Belanja wajib ini meliputi biaya pendidikan, kesehatan, hingga pengurangan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan pemulihan ekonomi masyarakat. "Ini mendapatkan alokasi paling besar," katanya.
Sisanya, Pemkot hanya memiliki anggaran sekitar Rp2-3 triliun untuk pembiayaan infrastruktur. Dengan besarnya kebutuhan, sisa anggaran tersebut tidaklah memadai.
"Sehingga untuk menunjang superhub dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kami membutuhkan sumber pendanaan alternatif. Di antaranya seperti pinjaman Daerah, Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dan alternatif lainnya," katanya.
Pemkot juga akan tetap meminta persetujuan DPRD Surabaya. Nantinya, pendapatan alternatif akan mulai direalisasikan pada pembahasan Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) APBD 2025.
"Kita bahas juga dengan DPRD, kita minta persetujuan. Yang paling dimungkinkan lewat PAK, kita ajukan," katanya.
Pendanaan alternatif diperbolehkan dalam regulasi. Hal ini sesuai Undang-undang No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).
Dalam UU HKPD disebutkan bahwa pembiayaan dengan pinjaman daerah, dapat bersumber dari pemerintah pusat, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank.
Sebelum hal tersebut terealisasi, Pemkot Surabaya juga menjalin komunikasi dengan Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) maupun Kemenko Perekonomian. "Kita sudah ajukan proposal dan pada prinsipnya mereka sangat mendukung," ujar dia.