Pembayaran pertama Rp40 juta untuk pesan kursi, beberapa bulan kemudian dia menyetorkan lagi Rp10 juta sebagai tabungan.
Dia sendiri melakukan pelunasan biaya haji di tahun ini.
Kastijah sendiri lupa uang tersebut hasil menabung berapa tahun, tetapi setiap habis berjualan dia selalu menyisihkan uang di dalam lemari.
Terkadang Rp100 ribu, Rp25 ribu, ataupun tidak sama sekali karena untuk beli beras.
"Umpul-umpul, kadang-kadang Rp100 ribu, kadang-kadang Rp25 ribu, kadang-kadang mboten kanggo tumbas uwos," jelasnya.
Baca juga: Sekdes Malu Terlanjur Dipuji Dedi Mulyadi Kinclong, Ujungnya Malah Kena Sindir Soal Kondisi Desa
Menurut Kastijah, keinginannya untuk menunaikan ibadah haji sudah sejak kecil, saat melihat embahnya yang haji.
Dia sampai bertanya, ibadah haji rasanya enak apa tidak.
Dari situlah dia berdoa ingin berangkat haji hingga baru tercapai bisa menabung setelah anaknya dewasa.
"Sing mbien, awit embahe kulo haji. Kulo donga, muga-muga nyong mbesuk dadi bocah pinter luruh duit, mben bisa naik haji," kenang Kastijah.
Anak bungsu Kastijah, Hasan (40) mengungkapkan, ibunya berjualan ponggol sejak anak pertamanya masih kecil.
Semula Kastijah adalah ibu rumah tangga, lalu berjualan ponggol untuk membantu penghasilan almarhum bapaknya yang tukang becak.
Ibunya biasanya bangun pagi jam 03.00 WIB, melaksanakan salat tahajud, lalu masak untuk persiapan berdagang.
Saat sudah waktu subuh, ibunya salat di musala, setelah itu langsung jualan di depan rumah.
"Kalau sekarang sudah dilanjutkan oleh anak dan mantunya yang perempuan. Tapi ibu masih suka bantu bikin kupat dan alu-alu," ujarnya.
Hasan mengatakan, ibunya memiliki keinginan haji sudah sejak lama, tetapi terhalang karena anaknya masih kecil-kecil.