Berita Viral

Rona Kehidupan Warga Gang Sempit Sampai Tidur Harus Gantian, Cuma Jarak 4 Meter dari Istana Negara

Penulis: Ignatia
Editor: Mujib Anwar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KETIMPANGAN EKSTREM - Potret kondisi tempat tinggal warga yang huni rumah tak layak empat meter dari Istana Negara yang sangat megah, Sabtu (29/3/2025). Kerasnya kehidupan para warga diceritakan.

TRIBUNJATIM.COM - Ketimpangan sangat terlihat dari kehidupan para warga yang tinggal di Kelurahan Tanah Tinggi, Jakarta Pusat.

Lokasi tempat tinggal mereka hanya 4 meter dari Istana Negara, para warganya mengalami kehidupan yang sangat keras.

Meski hanya berjarak sekitar empat kilometer dari Istana Negara yang megah, Kelurahan Tanah Tinggi, Jakarta Pusat, menyimpan kisah yang jauh berbeda.

Sebagian warga Tanah Tinggi hidup di tengah gang-gang sempit berukuran sekitar 50 sentimeter.

Udara setiap jengkalnya terasa sangat lembab.

Sebagian warga lainnya lebih beruntung karena mereka hidup di tengah gang berukuran sekitar 100 sentimeter.

Setidaknya, mereka tidak perlu memiringkan badan ketika berpapasan.

Sesaknya ruang hidup di Tanah Tinggi dirasakan warga hingga ke dalam rumah mereka sendiri.

Mereka tidur dan terjaga secara bergantian di dalam ruang sempit rumahnya.

"Aduh, alhamdulillah. Saya udah merasa kuat. Artinya kami saling bekerjasama aja sih bersama keluarga, saling pengertian aja," ujar Ady (41), seperti dikutip TribunJatim.com dari Kompas.com, Senin (31/3/2025).

Baca juga: Siswi SMA Taruna Nusantara Diterima di 11 Kampus Luar Negeri, Desak Diterima di 4 Kampus Amerika

Ady hidup dengan 15 anggota keluarganya dalam ruang sempit berukuran 5 x 6 meter. Di malam hari, Ady pergi ke Pos RW 12 agar keluarganya tidur di rumah.

"Tidur shift-shift-an (bergantian) lagi," tambahnya

Di sana, dia bakal beristirahat bersama sekitar 20 orang lainnya yang mengalami nasib serupa di Tanah Tinggi.

Sekitar pukul 04.00 WIB, Ady kembali ke rumah dan tidur karena sang istri sudah terjaga. Itulah yang Ady sebut sebagai saling pengertian.

Hidup di gang sempit (Kompas.com)

"Istri bangun, saya yang tidur. istri paling juga cuma bantu-bantu cuci baju, cuci piring. Anak entar keluar main ke mana, baru saya bisa tidur,” tambah dia.

Berbeda dengan Ady, Indah (44) juga merindukan ruang yang lebih besar, tetapi tidak memiliki banyak pilihan. Kondisi ini bukanlah hal yang ia kehendaki.

Pekerjaannya sebagai tukang urut dan sang suami sebagai kuli bangunan lepas tak mampu membuat mereka pindah dari rumah sempit itu.

"Planning pengin pindah ada, nanti duitnya belum ketemu rejekinya," ujar Indah, Jumat (28/3/2025).

"Kan katanya lagu Slank 'Hamburger', 'tertawa walau hati kecewa', kan gitu," tambahnya.

Indah mengungkapkan bahwa terkadang suaminya harus mencuri-curi waktu tidur di sela pekerjaannya sebagai tukang bangunan.

Meski hidup di ruang sempit, ia tetap bersyukur karena menyadari ada banyak orang yang jauh lebih sulit.

Baca juga: Hidup Nassar Tak Kesepian Tapi Monoton Sejak 10 Tahun Menduda, Kini Pamer Pacar Baru

Sambil mengusap air matanya, dia mengungkapkan harapan untuk mendapatkan hunian yang layak dari pemerintah, meskipun itu berarti harus membayar sewa.

"Mau (mengikuti program hunian pemerintah), ya enggak apa-apa. Yang penting kami bisa bernaung aja, enggak kehujanan," ungkapnya.

Meskipun ada niat untuk mencari kontrakan baru, baik Ady maupun Indah terjebak dalam kondisi ekonomi yang tidak mendukung.

”Tapi ekonomi yang belum menentukan. Pekerjaan belum ada yang lebih tepat. Ekonomi yang menentukan masalahnya, ada niat untuk pergi pindah,” kata Ady.

Dalam ruang sempit 5 x 6 meter, segala aktivitas, mulai dari memasak hingga tidur, dilakukan di tempat yang sama.

Pakaian hasil cucian juga digantung di dalam rumah yang terkadang masih meneteskan air. Toilet juga harus mereka gunakan secara bergantian dengan 15 orang lainnya.

Kondisi yang telah mereka jalani selama tiga tahun itu tidak jua membuat mereka patah arang menjalani kehidupan.

Kini, mereka sedang mengupayakan hidup yang lebih baik dengan mencari pekerjaan-pekerjaan yang lebih menjanjikan.

Berbagai barang ditumpuk dan dijemur di dalam rumah Ady di Kelurahan Tanah Tinggi, Jakarta Pusat, Jumat (28/3/2025). (Kompas.com)

Robet, seorang warga RW 12, baru saja terbangun dari tidurnya di Pos RW.

Ia menyadari bahwa sudah saatnya berangkat mengamen demi menghidupi istri dan dua anaknya. 

Dalam tiga tahun terakhir, Robet tidak memiliki pekerjaan tetap, sehingga ia harus mengamen berkeliling Jakarta untuk mendapatkan penghasilan.

"Kalau dulu sih ngelamar kerja enggak susah, sekarang pengin sih nyari kerjaan tetap, tapi ya gitu kepentok di tato," keluhnya.

Robet membawa sebuah speaker kecil berukuran sekitar 30 sentimeter saat berkeliling, bahkan hingga ke Tangerang.

Baca juga: Arti Istilah Mudik yang Populer di Momen Lebaran 2025, Makna dari KBBI dan Maksud Simbolisnya

Speaker itu digunakan untuk memutar musik bernuansa religi saat ia mengamen.

Robet sebelumnya bekerja sebagai petugas kebersihan taman di sebuah hotel di Jakarta Pusat.

Namun, tiga tahun lalu ia diberhentikan karena perusahaan tempatnya bekerja tidak lagi memenangkan tender di hotel tersebut.

Ketua RW 12 Tanah Tinggi, Imron Buchori, menjelaskan bahwa terdapat sekitar 700 keluarga yang tinggal di sekitar 300 rumah di RW 12 Tanah Tinggi.

Artinya, banyak keluarga harus berbagi tempat tinggal dalam satu rumah yang sama.

”Yang paling parah itu dia, satu rumah bisa tujuh keluarga. Minimal tiga keluarga,” kata Imron.

Baca juga: Cara dan Niat Mandi Sebelum Salad Idulfitri, Lakukan Sesuai Sunnah yang Diajarkan Nabi Muhammad

Menurut Imron, ada banyak warga RW 12 yang bekerja sebagai pengepul barang rongsok atau sekadar menjadi pengamen di ruas jalan ibu kota.

"Merekakalau ditanya mau pekerjaan sesuai, paling tenaga fisik. Sesuai dengan kemampuannya. Ya itulah yang terjadi, warga kami ini ya itu,” tambah Imron.

Pemerintah kota telah berupaya mengatasi masalah ini dengan rencana pembangunan rumah susun, namun kesepakatan antarwarga menjadi tantangan tersendiri.

Karena membutuhkan lahan yang cukup luas, pemerintah perlu mengganti lahan warga untuk membangun rumah susun. Namun, kesepakatan antarwarga menjadi kendala utama.  

Imron menjelaskan bahwa tidak ada kesepakatan yang tercapai, dan hal itu menjadi kendala yang sulit ditembus serta dijelaskan kepada warga.

Kondisi rumah Ady dan Indah di Tanah Tinggi, Jumat (28/3/2025). (Kompas.com)

Menurut Imron, pemerintah, baik pusat maupun daerah, sebenarnya memiliki niat baik untuk merelokasi warga dan membangun hunian yang lebih layak.

"Tapi secara teknis, pembangunan itu memerlukan lahan yang luas. Sayangnya, kesepakatan tidak kunjung tercapai," ujar Imron.  

Akibat kebuntuan ini, persoalan di Tanah Tinggi belum menemukan solusi.

Untuk sementara, Pos RW 12 menjadi tempat alternatif bagi warga yang harus berbagi tempat tidur dengan keluarga mereka.

Berita viral lainnya

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Berita Terkini