"Tapi kalau itu adalah pelaku yang dilakukan oleh ASN atau kelompok lain berbentuk organisasi, saya kekeuh menyatakan bahwa itu premanisme," kata dia.
Dedi Mulyadi pun membedakan antara preman berseragam dan tidak.
"Ada preman yang tidak punya seragam, ada preman yang punya seragam," katanya.
Namun lanjut Dedi, hal itu tetap tidak boleh dilakukan di Kabupaten Bogor.
"Intinya melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan apa yang menjadi keharusan tugas dan kewenangan dia, dan mengambil hak-hak orang lain."
"Semoga peristiwa ini tidak terulang lagi," pungkas Dedi.
Baca juga: Geram Wilayahnya Dijadikan TPS Liar, Warga Gelar Ronda Ingin Tangkap Pelaku Buang Sampah Sembarangan
Sementara itu, Kepala Bidang Lalu Lintas Dishub Kabupaten Bogor, Dadang Kosasih, tak terima jika anggotanya disebut melakukan pemotongan uang kompensasi sopir angkot dari Dedi Mulyadi.
Ia menyebut, anggotanya menerima uang tersebut dari para sopir angkot dalam bentuk keikhlasan.
"Tadinya sopir memberikan seikhlasnya ke KKSU, tetapi kemudian berkembang, ada pemotongan Rp 200.000," ujar Dadang.
Ia menjelaskan, simpang siur informasi yang beredar di media sosial soal keterlibatan Dishub atau Organda terjadi akibat miskomunikasi antar pihak.
Dishub pun mengklaim telah menyelesaikan persoalan ini dengan mengembalikan uang yang sempat dipotong.
Dana sebesar Rp 11,2 juta yang sebelumnya dihimpun dari para sopir kini sudah dikembalikan seluruhnya.
Organisasi Angkutan Darat Kabupaten Bogor juga buka suara terkait adanya dugaan pemotongan uang kompensasi terhadap sopir angkot di jalur Puncak.
Sekretaris DPC Organda Kabupaten Bogor, Haryandi, mengakui ada anggotanya yang menerima uang dari sopir angkot Puncak.
"Betul ada anggota kami di lapangan menerima sejumlah uang sebagai ucapan terima kasih yang sifatnya seikhlasnya dari beberapa para pengurus paguyuban atau komunitas," katanya.