Jam pulang sekolah untuk kelas I, yakni pukul 10.00 WIB. Biasanya paling lambat, bocah itu akan tiba di rumah sekitar setengah jam kemudian. Ia menaiki sepeda menempuh jarak sekitar 1 kilometer (km) melewati jalan perkebunan.
Tak kunjung pulangnya CNA membuat sang ibu, Siti Aningsih, langsung mengontak wali kelas. Wali kelas yang menyebut bahwa CNA telah pulang pada jam seperti biasanya membuat sang ibu terkejut.
Ia langsung mengajak suaminya, Ahmad Doni Nur, untuk mencari keberadaan anak.
"Saya di kebun di dihubungi juga. Langung saya ke sekolahnya. Karena tidak ada, saya langsung mencari ke jalan utama," terang Sutrisno.
Sementara sang ibu dan beberapa guru menyusuri jalur pulang CNA.
Tanpa di sangka, mereka melihat sepedanya di sungai kecil yang jaraknya sekitar 150 meter dari rumah mereka.
Setelah menyusuri area sekitar, CNA ditemukan dalam kondisi terlentang dengan kepala belakang berlumur darah. Ia tergeletak di tepian tanah berkontur. Meski berpakaian lengkap, celana dalamnya melorot dan acak-acakan.
Tubuh korban langsung dilarikan ke klinik terdekat. Namun, kondisinya tak tertolong. Ia dinyatakan telah tewas. Jenazah bocah tersebut kemudian dibawa ke RSUD Genteng untuk otopsi pada Kamis ini.
Kematian CNA yang tragis membuat keluarga nelangsa. Sehari setelah kejadian, kedua orang tuanya masih amat nelangsa. Mereka belum bisa diajak komunikasi dan memilih untuk berdiam dari kamar.
"Saya merasa, kok bisa begitu sadisnya (pembunuhnya)," kata Sutrisno.
Pihak keluarga berharap, pelaku pembunuhan bisa segera terungkap dan tertangkap. Sutrisno menyadari, dalam hukum yang berlaku, nyawa tak selalu bisa dibalas dengan nyawa.
"Tapi setidaknya pelaku diproses hukum. Kami mengharap kebijaksanaan bapak aparat, supaya kami bisa mendapat sedikit keadilan," katanya.