Berita Sidoarjo

Terungkap Pengunaan Dana Pemotongan Insentif ASN BPPD Sidoarjo, untuk Kegiatan Gus Muhdlor

Penulis: Luhur Pambudi
Editor: Samsul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo, Ari Suryono terdakwa kasus dugaan korupsi pemotongan dana insentif ASN BPPD Sidoarjo, yang menyeret Eks Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, kembali menjalani sidang lanjutan di Ruang Sidang Candra Kantor Pengadilan Tipikor (PN) Surabaya, Senin (22/7/2024)

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Terungkap penggunaan aliran dana sekitar Rp8,5 miliar hasil pemotongan dana insentif ASN Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo, yang juga menyeret Eks Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor ke KPK.

Ternyata, beberapa aliran dana hasil pemotongan insentif tersebut, tersalurkan dalam mendukung kegiatan kepala daerah bernama lengkap Ahmad Muhdlor Ali.

Temuan keterangan tersebut disampaikan oleh salah seorang saksi Setya Handaka, Kepala Bidang Pendapatan Daerah 2 (PD2) BPPD Kabupaten Sidoarjo.

Saksi Setya Handaka menyampaikan saat menjadi saksi dalam sidang lanjutan Eks Kepala BPPD Kabupaten Sidoarjo Ari Suryono dan Eks Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD Kabupaten Sidoarjo Siska Wati di Ruang Sidang Candra Kantor Pengadilan Tipikor (PN) Surabaya, Senin (22/7/2024) siang.

Kesaksian tersebut juga tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Saksi Setya Handaka. Bahkan, BAP yang menyebutkan informasi tersebut, sempat juga dibacakan oleh JPU KPK.

Baca juga: KPK Beri Rapor Merah, Plt Bupati Sidoarjo Deklarasi Anti Korupsi dan Pasang Stiker di Kantor Dinas

"BAP; saya diberitahu Pak Ari penggunaan support kegiatan bupati ahmad mudhlor," saat JPU KPM membacakan BAP di ruang sidang.

Kemudian, Saksi Setya Handaka menjelaskan, dirinya tidak mengetahui secara detail penggunaan uang tersebut.

Namun, ia sempat mendengarkan keterangan dari Terdakwa Ari Suryono bahwa penggunaan uang tersebut juga berkaitan dengan memberikan dukungan kepada Bupati Sidoarjo.

"Kalau detailnya saya enggak tahu. Intinya kami mendengar dari Pak Ari. Ya ini untuk support itu (Pak Bupati)," katanya.

"Buat support. Setahu saya, cuma dengar dengar dari teman-teman," ujarnya.

Saksi Setya juga tak menampik, pernah ada pengumpulan uang antar kabid masing-masing Rp25 juta, hingga bernilai Rp100 juta yang ternyata diberikan untuk pihak kejaksaan.

"Setelah apel dikumpulkan di ruang pelayanan. Intinya diminta uang, Rp100 juta. Waktu itu ada yang minta dari Kejaksaan. Ada 5 kabid. Saya Rp25 juta, dan kabid kabid Rp25 juta. Pak kaban menyampaikan ada permintaan. Dari kasi intel, namanya AE (inisial). Kita gak pikir ikhlas atau engga. Pokoknya kami kumpulkan," jelasnya.

Namun, Saksi Setya menambahkan, penggunaan uang tersebut juga diperuntukkan untuk membiayai kegiatan di lingkungan kantor yang sejak awal tidak dianggarkan oleh APBD.

Baca juga: Sidang Dakwaan Eks Kepala BPPD Sidoarjo yang Seret Gus Muhdlor Karena Potong Insentif ASN 

Seperti, kegiatan peringkat hari kemerdekaan setiap Bulan Agustus. Kemudian, pemberian penghargaan terhadap pegawai yang berprestasi dan yang akan pensiun.

"Penggunaan buat apa. Secara detail saya enggak tahu. Secara umum banyak kegiatan, seperti pemberian penghargaan ke karyawan prestasi. Makan-makan saat 17-an. Operasional kantor juga," terangnya.

Saksi Setya menerangkan, pemotongan insentif tersebut dilakukan setiap tiga bulan sekali. Terkadang sebelum ada proses penarikan, sudah muncul pemberitahuan.

Ia tidak banyak menanyakan banyak hal terkait asal muasal kebijakan pemotongan insentif tersebut. Termasuk kegunaannya.

Pasalnya, Saksi Setya mengaku sebagai pejabat baru kala itu, pertama kali menjabat sejak Januari 2023 hingga sekarang.

"Saya dikumpulkan Bu Siska. Di ruang rapat. Bersama yang lain," ungkapnya.

Informasi mengenai pemotongan insentif tersebut, lebih banyak disampaikan oleh Terdakwa Siska Wati.

Saksi Setya menerangkan, proses pemotongan insentif tersebut terdapat sebuah daftar potongan insentif yang juga dialami oleh bidang-bidang.

Penjelasan yang diperolehnya atas potongan insentif tersebut secara garis besar disebut sebagai sedekah. Namun, besaran potongan insentifnya telah ditentukan.

"Saat cair. Lalu masing-masing bidang diberi daftar. Nama nominal. Itu daftar uang yang harus dikumpulkan. Istilahnya sodaqoh, tapi ditentukan nilai. Saya enggak tanya. Karena saya baru di OPD itu. Dan ini sudah ada dan sebelumnya sudah ada. Itu disampaikan Bu Siska," katanya.

Kemudian, saat setelah terjadi Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, Saksi Setya menjelaskan, pihak atasannya sempat memberikan sebuah daftar nama berisi surat pernyataan kesediaan ikhlas atas adanya pemotongan insentif tersebut.

"Iya ada surat pernyataan. Surat pernyataan bahwa memberikan potongan secara sukarela. Januari 2024. Pak Anjar PJ sekda, mengumpulkan di ruang rapat. Intinya memberi pengarahan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat," tuturnya.

"Saya tidak membuat surat pernyataan. Cuma diminta tanda tangan, bahwa potongan itu diikhlaskan. Saya disodorkan Pak Surhendro, karena teman-teman sudah tanda tangan, maka saya ikut," pungkasnya.

Kemudian, ada juga saksi lain, ASN BPPD Sidoarjo Heru, yang menyebutkan bahwa dirinya pernah mendengar curahan hati Terdakwa Siska Wati yang mengalami kesulitan memperoleh informasi terkait pengggunaan uang hasil potongan insentif tersebut.

"BAP 9: Ari Suryono beri teguran soal mempertanyakan penggunaan insentif. Iya pernah curhat," ujar Saksi Heru.

Menanggapi hasil pemeriksaan terhadap para saksi. Terdakwa Siska Wati menampik bahwa cuma dirinya saja yang mengetahui adanya pemotongan insentif tersebut.

Ia menganggap empat orang saksi yang diperiksa hari ini, mengetahui setiap mekanisme pemotongan insentif tersebut.

Karena sebelum proses pencairan insentif terjadi hingga nantinya dilakukan pemotongan. Terdakwa Siska Wati selalu melakukan rapat bersama para kabid yang kini menjadi saksi.

"Setiap akan melakukan pencairan. Kita akan merapatkan pemotongan. Yang lain tahu semua. Kecuali Pak Handaka, dia cuma 2 kali hadir rapat. Kalau Pak Heru yang paling banyak tahu," ujar Terdakwa Siska Wati, dalam kesempatannya meninjau hasil pemeriksaan.

Kemudian, giliran Terdakwa Ari Suryono, bahwa dirinya menegaskan, tidak pernah bertindak secara otoriter untuk menghalangi anak buahnya mengetahui peruntukan potongan insentif tersebut.

"Saya tidak pernah harus otoriter. Paran kabid turut menghitung besarannya, dan pertimbangan pemotongannya. Saya enggak pernah menyuruh Pak Heru untuk dilakukan transparansi. Jadi di BAP beliau; saya melarang melakukan transparansi soal penggunaan uang. Tidak ada," kata Terdakwa Ari Suryono.

Kemudian, mengenai peruntukan uang hasil pemotongan insentif tersebut. Terdakwa Ari Suryono menyebutkan, uang tersebut dipakai untuk membiayai para pegawai untuk melakukan perjalanan liburan ke Yogyakarta, dan ada juga yang dipakai untuk melakukan membayar THR.

"Dipakai ke Yogyakarta, ke Merapi. Dipakai THR untuk bingkisan ke teman Rp45 juta per THR," pungkasnya.

Lalu di lain sisi, Penasehat Hukum (PH) Siska Wati, Erlan Jaya Putra mengatakan pihaknya menyayangkan pihak penegak hukum KPK hanya setengah-setengah melakukan penyidikan atas kasus tersebut.

Pasalnya, Terdakwa Siska Wati merupakan pejabat Eselon IV yang tidak banyak tahu mengenai pemotongan insentif tersebut.

Selain itu, terdapat para pejabat lain yang lebih berwenang yang juga mengetahui adanya praktik pemotongan tersebut.

"Seharusnya kalau ditinjau secara jelas. Gamblang. Bahwa yang jadi tersangka harusnya banyak. Kalau penegakkan hukumnya benar. Oleh karena itu kami beranggapan bahwa perkara ini sarat akan politik. Nuansa politiknya tinggi," katanya seusai sidang.

Tak cuma itu, PH Erlan juga menghendaki pihak KPK mengusut ke mana saja aliran dana pemotongan insentif tersebut. Terutama yang diduga mengalir kepada pihak instansi lain.

"Ya semuanya harus diusut. Terutama anggaran-anggaran di luar internal dadi BPPD. Ada yang mengalir ke seorang oknum jaksa dan sebagainya. Jadi pada prinsipnya, bahwa telah terjadi diskriminasi di sini. Dan perkara ini sarat akan politis. Kan ada bupati di sini, kenapa ada Siska. Siska hanya korban. Korban dari kebijakan yang hanya, sebagian kecil diambil di sini," pungkasnya.

Sementara itu, JPU KPK Zaenal Abidin mengatakan, pihaknya masih memeriksa para saksi dari pihak BPPD Sidoarjo, atas adanya pemotongan insentif yang dilakukan Terdakwa Siska Wati atas permintaan Terdakwa Ari Suryono.

Mengenai soal adanya fakta persidangan aliran dana kepada pihak kejaksaan. Zaenal masih belum ada rencana untuk menghadirkan saksi dari pihak kejaksaan tersebut.

"(Sudah dikembalikan) kita belum sampai ke sana. (Kasi intel jadi saksi) nanti kita lihat ke depan. Kita belum sampai ke sana, karena kita masih tahap awal untuk memeriksa saksi-saksi yang ada," ujar Zaenal di luar ruang sidang.

Dalam sidang lanjutan tersebut, terdapat empat orang saksi. Ninik Sulastri, kepala bidang pajak 3 BPPD Kabupaten Sidoarjo, Susi wulandari Sekretaris Camat Kota Sidoarjo dan mantan Kabid Pengendalian BPPD Kabupaten Sidoarjo 2019-2020.

Lalu, Setya Handaka, Kepala Bidang Pendapatan Daerah 2 (PD2) BPPD Kabupaten Sidoarjo. Dan, ASN BPPD Sidoarjo Heru.

Sekadar diketahui, dikutip dari Tribunnews.com, KPK mengungkap modus picik eks Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor yang menyunat gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemkab Sidoarjo.

Ali Fikri, Juru Bicara KPK kala itu, menjelaskan korupsi yang menyeret Gus Muhdlor terungkap setelah KPK menangkap dua anak buah Bupati Sidoarjo tersebut.

Keduanya adalah Siska Wati, yang menjabat Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo dan Kepala BPPD Kabupaten Sidoarjo Ari Suryono.

Ari Suryono diduga berperan memerintahkan Siska Wati untuk melakukan penghitungan besaran dana insentif yang diterima para pegawai BPPD Sidoarjo sekaligus besaran potongan dari dana insentif tersebut.

Pemotongan dana insentif itu, diduga diperuntukkan bagi kebutuhan Ari Suryono dan Gus Muhdlor.

Nah, besaran potongan tersebut, berkisar antara 10-30 persen, sesuai besaran insentif yang diterima.

Agar tak dicurigai, Ari Suryono memerintahkan Siska Wati untuk mengatur mekanisme penyerahan uang terdekat dilakukan secara tunai, dan dikoordinasi oleh setiap bendahara yang telah ditunjuk, yang berada di tiga bidang pajak daerah dan bagian sekretariat.

Ari Suryono disebut aktif melakukan koordinasi dan komunikasi mengenai distribusi pemberian potongan dana insentif pada bupati melalui perantaraan beberapa orang kepercayaan bupati.

Khusus pada tahun 2023, Siska Wati mampu mengumpulkan potongan dan penerimaan dana insentif dari para ASN sejumlah sekitar Rp2,7 miliar.

Berita Terkini