Berita Viral

Penjelasan Kepsek soal Siswi SMA Tak Naik Kelas karena Ayah Laporkan Pungli, Sebut Tak Masuk 52 Hari

Penulis: Ani Susanti
Editor: Mujib Anwar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Penjelasan Kepsek soal Siswi SMA Tak Naik Kelas karena Ayah Laporkan Pungli

TRIBUNJATIM.COM - Inilah penjelasan kepsek soal siswi SMA tak naik kelas karena ayah laporkan pungli atau pungutan liar.

Kepala SMAN 8 Medan bernama Rosmaida Asianna Purba itu akhirnya muncul ke publik.

Ini setelah kasus siswi berinisial MSF yang tak naik kelas diduga karena ayahnya laporkan kasus pungli sang kepsek.

Ayah MSF yang berma Choku Indra tak terima dan mendatangi sekolah.

Atas tuduhan Choky, Rosmaida Asianna membantah siswanya tidak naik kelas karena dirinya terlibat kasus dugaan pungli.

Menurut Rosmaida, keputusan MSF tidak naik kelas diambil setelah rapat pleno bersama seluruh tenaga pendidik SMAN 8 Medan.

"Ada tiga kriteria untuk menentukan kelulusan siswa. Siswi yang bersangkutan itu terkena kriteria kehadiran," ujar Rosmaida saat memberikan keterangan pers di SMA N 8 Medan, Senin (24/6/2024), dikutip dari Tribun-Medan.

"Karena dalam satu tahun total ketidakhadirannya tanpa keterangan mencapai 34 hari," lanjutnya.

Baca juga: Nasib Siswi SMA Tak Naik Kelas karena Ayah Laporkan Kepsek Pungli, Heran soal Absen, KPAI Bertindak

Rosmaida merinci ketidakhadiran MSF dalam semester pertama yaitu mencapai 11 hari, sementara pada semester kedua sebanyak 23 hari.

"Itu tanpa keterangan, sementara kalau izin dan sakit itu totalnya 18 hari. Jadi dia tidak hadir dalam satu tahun itu ada 52 hari," katanya.

Rosmaida menjelaskan, jumlah hari aktif belajar dalam satu tahun adalah 266 hari.

Dalam kurikulum 2013, kata Rosmaida, maksimal absensi siswa adalah 10 persen dari total hari aktif belajar mengajar.

Rosmaida menuturkan, berdasarkan Permendikbud Nomor 23 tahun 2016 butir E di pasal 10 bahwa kenaikan kelas ditentukan berdasarkan rapat dewan pendidik atau rapat dewan guru.

"Dari tiga kriteria itu, siswi ini terkena di poin ketidakhadiran. Bukan di poin nilai, meskipun urutannya secara nilai dia peringkat 28 dari 30 siswa," ucapnya.

Baca juga: Terseret Kasus Pungli PTSL, Kepala dan Sekretaris Desa Kletek Ditahan Kejari Sidoarjo

Terkait kasus dugaan pungli yang melibatkan dirinya, Rosmaida membenarkan bahwa dirinya dilaporkan ke polisi.

Rosmaida mengatakan, dirinya sudah menjalani persidangan dengan agenda pemberian keterangan.

"Februari itu saya memang dilaporkan, saya sudah sampaikan semua keterangan," ungkap Rosmaida.

"Tapi yang saya sayangkan kenapa harus dilibatkan siswi ini, dia masih di bawah umur, dia di sini untuk belajar, itu yang saya kecewa," katanya.

Dia juga menjelaskan bahwa MSF mulai sering tidak hadir sejak Februari, setelah dirinya dilaporkan ke polisi.

"Kami kirimkan surat pemanggilan ke orangtuanya untuk menanyakan penyebab kehadiran. Tapi tidak ada hadir orangtuanya," katanya.

Rosmaida berharap tidak ada lagi pihak yang menyangkutpautkan dirinya dilaporkan ke polisi dengan ketidaklulusan MSF di kelas XI.

"Saya berharap tidak ada lagi disangkutpautkan. Karena itu murni karena absensi, tidak ada karena unsur lain. Itu semua tidak benar," pungkasnya.

Sebelumnya, Kabid SMA Disdik Sumut, M Basir Hasibuan juga membenarkan adanya laporan terkait dugaan pungli oleh orang tua siswa terhadap kepala SMAN 8 Medan.

"Yang pertama memang orangtua (siswa itu) pernah melaporkan Kepsek SMA 8 Medan), itu benar," ujar Basir, dikutip dari Kompas.com, Minggu (23/6/2024).

Namun, Basir tidak mendetailkan bentuk laporan korupsi yang dimaksud, naman kata dia, Kepsek tersebut membantah tidak menaikkan siswa M lantaran laporan itu.

Sebelumnya, kasus siswa tidak naik kelas di SMAN 8 Medan ini diunggah oleh akun X @_NeverAlonely.

Dalam videonya, tampak orangtua siswa bernama Choky Indra dengan tampang kesal, mendatangi gedung sekolah SMA Negeri 8 Medan.  

"Karena saya melaporkan kepala sekolah, kasus korupsi dan pungutan liar karena saya nggak mau berdamai, sama dia, dibuat tinggal kelas (anak) saya, alasannya (karena) absen," ujar Choky di dalam video itu.

Baca juga: Ibu Nangis Kena Pungli Rp70 Juta saat Anaknya Ikut Tes Satpol PP, Bupati Prihatin: Kok Ya Tega

Lalu Choky, juga mencari Kepsek maupun guru SMA Negeri 8 Medan, namun tidak ada yang menanggapinya.

"Jangan lari kalian sampai mana pun saya kejar kalian," ujar Choky, kepada seorang guru yang enggan ditemui.

Di video itu juga terlihat, anak Choky, berinisial M, yang mengaku heran kenapa dia sampai tidak naik kelas.

Sementara itu, M merasa nilainya selama ini baik-baik saja sehingga keputusan sekolah tidak menaikkan dirinya pun menjadi tanda tanya.

"Sebenarnya salah saya apa, nilainya saya bagus, semua di situ kan, semester lalu nilai saya ada yang 90, kenapa saya bisa tinggal kelas," ujar M.

Kasus Lain

Di tahun 2023 lalu, video adanya pungutan liar Rp 2,8 juta per siswa di SMK Negeri 1 Depok yang dikeluhkan orang tua murid viral di media sosial.

Para orang tua siswa mengecam keras pungutan itu karena membebani mereka.

Dalam video para orang tua menolak keras adanya pungutan itu saat rapat dengan pihak sekolah dan komite sekolah.

Hal ini juga mendapat sorotan dari anggota Komisi D DPRD Kota Depok Ikravany Hilman.

Pada Senin (11/9/2023) kemarin, Ikravany mendatangi SMK Negeri 1 Depok untuk melakukan klafikasi atas persoalan ini

"Ada informasi kepada kami soal sumbangan, jadi saya datang ke sana. Walaupun SMK/SMA itu kewenangan provinsi, yang sekolah di sana kan warga Depok," kata Ikravany saat dikonfirmasi, Selasa (12/9/2023).

Baca juga: Mbah Mardiana Bingung Dipalak Satpol PP Rp 3 Juta, Janji Urus Izin Bangunan, Kini Uang Dikembalikan

Politisi PDIP ini mengaku ditemui Wakil Kepala SMKN 1 Depok Bidang Kemitraan, Enden.

"Klarifikasi yang saya terima, ini sumbangan. Kalau sumbangan maka dia bersifat sukarela sehingga tidak pemaksaan. Selain itu tidak ada implikasi terhadap proses belajar mengajar bagi siswa yang tidak mampu bayar," ujarnya.

Ikra mengaku sudah menyampaikan klarifikasi ini kepada seluruh orang tua siswa.

"Tidak ada sumbangan yang sifatnya wajib dan mengikat. Tetapi ada kebutuhan sekolah, itu betul sehingga butuh sumbangan yang sifatnya sukarela," jelasnya.

Dia menjelaskan SMKN 1 Depok mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang tidak bisa dibiayai oleh dana (Bantuan Operasional Sekolah).

"Sekolah butuh sekitar Rp 4 miliar. Untuk apanya, saya belum tahu pasti, belum ada informasi soal itu. Tetapi yang pasti ini kebutuhan selama setahun diluar yang dibiayai oleh BOS," ungkapnya.

Baca juga: Kecolongan Pungli KTP di Disdukcapil Kabupaten Malang, Inspektorat Perketat Pengawasan OPD

Menurut Ikra, secara perundangan, sekolah memang dibolehkan untuk melakukan penggalangan dana. Namun tidak boleh ada pungutan yang bersifat memaksa.

"Sekolah negeri bisa meminta sumbangan dari pihak ketiga, misalnya perusahaan-perusahaan lewat CSR (corporate social respinsibility)," paparnya.

Ketua Fraksi PDIP DPRD Kota Depok ini meminta pemerintah Kota Depok turun tangan mengupayakan bantuan pendidikan lewat CSR ini.

"Walaupun ini kewenangan provinsi, kalau memang peduli pada anak-anak Depok yang sekolah di sana, ya upayakan dong lewat CSR. Perusahaan-perusahaan di sini kan di bawah pembinaan Pemerintah Kota Depok. Jadi harusnya bisa bantu lewat CSR," tutur Ikra.

Tak hanya itu, dia juga meminta pemerintah provinsi Jawa Barat untuk melihat lagi kebijakan mereka terhadap sekolah-sekolah.

Apalagi hasil riset menunjukkan biaya pendidikan untuk anak SMA saat ini sekitar Rp 6 juta per siswa. Sementara dana yang diturunkan per siswa hanya  sekitar Rp 2 juta

"Kalau memang gratis, pemprov Jawa Barat harus pastikan dana BOS memadai," tandas Ikra.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Berita Terkini