Berita Viral

28 Tahun Jualan Bubur, Amat Sukses Sekolahkan 3 Anak hingga Bisa Naik Haji, Tiap Dagang Pakai Jubah

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Amat jualan bubur selama 28 tahun berhasil menyekolahkan 3 anaknya hingga bisa naik haji.

TRIBUNJATIM.COM - Inilah kisah Amat penjual bubur 28 tahun.

Berkat jualan bubur puluhan tahun, Amat berhasil menyekolahkan ketiga anaknya.

Bahkan ia bisa menunaikan ibadah haji pada 2008 silam.

Kisah Amat ini sangat menginspirasi.

Hingga kini Amat masih berjualan bubur dengan menggunakan sepeda motor sebagai teman setianya.

Adapun Amat merupakan warga Kampung Air Tawak, Kelurahan Ranai Darat, Kecamatan Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepri.

Baca juga: Kakinya Lumpuh, Mbah Puji Berjuang Jualan Kerupuk Sambil Merangkak, Dapat Rp10 Ribu Per Hari

Tangan Haji Amat masih cekatan menyiapkan bubur pesanan pembeli.

Sepeda motor jadi teman setia pria kelahiran tahun 1954 itu saat berjualan bubur di seberang simpang empat Jalan Soekarno-Hatta, Kota Ranai.

‘’Buburnya berapa pak? Lima ribu saja satu bungkus,’’ ujar Haji Amat menyapa seorang pembeli.

Tak hanya bubur kacang hijau. 

Bubur ketan hitam dan kolak pisang ia jual hampir setiap hari.

Setiap pukul 17.00 hingga pukul 23.00 WIB, Haji Amat menjajakan jualannya. 

Haji Amat, penjual bubur di Kota Ranai, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) saat melayani pembeli, Senin (30/9/2024). (Tribun Batam/Birri Fikrudin)

"Kecuali hari Jumat, saya libur jualan. Alhamdulillah selalu habis terjual setiap hari," ucapnya, dikutip dari Tribun Batam pada Selasa (1/10/2024).

Awalnya, Haji Amat sempat berdagang keliling menggunakan sepeda mengelilingi permukiman penduduk.

Perlahan namun pasti, Amat membeli sepeda motor sebagai kendaraan untuk usahanya sejak 2008 hingga sekarang.

Haji Amat pun biasa mengenakan jubah dan kopiah putih.

Dagangan bubur yang dijualnya merupakan resep sendiri buatan istrinya.

Meskipun hanya berjualan bubur, hasil penjualan yang ia dapat masih mencukupi kehidupannya.

"Biasanya kalau habis semua sekitar Rp300 ribu. Sehari paling rendah Rp200 ribu," ungkapnya.

Untuk menambah penghasilan, Haji Amat juga menjual ayam kampung dan telur ayam sebagai pekerjaan sampingan.

Baca juga: Meski Usianya 80, Abah Yudin Masih Kuat Jualan Keripik Gendar Sehari Dapat Rp75 Ribu, Pengin Pensiun

Sebelumnya ia juga sempat berjualan dodol dan sayuran keliling.

Dari kerja keras dan semangatnya itu, Haji Amat berhasil menyekolahkan tiga anaknya.

Anak pertamanya kini bekerja di RSUD Natuna dan sudah menikah.

Anak perempuan keduanya juga telah menikah dan bekerja sebagai guru SD di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau.

"Anak saya yang ketiga laki-laki tamatan SMK. Alhamdulillah sudah bekerja," ujar Haji Amat.

Haji Amat juga menunaikan rukun Islam kelima dengan melaksanakan ibadah haji tepatnya pada 2008.

Keberangkatannya ke Arab Saudi setelah menjual salah satu tanah miliknya di Ranai.

Ia berharap bubur yang dijual tidak hanya membawa keberkahan baginya tetapi juga kepada pembeli.

"Untuk itu saya selalu mendoakan setiap orang yang membeli dagangan saya," pungkasnya.

Ilustrasi gerobak tukang bubur. (Kompasiana)

Sementara itu kisah lainnya, orangtua bertemu anaknya setelah 8 tahun.

Diketahui bahwa anak itu seorang tuna wicara.

Ia adalah DA dan berusia 15 tahun.

Selama ini DA hidup menggelandang di Pasar Mahbang, Kecamatan Sambungmacan, Sragen, Jawa Tengah.

Akhirnya DA bisa bertemu dengan orangtuanya setelah penjual bubur asal Desa Karanganyar, Kecamatan Sambungmacan, Kabupaten Sragen.

Selama hidup di Pasar Mahbang, Kecamatan Sambungmacan DA dirawat oleh Penjual bubur Saroh (34) dan suaminya Latip (41). 

Keduanya dengan ikhlas merawat seorang anak jalanan berkebutuhan khusus, yakni tuna wicara.

Saroh bercerita awalnya ia bertemu dengan DA saat sedang berjualan, DA sedang mondar-mandir di depan tempat ia berjualan.

Baca juga: Tiap Malam Zahra Jualan Kerupuk Rp10 Ribu Demi Bantu Orang Tua, Tak Malu: Sudah Terbiasa Hidup Susah

Kemudian, Saroh mendatangi DA dan bertanya kepadanya darimana ia berasal.

Ternyata DA tidak bisa berbicara dan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat.

"Ketemu anak itu di Pasar Mahbang, sekitar 3 pekan lalu, posisi dia wira-wiri, saya tanya kamu orang mana, jawabnya pakai bahasa isyarat, tidak bisa ngomong," kata dia, Senin (9/10/2023), dikutip Tribun Jatim dari Tribun Solo.

Saroh juga menanyakan di mana DA tidur, dan dijawab di emperan toko.

Saat ditanya soal orang tua DA, Saroh yang pada awalnya tidak memahami bahasa isyarat, sempat mengira orang tua DA sudah meninggal.

Meski bukan anak kandung, dengan rasa iba, Saroh dan sang suami mencoba merawat DA, dan tak luput memberi kasih sayangnya kepada DA.

"Tidurnya pindah ke dalam pasar, ada lincak (kursi bambu) ya tidur disitu, siangnya ngamen di lampu merah, sore di warung, ngobrol dengan ibu-ibu yang ada di pasar," jelasnya.

"Sekarang sudah seperti anak sendiri, karena sudah bersama lama," ujarnya.

Karena merasa iba melihat DA, Saroh sempat bertanya apakah mau tinggal di panti lagi.

Dijawab oleh DA, bahwa ia tidak mau tinggal di panti, dan memilih tinggal di Pasar Mahbang.

Pada siang hari, menurut Saroh, DA memilih mengamen.

Pada satu waktu, DA sempat mengumpulkan uang hingga Rp 500.000.

Namun, uang tersebut lenyap karena dipalak seorang pria bertato saat sedang mengamen.

Mendengar cerita tersebut, Saroh bersama ibu-ibu yang lain di pasar meminta izin kepada DA agar uangnya disimpan oleh mereka.

Setelah terkumpul cukup banyak, Saroh menanyakan uang tersebut akan digunakan untuk apa uang, dan DA meminta untuk dibelikan handphone.

"Jadi saya belikan dikonter, memang ingin HP, karena setiap malam itu kasihan, melamun sendiri, akhirnya saya belikan HP biar ada hiburan," ujar Saroh.

Menurut Saroh, DA sempat menerima perlakuan yang kurang menyenangkan, yang membuat DA takut tidur di pasar.

Saroh pun menyiapkan tempat tidur di kios miliknya yang berada di sekitar Pasar Mahbang, dan DA tidur di tempat tersebut sejak Sabtu (7/10/2023).

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com

Berita Terkini