TRIBUNJATIM.COM - Kisah siswa berhasil masuk IPDN ini bisa menjadi inspirasi.
Kegagalan yang dialaminya menjadikan pengalaman untuk berusaha lagi hingga akhirnya tercapai cita-cita.
Kisah ini datang dari Cresentia Sangur, putri Provinsi Papua Selatan, Kabupaten Merauke.
Ia akhirnya dikukuhkan sebagai praja pratama IPDN Angakatan XXXV.
Perjalanannya masuk Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) tidaklah mudah.
Ia pernah terpuruk karena gagal seleksi.
Baca juga: Rektor Tak Menyangka Dichat Mahasiswa Minta Jadi Menantunya usai Lulus Kuliah, Beri 3 Syarat
Diakui Cresentia, mentalnya down.
Namun akhirnya ia bangkit dengan lebih giat belajar secara otodidak.
Ia mengenal IPDN bermula mendapat cerita dari gurunya waktu SMP.
Guru SMP Cresentia bercerita bahwa anaknya sekolah di IPDN.
"Ibu bilang ke saya agar saya masuk juga ke IPDN," kata Cresentia seusai pengukuhan Praja Pratama IPDN Angkatan XXXV di Lapangan Parade, Kampus IPDN, Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Kamis (3/10/2024), dikutip dari Tribun Priangan.
Guru itu telah meninggal dunia.
Namanya, Tionar Sihombing.
Namun, cerita tentang IPDN membekas di hati Cresentia.
"Setelah SMA, saya persiapkan dari kelas 2 SMA, cari tahu informasi mengenai masuk ke IPDN," katanya.
Dia berkisah, ibu dan ayahnya masih ada.
Keduanya tidak datang ke Jatinangor untuk menghadiri pengukuhannya.
"Profesi ayah saya wiraswasta, servis elektronik di rumah. Orang tua tidak datang, mama dan bapa tidak datang saja, tidak dikasih tahu alasannya," katanya.
Daftar ke IPDN bukan kali pertama baginya.
Pada 2023, dia pernah mendaftar dan hanya sampai pada tes SKD.
"Sebelumnya saya pernah jatuh, pernah tahun lalu 2023, gagal. Saya lulus SMA di tahun itu ada pendaftaran IPDN, daftar tapi jatuh di perangkingan SKD,"
Baca juga: Digaji Rp 1,2 Juta, Guru yang Hukum Siswa Squat Jump 100 Kali hingga Meninggal Kini Tak Lagi Ngajar
"Saya masih sedih, kecewa pada diri sendiri bahkan mental down, tapi saya tidak mau berlarut-larut, saya tidak mau terpuruk, saya berubah,"
"Perbanyak olahraga, perbanyak belajar. Belajar otodidak sendiri, pakai aplikasi, video di yutube, persiapkan fisik dan mental," katanya.
Dia yakin, menjadi praja IPDN adalah cara untuk mengangkat derajat keluarganya.
"Karena ini yang harus saya capai dan ini harus sampai dapat untuk membanggakan kedua orag tua saya," kata anak sulung dari 7 bersaudara itu.
Dia mengatakan, ketiadaan ibu dan ayahnya di Jatinangor saat ini untuk menghadiri pengukuhan dirinya sebaga praja IPDN membuatnya sedih.
Tapi dia yakin, orang tuanya selalu mendoakannya.
"Perasaan sedih, tapi saya yakin di kota saya ada orang tua saya telah membawa saya di dalam doa, saya kuat di sini dan nanti ada ibu pengasuh di sini," katanya.
Baca juga: Fakta Belasan Siswa SMP Disuruh Tidur di Got, Kena Hukum TNI karena Balap Liar: Kasihan Ortu Kalian
Sementara itu kisah inspiratif juga datang dari seorang mahasiswa di Sulawesi Barat.
Ia kuliah sambil kerja menjadi tukang service AC.
Itu dilakukan untuk menyicil biaya kuliah.
Sosok mahasiswa nyambi kerja jadi tukang service AC tersebut bernama Muh Taswif Yusri (23).
Taswif merupakan mahasiswa jurusan Hukum Ekonomi Syariah (HES) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Majene.
Pekerjaan sebagai tukang service AC sudah dilakoni Taswif selama empat tahun.
Dalam sehari nyervis, Taswif mendapat bayaran Rp60 ribu.
Uang itu biasanya ditabung untuk nyicil biaya kuliah atau diberikan kepada sang ibu.
Taswif merupakan pemuda asal Desa Totolisi, Kecamatan Sendana, Kabupaten Majene.
Menurutnya, pekerjaan itu dijalani juga untuk membiayai kebutuhan hidupnya sehari-hari.
"Dalam kondisi ekonomi sempit apalagi sekarang saya cuman bersama ibu saya, maka saya harus pintar membagi waktu antara kuliah dan bekerja," katanya seperti dikutip Tribun Jatim dari Tribun Sulbar pada Sabtu (28/9/2024).
"Pekerjaan ini saya lakoni karena keterbatasan biaya saya untuk melanjutkan pendidikan," lanjut Taswif kepada wartawan.
Bagi Taswif, memilih pekerjaan sebagai tukang service AC tidak begitu sulit.
Sebab diakui Taswif, pengalaman dalam hal tersebut sudah matang.
Pekerjaan yang ditekuni oleh Taswif ini tidak hanya memperbaiki AC tetapi juga membersihkan.
Ia mengaku lebih sering dapat job membersihkan AC daripada memperbaiki.
Dengan pendapatan satu kali perbaikan AC sekitar Rp 60 ribu, ia sudah merasa cukup, meskipun pendapatan per bulan tidak menentu.
Terkadang, ia tidak menghabiskan uang hasil jerih payahnya.
Taswif memilih menabung ataupun diberikan kepada orangtua untuk disimpan.
"Dari hasil itu saya dapat menyicil biaya kuliah saya," ucapnya.
Lebih lanjut Taswif mengungkapkan, terkadang orang tuanya merasa cemas dia terlalu fokus pada pekerjaan dari pada kuliah.
“Saat seperti itu saya berusaha meyakinkan orangtua dengan bercerita kegiatan keseharian di saat kuliah juga kerja agar dia mengerti,” katanya.
Ia juga mengaku tidak kewalahan membagi waktu saat belajar, bekerja dan berorganisasi.
Meskipun sibuk dengan pekerjaannya, Taswif tetap aktif berorganisasi.
Ia merupakan anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), organisasi ekstra kampus yang membantunya belajar mengatur waktu.
“Setelah kuliah dan pekerjaan service AC selesai, saya kembali bergabung dengan teman-teman di HMI. Di sana, saya belajar membagi waktu,” tambahnya.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com