"Sudah ditangani organisasi PGRI dengan Diknas. Kita bingung juga ini, sudah diingatkan oleh organisasi PGRI kalau konfirmasi sudah lengkap di sana," kata La Ganefo.
Baca juga: Nasib Guru Sartika Dinonaktifkan saat Masih Mengajar di Sekolah, Kepsek Bingung: Saya Tak Terlibat
Ia menegaskan bahwa di sekolahnya tidak ada anjuran untuk terlibat dalam politik.
"Sebenarnya kalau masalah begini tidak, di sekolah itu (saya) tidak pernah anjurkan begini-begini. Saya memang kepala sekolah tapi tidak terlalu (terlibat) dengan politik," jelasnya.
Walaupun demikian, La Ganefo tidak membantah bahwa ia pernah mengingatkan Sartika mengenai keterlibatan suaminya dalam politik.
"Termasuk keponakan, tapi herannya kenapa langsung lempar (di medsos) tanpa konfirmasi," ujarnya. Dia meminta adanya klarifikasi lebih lanjut mengenai masalah ini agar dapat ditangani dengan baik.
Sebelumnya, 107 guru honorer di Jakarta dipecat secara "halus" di tahun ajaran baru karena kebijakan "cleansing".
Pemutusan kontrak massal ini membuat para guru honorer tak bisa lagi mengajar.
Padahal, tupoksi mereka bisa dibilang lebih berat dibanding yang berstatus PNS.
Kevin (bukan nama sebenarnya), seorang guru yang mengajar di salah satu sekolah negeri di Jakarta, menumpahkan keluh kesahnya menjadi salah satu guru yang diputus kontrak secara sepihak.
Ia telah mengabdi selama 4,5 tahun, tugasnya ternyata lebih dari hanya mencerdaskan anak bangsa.
Ia kerap disuruh-suruh karena statusnya sebagai honorer.
"Tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) kami (sebagai) guru honorer, lebih-lebih (banyak)."
"Kalau lagi disuruh-suruh, ya saya sindir, ‘Babu nih’."
"Soalnya pekerjaannya lebih-lebih dari orang (guru berstatus) PNS," kata Kevin kepada Kompas.com, Kamis (18/7/2024).
Nyatanya, tenaga pengajar yang berstatus PNS justru bermalas-malasan.