Namun, anggapan reklamasi bisa memberikan peningkatan kesejahteraan nelayan itu dibantah oleh Khatib.
Dia justru khawatir, proyek itu akan merusak laut dan ikan.
Praktis hal itu akan mengganggu mata pencaharian para nelayan.
"Selain itu, kami yakin kampung kami juga akan hilang. Karena luas rencana reklamasi itu sangat besar," ujarnya.
Sepanjang hearing itu berlangsung, para nelayan terus saling menyampaikan keluhan dan protes.
Alasan mereka pun seragam. Yakni, khawatir mata pencaharian sebagai nelayan terganggu lantaran reklamasi. Beberapa kali, rapat pun sempat memanas dan terjadi perdebatan.
Bahkan, nelayan menolak ketika PT Granting dipersilakan bicara hingga hearing usai.
Pada saat hearing berlangsung, warga yang hadir turut mempertanyakan andil Pemprov Jatim dalam proyek tersebut. Mulai dari regulasi dan semacamnya.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Jawa Timur, Muhammad Isa Anshori menjelaskan, rencana itu masuk proyek strategis nasional. Sehingga kewenangan berada di pemerintah pusat.
Lantaran diatur dalam regulasi pusat, maka praktis aturan di bawahnya bakal menyesuaikan, misalnya, Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Timur.
"Karena sifatnya strategis, maka seluruh perizinan dan sebagainya itu dikeluarkan oleh kementerian atau pemerintah pusat," ucap Isa.
Anik Maslachah, Ketua DPRD Jatim sementara menegaskan, sudah menampung seluruh aspirasi dari warga.
Seluruhnya akan disampaikan ke pemerintah pusat.
Anik pun sepakat bahwa apapun itu tidak boleh merugikan warga. Dewan pun bakal melakukan pendalaman.
DPRD pun memberi peluang bakal ada pertemuan lanjutan.