Selain itu, dia juga memberikan kredit tanpa bunga kepada petani binaannya.
Namun, tak lama lagi, 1300 peternak sapi perah bakal kehilangan kenyamanan dan kesejahteraan.
Bak disambar petir disiang bolong, Pramono mengumumkan bakal tutup.
Pramono menyatakan tak lagi menerima susu dari peternak lalu menyetorkannya ke Industri Pengolahan Susu (IPS).
Pramono pun juga sudah berpamitan dengan dua IPS besar yang menjadi muara susu dari peternak ini.
"Dadi kulo ora nyalahke bank, ora nyalahke kantor pajek. Sing penting kulo ora mampu. (Kedua) tanganku ora mampu, keju kabeh, ra isoh nyambut gawe. (Saya tidak menyalahkan Bank dan kantor pajak yang sudah memblokir membekukan uangnya. Saya hanya sudah tidak mampu karena capek (memikirkan keberlangsungan usaha dan pajak)," katanya.
Baca juga: Kampanye Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Mahasiswa Unair Ajak Pegunjung CFD Tukar Rokok dengan Susu
Pram sapaannya blak-blakan mengenai pajak yang dibebankan untuknya ini.
Bermula pada 2020, kantor pajak memeriksa pajak untuk tahun 2018.
Pra awalnya, Pramono dibuat syok dengan nilai pajak yang harus dia tanggung mencapai Rp 2 miliar.
Dia yang keberatan akhirnya beban pajak diturunkan menjadi Rp 671 juta.
Nominal itu baginya masih memberatkan.
Karena selama ini dia tak mengambil untung dari penjualan susu.
Susu dari peternak dia beli sesuai harga dari IPS.
"Kemudian, setelah nego-nego. Jadi (pajak) Rp 200 juta. Jika Rp 200 juta dibayar masalah pajak 2018 selesai," jelasnya.
Pramono yang tak mau ambil pusing soal pajak lagi, akhirnya membayar Rp 200 juta itu.