TRIBUNJATIM.COMÂ - Kasus guru honorer dipenjara usai pukul siswanya yang merupakan anak polisi ramai menjadi sorotan.
Satu di antaranya disoroti oleh pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel.
Adapun kasus tersebut berlangsung pada April 2024 dan terjadi di Sulawesi Tenggara.
Guru honorer tersebut diketahui berinisial SU.
Sementara anak polisi yang diduga dipukul guru honorer tersebut ialah D (6).
Reza menilai penanganan oleh Polsek Baito dan Polres Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra), terhadap kasus guru honorer SU adalah eksesif atau berlebihan.
Sebagai informasi, D adalah anak polisi berinisial Aipda WH.
Reza menganggap kepolisian terlalu mudah melihat kasus ini hanya semata-mata sebagai wujud kriminalitas seseorang terhadap orang lain.
"Penanganan yang terkesan eksesif ini mengingatkan saya pada istilah hyper-criminalization, yakni betapa otoritas kepolisian dengan mudahnya melihat peristiwa minor dengan kacamata kriminalitas semata."
"Dengan kacamata sedemikian rupa, konteks pendidikan serta-merta pupus. Kemungkinan hukuman guru bertali-temali dengan kenakalan murid pun sirna dari cermatan," ujar Reza dalam keterangan tertulis kepada Tribunnews, Selasa (22/10/2024).
Reza mengatakan, sifat polisi yang menerapkan kriminalisasi berlebihan bukan justru menenangkan masyarakat dan menekan tindak kriminalitas.
Terkait kasus ini, dia mempertanyakan pemukulan seperti apa yang dilakukan SU terhadap D sehingga harus sampai ditetapkan menjadi tersangka dan berujung ditahan.
"Apa sesungguhnya tujuan pidana seperti itu? Akan diapakan Bu Guru itu nantinya, terlebih jika ia divonis bersalah?" kata Reza.
Dia menginginkan agar personel Polsek Baito dan Polres Konawe Selatan mengingat komitmen ketujuh dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yaitu mengedepankan restorative justice atau keadilan restoratif.
"Bukan dengan entengnya membawa persoalan-persoalan minor ke ranah litigasi yang berujung pada penahanan atau pun pemenjaraan," tegasnya.