng.

Siyem bertambah syok manakala mengetahui tanah ayahnya telah berdiri bangunan SD, kolam renang, bangunan semi permanen dan beberapa bangunan fasilitas umum lainnya. 

Padahal tanah itu milik ayah Mbah Siyem bernama Kasiman yang sudah meninggal dunia pada 1965.

Kasiman tak pernah menjual tanah itu ke pihak manapun termasuk Pemdes Karangasem.

“Saya minta kembalikan tanah saya, tapi pemdesnya tidak mau,” imbuh Mbah Siyem. 

Mbah Siyem (keurudng hitam) melaporkan Pemdes yang serobot tanah warisannya. (ISTIMEWA via Tribun Jateng)

Mbah Siyem dan 3 saudaranya kini kebingungan harus bagaimana untuk bisa mendapatkan haknya.

Dia bahkan sempat menemui pemdes setempat, meminta secuil tanahnya untuk dibangun rumah.

Hal itu dia lakukan lantaran dia tidak punya rumah sehingga hidup menumpang rumah dari saudara ke saudara lainnya.

Namun, lagi-lagi Pemdes Karangasem bergeming dan kukuh tidak mau memenuhinya. 

“Saya tidak minta yang lain, yang sudah jadi bangunan ya sudah, saya minta sedikit saja buat bangun rumah,” pintanya.

Sementara pendamping hukum Siyem, M Amal Lutfianyah mengatakan, sertifikasi tanah Siyem terjadi pada 2022 ketika ada program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Pihak pemdes mengklaim telah membeli tanah kliennya pada 1970. 

Padahal Kasiman selaku pemilik tanah meninggal dunia pada 1965.

Baca juga: Penjelasan Kades soal Tanah 1,7 Hektar Mbah Siyem Jadi Milik Pemdes: Memang Tak Ada Bukti Jual Beli

“Ini kan aneh,” kata pria yang akrab disapa Luthfi itu.

Pihaknya juga telah menggugat Pemdes Karangasem Grobogan di Pengadilan Negeri Purwodadi.

Dari fakta persidangan, kata Lutfhi, disebutkan Pemdes Karangasem tidak mempunyai dasar peralihan atau perubahan nama sertifikat. 

“Pemdes Karangasem melakukan perbuatan melawan hukum secara nyata terhadap warga yang kurang mempunyai daya upaya untuk itu. Ini suatu bentuk semena-mena melalui perangkatnya terhadap klien kami," jelasnya. 

Ia menambahkan, pelaporan itu berkaitan dengan dugaan adanya perbuatan melawan hukum yang sistematis, sehingga terlapornya adalah Pemdes Karangasem, tidak tertuju ke satu orang saja.

“Kami berharap Polda Jateng dapat bekerja secara profesional agar keadilan saat ini bisa tercapai,” imbuhnya.

Potret tanah milik Mbah Siyem yang kini telah diambil alih oleh Pemerintah Desa tanpa ada diskusi dan pemberitahuan. (Kompas.com)

Sementara itu kisah lainnya, kasus anak robohkan rumah ibu kandung perkara warisan di Kabupaten Malang, Jawa Timur menjadi viral di media sosial.

Rumah itu milik wanita bernama Sugiati (43).

Rumah Sugiati dirobohkan oleh anak kandungnya, KR atau Khoirul Ramadani (24) menggunakan buldoser.

Sugiati pun mengungkapkan isi hatinya.

Rumah Sugiati, warga Dusun Gadungan, Desa Karanganyar, Kecamatan Poncokusumo kini hanya tersisa puing-puing bangunan dan ruang dapur di sisi belakang.

Rumah itu pada Jumat (17/5/2024) diratakan dengan alat berat berjenis backhoe, atas permintaan anaknya.

Kini, Sugiati bersama keluarganya tinggal di rumah orang tuanya, Tono (73) yang berdampingan dengan rumah tersebut.

Menurut Tono Sugiarti masih kerap menangis sedih akibat pembongkaran rumah yang dilakukan anak kandungnya.

Baca juga: Ditinggal 2 Tahun, Mbah Siyem Nangis Tanahnya 1,7 Hektar Kini Jadi SD dan Kolam, Pemdes: Ambil Alih

"Kalau masalah bangunan rumahnya, kami sudah ikhlas. Lagipula selama kita sehat, kita bisa usaha untuk membangunnya kembali," ungkapnya Tono, melansir dari Kompas.com.

Namun, kesedihan yang dirasakan Sugiati, menurut Tono adalah ketegaan anaknya yang telah membongkar rumah tersebut menggunakan buldoser.

"Kalau pembongkaran rumah ini sudah kami rundingkan dan kami sepakati antara Sugiati dan Dani (sapaan akrab Khoirul Ramadani)."

"Namun bayangan kami pembongkaran itu dilakukan secara manual, agar sisa-sisanya masih digunakan lagi oleh Dani untuk membangun rumah di Kecamatan Pagelaran," terangnya.

"Namun ternyata pembongkaran itu dilakukan dengan menggunakan backhoe," imbuhnya.

Ketika backhoe itu sekonyong-konyong datang dan membongkar rumah Sugiati, keluarganya terkejut.

Beberapa kali, keluarga mengalihkan Sugiati dari lokasi pembongkaran agar tidak melihat proses pembongkaran tersebut.

"Saat itu, Dani naik di atas backhoe itu. Kami alihkan ibunya ke rumah keluarga yang jauh, agar tidak bersedih melihat proses pembongkaran," jelas Tono.

Tono menyebut, sebelum pembongkaran itu, Khoirul Ramadani memang sempat datang ke Sugiati, meminta bagian harta gono gini atas ayahnya, Yono Mitro.

Sugiati dan Yono Mitro dulunya adalah pasangan suami istri, hingga dikaruniai seorang anak, Khoirul Ramadani.

Baca juga: Kesabaran Yuli TKW di Taiwan Rawat Majikan Sakit, Kini Dapat Warisan Rp 1 M, Bosnya Aktor Kondang

Namun, mereka bercerai dan Khoirul Ramadani tinggal bersama ayahnya di Kecamatan Pagelaran.

Sugiati menikah lagi dan tinggal di rumah yang dibongkar pada Jumat lalu. Dari hasil pernikahannya yang kedua, Sugiati dikaruniai seorang anak perempuan.

"Beberapa waktu lalu, Dani datang meminta bagian harta gono gini kepada ibunya (Sugiati) sebesar Rp 50 juta karena ia bilang hendak membangun rumah di Pagelaran."

"Namun, ibunya tidak sanggup, dan menawarkan senilai Rp 25 juta," terang Tono.

Namun, saat itu Khoirul Ramadani menolak tawaran dan mengusulkan untuk membongkar rumah yang ditinggali oleh ibunya.

Karena merasa rumah itu dibangun dari hasil usaha Sugiati dan suami yang pertama, Yono Mitro.

"Ibunya mengiyakan kalau memang keinginan anaknya membongkar rumah ini. Bayangan kami pembongkaran dilakukan secara manual, agar sisa-sisanya masih digunakan lagi oleh Dani untuk membangun rumah di Kecamatan Pagelaran. Tidak tahunya dibongkar menggunakan alat berat," pungkasnya.

Sementara itu Kepala Desa Karanganyar, Edi Suprapto mengatakan masalah antara Sugiati dan Khoirul Ramadani telah dimediasi di Polsek Poncokusumo, Minggu (19/5/2024) malam.

Dari hasil mediasi itu, keduabelah pihak sepakat berdamai, dibuktikan dengan Surat Kesepakatan Bersama.

"Keduanya sama-sama sepakat untuk berdamai. Pihak Sugiati ikhlas dengan pembongkaran itu dan tidak akan menuntut di kemudian hari."

"Sedangkan pihak Khoirul Ramadani telah meminta maaf dan tidak akan menuntut harta gono goni lagi kepada ibunya di kemudian hari," jelas Suprapto.

Kesepakatan itu dihadiri kedua belah pihak, antara keluarga Sugiarti dan keluarga Khoirul Ramadani.

"Juga dihadiri oleh ayah Khoirul Ramadani, Yono Mitro," jelasnya.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com

Berita Terkini