Portal kayu yang biasanya dibiarkan terbuka, kini dikunci untuk mencegah penularan wabah PMK yang merebak di daerah tersebut.
"Kalau ada yang mau lihat sapi, saya bilang sedang istirahat," ujar Khamad sambil terkekeh, pada Kamis (16/1/2025).
Keputusan untuk menutup kandang diambil setelah Khamad mengetahui kabar mengenai penyebaran PMK di Kota Semarang.
Meskipun ketiga sapinya, yang dinamakan Gondrong, Powel, dan satu ekor lainnya, sudah divaksinasi PMK, Khamad tidak ingin mengambil risiko.
Ia menyadari bahwa virus PMK dapat menempel pada pakaian atau tubuh manusia.
"Lebih baik mencegah daripada mengobati. Kalau sudah sakit, bisa repot," ucapnya.
Selain membatasi akses, Khamad juga memilih untuk menunda penjualan sapinya.
Padahal, ketiga sapi simental tersebut sudah cukup besar dan siap untuk dijual di pasar.
"Kalau keluar kandang, risikonya lebih tinggi. Jadi saya tahan dulu sampai wabahnya reda, mungkin sekalian tunggu Hari Raya Kurban," tuturnya.
Bagi Khamad, melindungi ternak dari risiko penyakit lebih penting daripada keuntungan sesaat.
"Sapi sehat, saya juga tenang. Itu yang utama," ujarnya.
Kepala Dinas Pertanian Kota Semarang, Shotiah, juga menekankan pentingnya bagi para peternak untuk menunda penjualan hewan ternaknya akibat ancaman PMK.
Penularan PMK di Kota Semarang terjadi setelah seorang peternak di Banyumanik membeli sapi dari Ambarawa.
Selang satu pekan setelah pembelian tersebut, Dinas Pertanian Kota Semarang menerima laporan tentang 23 kasus PMK, dan jumlah tersebut terus bertambah.
Hingga saat ini, total terdapat 48 kasus PMK yang dilaporkan di Kota Semarang.
"Penyebaran pertama PMK di Kota Semarang memang ada di Banyumanik," tuturnya.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com