TRIBUNJATIM.COM - Seorang ayah membunuh anaknya yang suka lakukan kekerasan.
Pelaku adalah S (65), warga Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
S menyerahkan diri setelah membunuh anaknya, BH (38) pada Selasa (15/10/2024).
Alasan pembunuhan yang dilakukan S pun terungkap.
Melansir dari TribunJateng, S membunuh anaknya karena BH kerap melakukan kekerasan pada istri dan anaknya serta memukul ibunya.
Menurut S dia khilaf karena emosinya tak terbendung dengan perilaku anaknya.
"Emosi mendadak, anak di rumah ngamuk-ngamuk, tindakan spontan. Misal gak saya bunuh, di lain hari gak tenang keluarga saya. Saya misakke (kasihan) cucu dan menantu, menantu gak berani balik ke rumah diancam mau dibunuh. Ibunya juga pernah dipukul beberapa kali," kata S pada polisi.
Peristiwa tersebut terjadi di rumah S yang ada di di Desa Dersalam, Kecamatan Bae, Kabupatan Kudus.
BH adalah anak pertama dari tiga bersaudara.
Ia sudah berkeluarga dan tinggal di Ketanjung, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak.
Namun di hari kejadian, ia dan sang istri sedang berada di rumah S.
Baca juga: Warga Geram Soraki Ibu Tiri yang Bunuh Anak di Pontianak, Aksi Keji Lain si Pelaku Terungkap
Sebelum kejadian, BH marah kepada sang istri dan menyuruhnya mencari pinjaman Rp 600.000 untuk membayar utang.
Pertengkaran BH dengan istrinnya dilaporkan sang adik, MAA kepada sang ayah yakni S yang saat itu berada di luar rumah.
Mendengar laporan MAA, S pun segera pulang dan menghampiri anak sulungnya, BH yang ada di rumah.
S yang emosi ternyat mengambil linggis dari kandang ayam yang berada di belakang rumah.
"Sempat diingatkan anaknya MAA untuk mengurungkan niatnya, namun tersangka sudah terlanjur emosi," ujar Kapolres Kudus, AKBP Ronni Bonic.
Kapolres mengungkapkan, tersangka S sempat mengatakan kepada putra bungsunya MAA dengan kalimat "nek ora ngene, yo mben dino wonge ngamuk, misakke bojone bi ibuk.e nek dipateni'. Artinya, jika tidak seperti ini, setiap hari orangnya marah-marah, kasihan istrinya dan ibunya jika dibunuh.
Baca juga: Tak Terima Ditegur Bawa Selingkuhan ke Rumah, Ayah di Jombang Aniaya dan Ancam Bunuh Anak Gadisnya
Setelah melancarkan aksinya, S menyerahkan diri ke salah satu anggota kepolisian yang rumahnya tak jauh dari TKP.
Pihak Polres Kudus kemudian melakukan proses penyelidikan, olah TKP, pengamanan barang bukti, pemeriksaan saksi dan otopsi jasad korban.
"Motif tersangka melakukan tindak pembunuhan ada beberapa. Korban pernah mengancam ibu kandungnya dengan mengancam akan membakar rumah dan memukul adik-adiknya jika keinginan dia terkait pembagian waris tidak segera dipenuhi. Ibu kandungnya pernah dipukul korban dua kali dengan menggunakan tombak," kata dia.
"Istri korban sering diancam akan dibunuh dan sering terkena KDRT apabila yang diminta korban tidak dipenuhi. Adik kandung korban juga sering dapat ancaman dan pernah dipukul hingga trauma, kini selalu menghindar. Beberapa alasan tersebut melandasi tersangka S melakukan tindak kejahatan pembunuhan," tambah dia.
Sementara itu Kasatreskrim Polres Kudus, AKP Danail Arifin menambahkan korban merupakan residivis empat kasus pidana yang berbeda yakni tindak pidana pencurian parfum, pencurian burung berkicau, kasus penganiayaan guru SMK, dan terlibat kasus pencurian dengan kekerasan.
Korban juga pernah menjalani tahanan di Lapas Nusakambangan.
Saat ini korban tidak memiliki pekekerjaan tetap.
"Korban setiap dapat uang digunakan untuk mabuk-mabukan dan judi online, ditemukan di dalam HP.nya ada beberapa situs judi online," jelas dia.
Baca juga: Pengakuan Ayah di Tulungagung yang Diduga Bunuh Anak, Bisikan Gaib sampai Kesal Terus Diajak Bermain
Sebelumnya, kisah tragis serupa juga terjadi di Mijen, Semarang, Jawa Tengah.
Seorang pemuda bernama Guntur (22) tewas di tangan ayahnya, Sutikno (59), setelah korban mengancam adiknya dengan sebilah pisau.
Kejadian bermula ketika adik korban dihantam dengan piring oleh Guntur, yang diketahui seringkali mabuk dan melakukan kekerasan terhadap anggota keluarganya.
Sutikno, pelaku, merasa terpaksa untuk menghentikan aksi anaknya dan menggunakan sebatang kayu untuk melumpuhkannya agar tidak membuat onar lebih lanjut.
Namun, aksi tersebut malah berujung tragis, dan Guntur meninggal dunia akibat luka di kepala.
Wakapolrestabes Semarang, AKBP Wiwit Ari Wibisono, menjelaskan bahwa setelah Sutikno memukul Guntur, pisau yang dipegang korban terjatuh, namun pelaku masih melanjutkan tindakan kelebihan, menyebabkan kematian anaknya.
Dia berniat melumpuhkan korban agak tidak berbuat onar.
Namun aksinya kebablasan hingga sang anak meninggal.
"Ketika pisau terjatuh (setelah pelaku memukul korban), pelaku masih melakukan tindakan berlebih.
Hasil otopsi penyebab kematian paling parah adalah luka di kepala," ungkap Wakapolrestabes Semarang, AKBP Wiwit Ari Wibisono saat jumpa pers di markasnya, Selasa (2/1/2024).
Baca juga: Nasib Wanti Gagal Bunuh Anak Tiri Pakai Kopi Beracun, Korban Diselamatkan Paman, Ortu Kandung Murka
Sutikno mengungkapkan bahwa Guntur seringkali mabuk dan melakukan kekerasan di dalam keluarganya, bahkan menyebabkan keluarganya mengungsi selama 7 bulan.
Peristiwa fatal ini terjadi ketika Guntur, yang dalam keadaan mabuk selama tiga hari, mengancam adiknya dengan sebilah pisau.
"Saya mau dia tidak bikin onar masyarakat dan keluarga, saya siap memberinya makan, ternyata saat itu saya tidak mengendalikan emosi," kata Sutikno.
Ia menceritakan kejadian bermula saat adik korban dihantam dengan piring.
Kemudian korban menodongkan pisau ke arah adiknya.
"Kemarin dia mabuk tiga hari, ngepil, tahu-tahu cekcok sama adiknya pas saya lagi bikin sambal di dapur, ibunya teriak 'Pak ini anaknya bertengkar', itu mau dibunuh adiknya," ujar pelaku.
Mengetahui hal itu, istri pelaku atau ibu korban langsung meminta bantuan suaminya untuk menghentikan kelakuan korban.
"Di hati kecil saya mau saya buat lumpuh supaya enggak bikin onar masyarakat dan keluarga, saya siap ngasih makan, ternyata saat itu saya tidak mengendalikan emosi," akunya.
"Sebelumnya saya pulang karena dia kecelakaan, saya tolong, tapi habis sembuh total dia berani, malah saya dipukuli," imbuh pelaku.
Setelah memukuli Guntur hingga tak sadarkan diri, Sutikno menyadari bahwa anaknya sudah tak bernafas dan segera melaporkan kejadian ini kepada ketua RW setempat sebelum menyerahkan diri ke pihak berwajib.
Sutikno, yang bekerja sebagai buruh cangkul dan proyek bangunan, mengakui perbuatannya dan sekarang dihadapkan pada ancaman hukuman berdasarkan Pasal 44 UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang KUHPidana, dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Wakapolrestabes Semarang, AKBP Wiwit Ari Wibisono, menyatakan bahwa dalam kasus pembunuhan ini, tidak ada opsi restorative justice mengingat ada langkah lain yang dapat diambil oleh pelaku.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com