TRIBUNJATIM.COM - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi dibuat pusing dengan calon mahasiswi yang viral karena protes rumahnya di bantaran sungai digusur.
Video keluhan siswi SMA bernama Aura itu sebelumnya viral di media sosial.
Dalam unggahan videonya di TikTok, Aura menyebut pembongkaran rumahnya terjadi tanpa komunikasi atau pemberitahuan yang layak.
Selain itu, ia juga menyoroti proyek-proyek besar pemerintah yang menurutnya justru menyulitkan rakyat kecil.
Terbaru, Aura akhirnya bertemu dengan Dedi Mulyadi bersama warga lain, yang terdampak proyek pelebaran sungai di Lembur Pakuan, Kabupaten Subang, Sabtu (26/4/2025).
Di momen itu, selain protes penggusuran rumahnya, ia juga mengkritik soal kebijakan larangan study tour dan perpisahan sekolah.
Aura yang merupakan calon mahasiswi Universitas Indonesia itu meminta Dedi Mulyadi mengkaji kembali larangan tersebut.
Pasalnya perpisahan merupakan kenangan terakhir dirinya dan teman-temannya di masa SMA.
Saat menyuarakan pendapatnya, Dedi Mulyadi menyinggung kondisi ekonomi keluarga Aura.
"Tinggal aja di bantaran sungai, tapi gaya hidup begini (tinggi) ini kan harus diubah rakyatnya.
Sekarang teriak-teriak minta penggantian, saya kalau tega-tegaan saya layak ganti gak?
Tanah tanah negara, kebutuhan untuk rakyat, proyek kabupaten (Bekasi), terus kemudian saya ngapain ngeluarin uang Rp 10 juta buat ibu,
udah kasihin orang miskin aja yang lain," kata Dedi Mulyadi, dikutip dari kanal Youtube-nya, Kang Dedi Mulyadi Channel, Minggu (27/4/2025) via TribunJateng.
Baca juga: Curhat Raka ke Dedi Mulyadi Diincar 4 Kakaknya Gegara Warisan Almarhum Ayah: Baru 5 Hari Udah Maksa
"Saya juga miskin," timpal ibu Aura yang merupakan asli Solo, Jawa Tengah.
"Kenapa miskin gayanya kayak orang kaya," kata Dedi Mulyadi.
Dedi mengatakan dengan gaya Aura yang sinis mengkritik kebijakan larangan perpisahan sekolah, seharunya disesuaikan dengan kemampuan ekonomi.
"Anak ibu kalau modelnya begini gak bisa. Kan harus dibenerin, rumah gak punya, sekarang ngontrak udah punya?"
"Udah nyicil berapa bulan," katanya.
Dedi Mulyadi menganggap keluarga Aura masuk dalam kategori mampu.
"Udah saya gak usah bantu ibu deh. Karena ibu mapan, orang sekolah aja pengen ada wisuda, berarti kan punya kemampuan. Saya gak usah bantu yah," kata Dedi Mulyadi.
Baca juga: Sindir Sosok Dedi Mulyadi Youtuber atau Gubernur, Razman Mewakili GRIB Jaya: Selalu Cuap-cuap
Mendengar tak akan dapat uang kerohiman dari Dedi Mulyadi, Aura langsung bersuara.
"Gak gitu pak, waktu bikin video TikTok bukan untuk minta kerohiman. Saya cuma minta keadilan aja.
Waktu digusur itu gak ada musyawarah cuma ada stapol pp datang," kata Aura.
Dedi Mulyadi pun mengatakan bagaimana jika kondisinya diballik.
"Saya balik pertanyaannya, tinggal di tanah orang harus bayar gak?
Kalau saya balik nuntut pemdanya suruh minta tagihan dihitung berapa tahun ke belakang bayar tipa tahun," tambah Dedi Mulyadi.
Aura justru memintta Dedi melihat latar belakang ekonomi keluarganya.
"Ya bapak kan bisa lihat latar belakang saya miskin atau gak terus mampu bayar apa gak," kata Aura.
"Kamu miskin gak ?" tanya Dedi Mulyadi.
"Iya, saya mengakui," kata Aura.
"Kenapa miskin hidup bergaya? Sekolah harus perpisahan. Kamu kan miskin kenapa orang miskin gak prihatin?" tanya Dedi.
Aura menjelaskan ia hanya meminta kebijakan agar perpisahan sekolah tetap diizinkan karena tidak semua setuju.
"Gini pak mohon maaf ya pak saya bukan menolak kebijakan bapak apapun itu saya mendukung cuma jangan dihapus pak.
Gak semua orang bisa menerima terus kalau misal wisuda dihapus terus bapaknya juga minta pajak ke saya padahal saya miskin," kata Aura.
Mendengar itu, Dedi Mulyadi pun memberi jawaban pedas.
Baca juga: Dedi Mulyadi Bakal Kirim Siswa SMA Sederajat ke Barak Demi Jalani Pendidikan Militer
"Bukan minta pajak. Saya balik, anda miskin tapi jangan sok kaya. Orang miskin tuh prihatin membangun masa depan seluruh pengeluaran ditekan.
Digunakan untuk yang positif, bisnis, pengembangan diri. Lah ini rumah gak punya, tinggal di bantaran sungai.
Orang tua yang lain itu menyambut gembira ketika wisuda dihapus, keluarga ini menolak wisuda dihapus, ya kalau gitu saya gak usah kasih kerohiman," jelas Dedi Mulyadi.
Ibu Aura juga mengaku membutuhkan uang kerohiman itu untuk membayar kontrakan.
"Perlu uang gak? Kalau ibu buat ngontrak aja gak punya, ngapain protes wisuda harus ada.
Kan logika harus ada, hidup tuh jangan sombong. Ibu buat ngontrak aja gak punya, tapi ibu merasa wisuda lebih penting.
Lebih penting mana kontrakan untuk tempat tinggal apa wisuda?
Anda teriak-teriak gak punya untuk ngontrak tapi satu sisi anaknya protes harus ada wisuda, saya kan pusing dengerinnya," kata Dedi Mulyadi.
Baca juga: Bahas Kasus Uang Atlet Dipotong, Dedi Mulyadi Ungkap Rumus 15 Persen Penyebab Rezeki Selalu Mengalir
Di sisi lain, di momen yang sama, Dedi Mulyadi menegaskan larangan kegiatan study tour dan wisuda berbayar di seluruh sekolah di Jawa Barat bertujuan untuk meringankan beban orangtua siswa.
Dedi menjelaskan, larangan hanya berlaku untuk kegiatan yang melibatkan pembiayaan dari orangtua melalui pihak sekolah.
Namun, ia tetap memperbolehkan kegiatan perpisahan yang diadakan secara mandiri oleh siswa.
"Kritik sebaiknya diarahkan kepada pemerintah jika tidak memperhatikan pendidikan, bukan terhadap kebijakan yang justru meringankan beban masyarakat," kata Dedi dalam keterangan tertulis, Minggu (27/4/2025), melansir dari Kompas.com.
Dedi berharap, ke depan, generasi muda di Jawa Barat dapat tumbuh dalam suasana keprihatinan yang mendidik, bukan dalam gaya hidup konsumtif yang tidak sesuai dengan kondisi sosial masyarakat.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com