TRIBUNJATIM.COM, TOKYO – Perjalanan seorang WNI yang berjuang menghidupi dirinya hingga bisa mendapatkan visa engineering di Jepang.
WNI itu sebut saja namanya Papi (nama samaran).
Ia meruakan seorang pria ang datang ke Jepang pada 2016.
Baru-baru ini, Tribunnews.com mendengar pengakuan eksklusif dari Papi.
Baca juga: Tak Menyesal Mundur Jadi Kades, Dodi Bisa Beli Sawah dan Mobil usai ke Jepang, Haru Ditangisi Warga
Papi datang ke Jepang pada 2016 dengan nekat menggunakan e-paspor agar lebih mudah masuk ke negara tersebut demi mencari pekerjaan.
"Habis uang saya puluhan juta rupiah diperas para calo tenaga kerja di Indonesia dengan berbagai alasan. Namun, suatu ketika mereka mengirim puluhan tenaga kerja, dan saya masuk ke dalam kelompok itu.
Akhirnya, saya bisa masuk ke Jepang, tentu dengan visa yang tidak benar, yaitu sebagai wisatawan," paparnya.
Sebelum visa waiver habis dalam 15 hari, Papi segera mengajukan aplikasi visa suaka (namin) ke imigrasi Jepang agar tidak berstatus overstay.
Demi kelangsungan hidup di Jepang, Papi mencari tempat tinggal murah di Hiroshima dengan biaya sewa 20.000 yen per bulan.
"Yang penting saya punya alamat di Jepang, karena surat dari imigrasi memang akan datang untuk korespondensi," ujarnya.
Beberapa bulan setelah pengajuan, permohonannya direview.
Akhirnya, ia mendapatkan izin perpanjangan visa selama enam bulan dan diperbolehkan bekerja untuk menghidupi dirinya sendiri.
"Setelah bisa bekerja, saya merasa agak lega. Saya mencari uang sebanyak mungkin hingga akhirnya bertemu dengan Sacho (CEO) perusahaan Jepang yang baik," kenangnya.
Sacho tersebut bersedia menjaminnya hingga akhirnya dapat mengalihkan visanya dari visa namin menjadi visa engineering.
"Karena memang latar belakang pendidikan saya adalah engineering," tambahnya.