“Besan ibu saya pernah coba pakai kompor, rasanya beda juga,” tambahnya lalu tersenyum.
Rawon Brintik buka setiap hari dari pukul 05.00 hingga 16.00 WIB.
Dalam sehari, warung ini bisa melayani hingga 50 pelanggan, baik dari dalam Kota Malang maupun luar kota.
"Pelanggan dari mana saja banyak. Dari perumahan mana saja. Sehari bisa sampai 50 orang. Kualitas rasa itu yang kami jaga," katanya.
Menurut Elvy Rusyidah, menjaga kualitas bukan hanya soal resep, tetapi juga menjaga kebersihan peralatan dan metode memasak.
Mereka mempertahankan cita rasa sebaik mungkin agar pelanggan senang setiap kali datang ke sana.
"Kami mempertahankan cita rasa dengan menggunakan peralatan yang semula dan menjaga kebersihan. Satu tungku saja, karena itu sudah turun-temurun dari zaman mbah," jelasnya.
Selain rawon, warung ini juga menyajikan menu lain seperti semur daging, nasi kare ayam kampung, dan nasi bumbu rujak ayam.
Rawon bercita rasa asin gurih, sedangkan semurnya dikenal agak manis dengan sentuhan gurih yang khas.
Eka Diah, pelanggan setia kelahiran 1965, mengungkapkan kekagumannya terhadap keunikan semur di Rawon Brintik.
Dari generasi ke generasi, keluarga Eka telah menikmati Rawon Brintik.
Saat ditemui, ia sedang bersama putranya sedang sarapan di lokasi.
“Menu semur di sini itu jarang ada. Ini kan pakai kluwek, pekat, lekoh. Warnanya pekat sekali. Di Malang belum ada semur seperti ini,” tuturnya.
“Kalau semur di tempat lain biasanya hanya manis, tapi di sini ada gurihnya, ada aroma khas yang keluar. Semurnya juga beda karena kecapnya dikristalin," imbuhnya.
Putranya, Indra Bayu pun selalu menyempatkan diri mampir ke Rawon Brintik setiap kali pulang ke Indonesia. Dulu ia pernah tinggal di Australia.
"Saya diajak ke sini sejak kecil, sama nenek. Ini sudah tradisi keluarga. Pokoknya setiap pulang, pasti ke sini. Seringnya malah pagi-pagi langsung ke sini," kata Indra.