TRIBUNJATIM.COM - 9 Orang meninggal setelah insiden pohon tumbang di Situs Mattabulu, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, pada Minggu (3/11/2024).
Mereka meninggal saat diduga menjalani ritual tolak bala.
Saat ritual diketahui mereka juga membawa sesajen.
Polisi dari Polres Soppeng lalu merilis kronologi insiden pohon tumbang tersebut.
Baca juga: Gus Wahid Bungkus Harta Rp 14 Juta di Kain Tulisan Arab Demi Ritual, Korban Curiga saat Membuka
Kapolres Soppeng, AKBP Muhammad Yusuf, menjelaskan bahwa kejadian bermula saat sekelompok warga mengunjungi Situs Mattabulu untuk membayar nazar dengan membawa sesajen sebagai bagian dari ritual.
"Para pengunjung membawa sesajian untuk membayar nazar," ujarnya kepada Tribun-Timur.com.
Sekitar pukul 11.00 WITA, kawasan situs tersebut diguyur hujan deras disertai angin kencang. Petir dan kilat kemudian menyambar pohon besar yang berdiri di dekat pondok tempat para warga berkumpul, menyebabkan pohon tersebut tumbang dan menimpa mereka.
Selain korban meninggal, delapan orang lainnya mengalami luka-luka dan telah dilarikan ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan.
"Ada delapan orang yang luka ringan dan saat ini masih dirawat di rumah sakit umum daerah Latemmamala," sebutnya.
Berikut identitas korban meninggal tertimpa pohon di situs Mattabulu, Soppeng.
Mereka adalah Rosmini (37), Marnuni (34), Asse (40), Ikada (37), Wammenneng (60), Karyati (55), Agus (10), Rabiah (50), dan Nuraeni.
Sementara yang mengalami luka ringan antara lain Sulfiana (20), Satriana (27), Nafisah (66), Taju (24), Sakkatang (33), Nur Indah Sari (29), Iruse (35), dan Iwan (36).
Sebelumnya, pohon tumbang di Situs Mattabulu, Desa, Mattabulu, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan (Sulsel) tewaskan sembilan orang, Minggu (3/11/2024).
Kapolres Soppeng, AKBP Muhammad Yusuf membenarkan kejadian tersebut saat dikonfirmasi Tribun-Timur.com.
"Iya, pohon tumbang menimpa sebuah pondok di situs Mattabulu, sembilan orang meninggal dunia dan beberapa ada yang luka-luka," ujarnya.
Dikatakan, para korban sedang berkunjung ke situs Mattabulu dan sedang beristirahat di sebuah pondok.
"Mereka berkunjung ke sana, tiba waktu makan siang, mereka berkumpul di sebuah pondok, tiba-tiba hujan deras disertai angin kencang yang membuat pohon besar tumbang dan menimpah mereka,” kata Yusuf.
Lanjut, ucap Yusuf mereka yang ada di dalam pondok, meninggal dunia.
"Meninggal yang di dalam pondok, ada juga beberapa mengalami luka-luka tapi sementara kami data," lanjutnya.
"Korban yang luka-luka langsung di bawah ke rumah sakit," tandasnya. (*)
Sementara itu, ritual tolak bala berujung apes juga dialami oleh imigran Haiti.
Kapal imigran Haiti kebakaran setelah seorang penumpang menyalakan lilin.
Akibatnya, kapal yang ia tumpangi bersama lebih dari 80 orang lainnya kebakaran.
Sekitar 40 imigran Haiti tewas terpanggang akibat kebakaran itu.
Alasan penumpang itu menyalakan lilin demi sebuah ritual keberuntungan.
Baca juga: Api Ludeskan Rumah Wanita di Kota Malang ini, Penyebab Kebakaran Dikuak Petugas PMK, Adik Pemilik
Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) PBB pada Jumat (19/7/2024) melaporkan bahwa Penjaga Pantai Haiti menyelamatkan 41 orang, 11 di antaranya dirawat di rumah sakit, termasuk beberapa karena luka bakar.
"Tetapi setidaknya 40 imigran tewas dan beberapa lainnya terluka," kata IOM, dikutip dari AFP pada Sabtu (20/7/2024).
Juru bicara polisi Arold Jean mengatakan, awal mula kebakaran disebabkan seorang penumpang menyalakan lilin untuk memulai ritual voodoo.
Korban selamat mengatakan kepada media lokal bahwa upacara voodoo dimaksudkan untuk membawa keberuntungan dan membantu kapal menghindari dicegat oleh penjaga pantai.
"Peristiwa yang menghancurkan ini menyoroti risiko yang dihadapi oleh anak-anak, perempuan dan laki-laki yang bermigrasi melalui rute lain," terang Gregoire Goodstein, kepala misi IOM di negara tersebut.
Kapal yang membawa lebih dari 80 orang itu telah meninggalkan pelabuhan Labadee pada Rabu dalam perjalanan ke Kepulauan Turks dan Caicos.
Untuk perjalanan kapal tersebut sejauh 240 kilometer, lapor IOM, mengutip Kantor Migrasi Nasional Haiti.
"Pencarian berlanjut dengan tujuan menemukan korban selamat lainnya. Penyelidikan telah dibuka untuk mengidentifikasi dan membongkar jaringan yang mengatur pelayaran rahasia ini," jelasnya.
Migrasi dari negara termiskin di benua Amerika ini telah meningkat selama berbulan-bulan, seiring dengan ribuan orang yang melarikan diri dari meningkatnya kekerasan dari kelompok kriminal yang kini menguasai sebagian besar wilayah.
Geng-geng tersebut telah menyerang penjara, menghancurkan puluhan kantor polisi, dan menyerbu bandara utama, sehingga kekuasaan pemerintah atas negara tersebut lemah.
Ratusan petugas polisi dari Kenya telah dikerahkan di ibu kota Haiti, Port-au-Prince, sebagai bagian dari upaya internasional untuk menciptakan stabilitas di negara yang dilanda kekacauan politik, sosial dan ekonomi.
Seiring dengan meningkatnya laju emigrasi, unit Penjaga Pantai Haiti di utara telah mengamati peningkatan jumlah keberangkatan dengan perahu, kata IOM.
Negara-negara termasuk Amerika Serikat, Bahama, Kepulauan Turks dan Caicos, dan Jamaika telah mencegat semakin banyak kapal yang berasal dari Haiti.
Lebih dari 86.000 imigran telah dipulangkan secara paksa ke Haiti oleh negara-negara tetangga pada tahun ini.
Haiti kini memiliki hampir 600.000 pengungsi internal, menurut angka PBB, peningkatan sebesar 60 persen sejak Maret.
Artikel ini telah tayang di Tribun Timur