TRIBUNJATIM.COM - Demo yang dilakukan sejumlah dosen dari berbagai perguruan tinggi negeri di Istana Negara, Jakarta pada Senin (3/1/2025) menjadi sorotan.
Peserta demo di antaranya berasal dari Provinsi Aceh.
Ratusan dosen berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) di Provinsi Aceh inipub mengumpulkan uang untuk mengirimkan perwakilan mereka berdemonstrasi di depan Istana Negara.
Para dosen tersebut tergabung dalam Aliansi Dosen ASN (Adaksi) Provinsi Aceh.
Kelima perwakilan dosen dari berbagai perguruan tinggi negeri di Aceh berpartisipasi dalam demonstrasi di depan Istana hari ini.
Pengumpulan dana dilakukan secara sukarela, dengan kontribusi bervariasi antara Rp 100.000 hingga Rp 2 juta.
Baca juga: Tabiat Dosen Ilmu Agama di NTB Lecehkan 10 Mahasiswa, Sosok Disegani, Diisukan Gabung 1 Komunitas
Total uang yang berhasil dikumpulkan mencapai Rp 27.380.000, cukup untuk memberangkatkan lima dosen ke Jakarta menggunakan pesawat terbang.
Sebelumnya, jika dana tidak mencukupi, mereka bersiap untuk melakukan perjalanan darat menuju Jakarta, yang berjarak sekitar 2.330 kilometer dan dapat ditempuh dalam waktu dua hingga tiga hari.
“Kami patungan, mengajak siapa yang punya luang waktu untuk berangkat ke Jakarta hadir di demonstrasi hari ini. Kami apresiasi kemauan teman-teman menyumbang, ini bukti soliditas seluruh dosen untuk mendesak pencairan tunjangan kinerja,” kata Koordinator Adaksi Aceh, Hamdani, melalui telepon, dikutip dari Kompas.com.
Hamdani menjelaskan tunjangan kinerja yang dijanjikan oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) hingga saat ini masih belum jelas.
“Bahkan wacana yang disampaikan hanya akan dibayarkan mulai 2025. Sedangkan tunjangan untuk periode 2020-2024 tidak dibayarkan. Itu artinya, negara melanggar aturannya sendiri,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Hamdani menyoroti ketidakpastian mengenai dana tunjangan kinerja yang disebutkan sebesar Rp 2,5 triliun untuk tahun 2025.
“Bahkan kementerian sendiri dalam sosialisasi dengan para pimpinan perguruan tinggi mengakui belum ada kejelasan mengenai uang Rp 2,5 triliun itu,” jelasnya.
Sebagai solusi, Hamdani berharap agar Presiden turun tangan untuk mengatasi kegelisahan para dosen.
“Kurang sabar apa para dosen ini, sudah sejak 2020 tunjangan kinerja selalu disuruh menunggu-menunggu,” pungkasnya.