Berita Viral

Ayah Dipasung & Ibu Merantau, 2 Balita Kakak Beradik Hidup Sengsara, Nenek Pilu: Hanya Bisa Berdoa

Penulis: Alga
Editor: Mujib Anwar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

DUA BALITA SENGSARA - Bibiana Landang (50), Alifa dan Mutia, dua balita perempuan kakak beradik telantar di Kampung Ngembu, Desa Komba, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, NTT, dan Petrus Pongi (72), kakek, Jumat (4/5/2025). Kedua balita tersebut hidup terlantar, ayah dipasung, ibu pergi merantau.

TRIBUNJATIM.COM - Dua balita perempuan kakak beradik terpaksa hidup telantar.

Mereka berada di bawah pengasuhan kakek dan nenek mereka Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Ayah mereka terpaksa dipasung akibat masalah kesehatan mental, sementara ibu mereka merantau ke Kalimantan untuk mencari nafkah.

Baca juga: Takut Lewat Jalan Sepi & Gelap, Pasutri Berurusan dengan Polisi Imbas Postingan di FB, Warga Resah

Kompas.com meliput kisah tersebut setelah mengumpulkan informasi dari Pemerintah Desa setempat dan relawan komunitas solidaritas kemanusiaan Manggarai Timur pada Jumat (4/4/2025).

Jurnalis Kompas.com berangkat dari Kota Waelengga, Ibukota Kecamatan Kota Komba, menuju Kampung Paundoa, untuk bertemu dengan relawan dan Sekretaris Desa Oby Nija.

Setelah menikmati kopi di rumah Sekretaris Desa, rombongan bergegas menuju Kampung Ngembu untuk menjenguk dua balita tersebut.

Mereka membawa bantuan berupa makanan dan kebutuhan sehari-hari.

Termasuk telur, minyak goreng, sabun mandi, susu instan, gula pasir, dan beras.

Saat tiba di kediaman kakek nenek mereka, kedua balita, Grensia Anjara Ewong (4), dan adiknya, Maria Alifa Landang (2,5), keluar untuk menyambut kedatangan rombongan.

Kakek nenek mereka, Petrus Pongi (72) dan Bibiana Landang (50), menyambut dengan hangat meski terlihat jelas kesedihan di wajah.

"Selamat datang di rumah kami. Kami kaget dengan kedatangan ini," ujar Nenek Bibiana.

Sekretaris Desa Oby Nija menjelaskan kepada mereka bahwa rombongan datang untuk mendengarkan kisah dua balita tersebut dan menunjukkan kepedulian terhadap mereka.

Mendengar penjelasan tersebut, kakek nenek tersebut tidak dapat menahan air mata.

Petrus Pongi menceritakan kesengsaraan yang dialami cucu-cucunya.

Dari kiri ke kanan: Bibiana Landang (50), Alifa dan Mutia, dua balita perempuan kakak beradik telantar di Kampung Ngembu, Desa Komba, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, NTT, dan Petrus Pongi (72), kakek, Jumat (4/5/2025). (KOMPAS.com/MARKUS MAKUR)

"Kami sebagai kakek nenek yang merawat, menjaga, menyuap makanan bagi dua cucu kami yang ditinggalkan orang tua mereka."

"Ayah terpasung di salah satu kampung di Kelurahan Ronggakoe, dan ibu mereka merantau ke Kalimantan," jelasnya dengan suara bergetar.

Nenek Bibiana menambahkan bahwa orang tua mereka meninggalkan kedua anak tersebut pada tahun 2023.

"Suaminya sempat bekerja di Kalimantan selama tiga bulan, tetapi kemudian kambuh dari sakit jiwa dan harus dirawat di rumah sakit jiwa," terangnya.

Sementara itu, ibu mereka, Maria Elmentina Ria, yang merupakan anak ketiga dari lima bersaudara, masih berada di Kalimantan.

"Kami sendiri memiliki tanggungan untuk membiayai anak kami yang masih sekolah. Kami hidup sengsara dan berharap ada yang menolong kedua cucu kami," ungkap Bibiana dengan penuh harap.

Bibiana juga menyampaikan bahwa meskipun hidup dalam kesulitan, mereka tetap merawat cucu-cucu mereka dengan penuh kasih.

"Kami bersyukur atas kunjungan dan kepedulian dari komunitas ini. Kami hanya bisa berdoa untuk berterima kasih kepada komunitas," tutupnya.

Baca juga: Dedi Mulyadi Siap Proses Hukum 3 Lembaga yang Sunat Uang Kompensasi Sopir Angkot: Lumayan Rp100 Juta

Kisah serupa juga dialami seorang bocah bernama Glensius Okta Ombas (12), atau yang biasa dipanggil Jos, bertahan hidup di rumah sederhana tanpa ayah dan ibu.

Kini Jos tinggal di Kampung Bugis RT 16 RW 04, Kelurahan Ranaloba, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur, NTT.

Ia tidak punya kakak ataupun adik.

Sejak usianya empat tahun, sang ibu meninggalkan Jos dan ayahnya.

Sementara itu, sang ayah, Hendrikus Jehola Ombas, meninggal dunia pada Agustus 2024.

Kakak dari ayah Jos, Aloisius Patut (47) menyampaikan, Jos kini tinggal bersama neneknya dari pihak ayah di Kampung Bugis.

Sebelumnya, pada usia 7 tahun, Jos tinggal bersama neneknya dari pihak ibu di Kampung Maras, Kecamatan Ranamese.

Ia pun masuk Sekolah Dasar di kampung itu hingga kelas II.

Selanjutnya, ayahnya membawa pulang Jos ke Kampung Bugis untuk kembali tinggal dengan neneknya serta ayahnya.

Lalu Jos masuk Sekolah Dasar lagi dari kelas I di SDK Bugis.

Sejak usia 4 tahun, Jos hanya mendapatkan kasih sayang dari nenek serta ayahnya.

"Saya sebagai Bapak Tuanya (kakak kandung dari ayahnya) mengetahui cerita pilu hidup Jos yang ditinggalkan ibu kandungnya sejak usia empat tahun dan ayahnya yang meninggal dunia tujuh bulan lalu," ucapnya saat ditemui Kompas.com di rumahnya pada Jumat (14/3/2025).

"Sejak ayahnya meninggal dunia 7 bulan lalu, saya merangkul Jos untuk tinggal bersama kami di Kampung Bugis, Kelurahan Ranaloba, Kecamatan Borong, Manggarai Timur, agar tidak telantar," imbuh Aloisius.

Kendati begitu, Aloisius juga memiliki tanggungan.

Glensius Okta Ombas (12) sedang berdiri di depan rumah Bapak Tuanya, Aloisius Patut, yang berdinding pelupuh bambu, saat pulang sekolah di Kampung Bugis, Kelurahan Ranaloba, Kecamatan Borong, Manggarai Timur, NTT, Jumat, (14/3/2025). (KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR)

Dua buah hatinya masih sekolah di kelas V dan kelas II.

Apalagi, ia tidak memiliki penghasilan tetap.

Ia seorang petani yang bekerja serabutan untuk menghasilkan uang.

"Sebagai kepala keluarga, saya memiliki tanggungan lima orang di rumah, termasuk Jos."

"Jadi, saya bisa membantu Jos untuk menanggung uang sekolahnya kalau saya mendapatkan uang."

"Selain itu, saya juga membiayai pendidikan dua anak kami yang sedang mengenyam pendidikan di sekolah dasar," ujar dia.

Aloisius menyampaikan bahwa rumahnya sangat tidak layak dan sangat sederhana.

Dengan ukuran 4x5 meter, berdinding pelupu bambu, beratap seng, serta berlantai semen.

Jika banjir, air bisa masuk ke dalam rumah.

"Saya berharap ada pihak yang bisa membantu biaya hidup Jos serta uang sekolahnya."

"Sebab saya juga memiliki tanggung jawab terhadap dua anak kami yang sedang mengenyam pendidikan di bangku Sekolah Dasar."

"Saya tidak memiliki penghasilan tetap. Penghasilan saya berasal dari kerja serabutan."

"Selama ini, kami tidak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah, dan kami juga belum terdaftar sebagai peserta Program Keluarga Harapan (PKH). Kami hidup sangat sengsara," tuturnya.

Baca juga: Sia-sia Dwi Ngaku Dibegal saat Mudik, Kebohongan Terkuak, Malu Pulang Kampung Tak Bawa Uang Rp8 Juta

Aloisius menyampaikan bahwa pada Rabu (12/3/2025), Jos dikunjungi Kapolres Manggarai Timur, AKBP Suyanto, bersama Ketua Bhayangkari untuk membawa bantuan kemanusiaan di masa bulan Ramadhan.

"Mereka membawa sembako dan biaya uang komite untuk Jos yang sedang mengenyam pendidikan di SDK Bugis," katanya.

Kompas.com menjumpai Jos, Jumat (14/3/2025), yang baru pulang sekolah dengan berpakaian olahraga sekolah, memakai sepatu, serta memikul tas yang berisi buku tulis dan pena.

Jos berjalan kaki saat pergi dan pulang sekolah yang jaraknya tidak jauh dari rumah bapak tuanya. Ia tampak ceria.

Rumah bapak tuanya, Aloisius yang kini menampung Jos, tampak sederhana dengan dua kamar dan dapur sederhana.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Berita Terkini