Berita Surabaya

Mbah Sumiyati Bingung Rumahnya Jadi Milik Tetangga, Harusnya Dapat Rp 2,8 M dari Proyek Underpass

Penulis: Ani Susanti
Editor: Mujib Anwar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mbah Sumiyati Bingung Rumahnya Jadi Milik Tetangga, Harusnya Dapat Rp 2,8 M dari Proyek Underpass

TRIBUNJATIM.COM - Mbah Sumiyati (60) bingung rumahnya tiba-tiba diklaim jadi milik orang lain.

Rumah Mbah Sumiyati kini diakui menjadi milik Watini, yang dulu adalah tetangganya.

Kini Mbah Sumiyati bingung, lantaran rumah yang ia tempati terkena proyek underpass Pemkot Surabaya.

Di mana harusnya ia akan mendapat ganti rugi Rp 2,8 miliar.

Mbah Sumiyati, yang tinggal di Jalan Jemur Gayungan Gang I No 6 RT 1 RW 03, Kelurahan, Kecamatan Gayungan, Kota Surabaya menceritakan kronologinya.

Mbah Sumiyati mengaku bahwa surat kepemilikan rumah tak ada di tangannya.

Surat tersebut diambil oleh tetangganya, yang kini tinggal di Sidoarjo.

Sumiyati tidak bisa mengingat dengan pasti kapan surat itu berpindah tangan.

Yang ia ingat adalah pada tahun 2019.

"Tetangga saya Agus itu datang ke rumahnya dan meminta surat tanah. Dua hari kemudian, istrinya, Watini, datang juga untuk meminta surat tanah tersebut," ujarnya.

Baca juga: Pembebasan Lahan Proyek Tol Kediri-Kertosono Tinggal 2 persen, Pemilih Lahan Setuju Uang Ganti Rugi

Saat itu, Sumiyati tidak merasa curiga.

Ia dan Watini sudah bertetangga sejak kecil dan pernah tinggal di kampung yang sama.

Namun, Watini telah pindah ke Sidoarjo setelah rumahnya menjadi bagian dari Jalan Frontage Ahmad Yani. 

Ketika Watini dimintai surat tanah posisinya sudah janda, tidak ada suami yang bisa diajak berdiskusi mengenai hal ini.

Berita tentang proyek underpass dari Pemkot Surabaya akhirnya sampai ke telinga Sumiyati dan Watini.

Terdapat 23 rumah, termasuk rumah Sumiyati, yang akan terdampak proyek tersebut.

Rumah Sumiyati, yang berukuran 119 meter persegi, akan diganti dengan nilai Rp 2,8 miliar. 

Baca juga: Mbah Sutaja Bingung Tanahnya Jadi Milik Anggota DPRD, Sertifikat Dulu Dipinjam dan Dapat Rp 130 Juta

Sumiyati kemudian diberi tahu oleh Watini bahwa rumah yang ia tempati hanya numpang, sedangkan surat atas nama Watini.

"Padahal rumah yang tak tempati itu warisan dari orang tua. Sarmini dan Tarmidi. Orangtua Sumiyati sendiri menerima rumah tersebut dari kakek-neneknya, Martini dan Mat Ngali," terangnya.

Hingga akhirnya ketika warga diminta untuk menandatangani appraisal di Pemkot Surabaya, Watini bersama Agus datang menjemputnya dengan mobil.

Mereka pulang bersama setelah urusan di Pemkot selesai.

Dalam perjalanan pulang, Watini meminta Sumiyati untuk menyerahkan dokumen appraisal, dengan alasan akan diurus penetapan waris. 

"Saya waktu itu percaya aja karena memang salah satu syarat pencairan dana adalah adanya hak waris, sedangkan rumahnya (yang ia tahu) masih atas nama orang tua," ucapnya.

Sekarang, Sumiyati merasa frustasi karena ketika ia meminta kembali surat rumahnya, namun hanya fotokopi yang diberikan.

Sementara surat asli masih dibawa oleh tetangganya.

Ketika Agus dikonfirmasi mengenai hal ini, ia enggan memberikan jawaban yang jelas dan menyatakan bahwa masalah hak kepemilikan adalah urusan privasi keluarga mereka.

"Benar tidaknya itu tidak penting," ujarnya.

Sementara itu, di tengah kabar bahwa Pemkot Surabaya telah mencairkan dana pembebasan 22 persil lahan di Jemur Gayungan RT 01 RW 03 untuk proyek underpass, muncul fakta bahwa tidak semua warga bernasib sama.

Baca juga: Wanita Semarang Lemas usai Beli Tanah Rp 800 Juta ke Kades, Baru Sadar Apes saat Temui Pemilik Asli

Sebanyak 11 pemilik rumah di sekitar Bundaran Dolog atau Taman Pelangi, termasuk Sumiyati sedang menghadapi sengketa lahan.

Berdasarkan data dari Pengadilan Negeri Surabaya, gugatan tersebut diajukan oleh Musikah.

Musikah mengklaim memiliki lahan seluas 3.116 meter persegi berdasarkan Surat Tanda Hak Milik (STHM) nomor Ka./Agr/627/HM./60.

Meskipun para tergugat awalnya dinyatakan menang, penggugat mengajukan banding.

Informasinya, Musikah masih memiliki hubungan keluarga dengan Watini dan Agus. (Tony Hermawan)

Baca juga: Kakek 56 Tahun Lemas Kehilangan Rp1,1 Miliar, Penipu Janjikan Rumah dan Ruko, Ambil Foto dari Google

Sebelumnya, seorang pria bernama Mbah Sutaja Mangsur mengaku menjadi korban kasus jual beli tanah.

Pria berusia 70 tahun itu kaget tanahnya menjadi milik anggota DPRD Kebumen berinisial K.

Pasalnya, warga Dukuh Kragapitan, Desa Seliling, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah itu mengaku sertifikat tanahnya sempat dipinjam oleh perantara.

Atas ini, Mbah Sutaja Mangsur pun melaporkan K ke Polda Jawa Tengah.

 K yang merupakan Fraksi PDI dilaporkan atas dugaan tindak pidana penipuan dan atau penggelapan.

Adapun Surat laporan Kapolda Jateng Nomor : B/3643/III/RES.7.4/2024/DITRESKRIMUM/ tertanggal 27 Maret 2024.

Menurut Kartiko, kliennya tidak pernah menjual atau menghibahkan tanah miliknya.

Namun, kemudian tiba-tiba telah muncul sertifikat atas nama anggota dewan berinisial K.

"Intinya ada dugaan penipuan, ngakunya beli tapi tidak lunas, tapi tiba-tiba keluar akta jual beli," kata Kartiko saat dikonfirmasi Kompas.com pada Kamis (27/6/2024).

Sutaja mengaku harus kehilangan sertifikat tanah miliknya sendiri tanpa adanya proses jual beli.

Sertifikat sebidang tanah dengan luas 4.206 meter persegi atas nama dirinya, kini sudah berpindah tangan dengan berubah nama ke anggota DPRD Kebumen inisial K.

Sutaja menceritakan, kejadian ini bermula pada akhir 2021 lalu, ketika itu ia didatangi Daliman (60) warga Desa Surotrunan, sebagai perantara yang menawarkan tanah milik Sutaja Mangsur ke terduga inisial K.

Namun, berjalannya waktu Sutaja Mangsur sebagai pemilik sertifikat kaget ketika dirinya diberitahu kepala desa, bahwa Daliman sudah membuat surat jual beli tanah, yang berbunyi sudah dibayar lunas.

"Bilangnya ke saya pinjam sertifikat mas, tapi malah gak dikembalikan. Tau dari orang sertifikat saya malah sudah diganti nama dan dijual ke orang lain. Saya baru dititipi uang Rp130.000.000 secara bertahap, padahal sepakat nilainya akan dibayar Rp240.000.000, saya nggak terimanya di situ saya mas," ujar Sutaja Mangsur saat ditemui di rumahnya.

Sutaja mengaku tidak tahu menahu soal adanya surat jual beli tanah tersebut, ia baru mengetahuinya justru dari pihak pemerintah desa setempat.

Baca juga: Warga Protes Kejanggalan Jelang Ganti Rugi Tanah Proyek Tol, Curiga Ada Mafia Libatkan Pejabat

Padahal dirinya juga tidak pernah memberikan kuasa untuk surat perjanjian jual beli tanah tersebut kepada siapapun.

"Tapi saya tidak tahu, dikasih tahu terkait adanya surat jual beli tanah tersebut dari pihak desa. Padahal saya tidak pernah menyuruh atau membuat surat kuasa untuk buat surat perjanjian jual beli tanah tersebut," ungkapnya.

Sutaja juga mengatakan sudah berulang kali dirinya bersama anaknya mencoba untuk bertemu dengan terduga inisial K, namun selalu gagal.

Bahkan, Sutaja sudah pernah mendatangi Kantor DPRD Kebumen untuk bertemu, tapi lagi-lagi tidak bisa bertemu.

"Setiap kali saya datangi, lebih 20 kali tak datangi gak pernah ketemu dan selalu ada alasanya. Saya orang kecil selalu dibohongi. Untuk itu, saya pakai pengacara untuk membawa kasus ini ke polisi," jelasnya.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Berita Terkini