Poin Penting :
- Paguyuban Tani Puncu Makmur menggelar demo di Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Kediri, Jawa Timur
- Massa dari mayoritas petani ini menolak pematokan dari pemerintah di Lahan Fasilitas sosial
- Mereka menganggap tindakan ATR/BPN melanggar Perpres No. 62/2023 dan dilakukan tanpa pemberitahuan kepada penggarap
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Isya Anshori
TRIBUNJATIM.COM, KEDIRI - Paguyuban Tani Puncu Makmur menggelar demo di Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Kediri, Kamis (28/8/2024) pagi
Paguyuban tersebut datang daru Ratusan warga Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.
Mereka menolak penetapan lahan fasilitas sosial (fasos) di area yang selama ini digarap petani.
Massa aksi dari Paguyuban Tani Puncu Makmur datang sambil membawa spanduk penolakan.
Mereka menilai lokasi lahan fasos yang dipatok pemerintah tidak sesuai kesepakatan awal.
Baca juga: Ratusan Hektare Sawah di Plumpang Tuban Terendam, Petani Terancam 2 Tahun Gagal Panen
Jihad Kusumawan, perwakilan DPW Gerakan Masyarakat Kehutanan Sosial Indonesia (Gema PS Indonesia) Jawa Timur yang mendampingi aksi menyebut bahwa lahan yang dipatok berada di kebun G3536.
Padahal, berdasarkan redistribusi tanah (redis) tahun 2024 titik fasos seharusnya berada di kawasan Cengkean dengan luas sekitar 60 hektare.
"Agenda hari ini itu kami berdoa dengan teman-teman paguyuban di Desa Puncu. Kami mengutarakan kaitan dengan pematokan kemarin siang yang tidak bisa kami terima. Dulu Februari 2024 sudah ada redis 60 hektare dan diserahkan sertifikatnya oleh Bapak Haji Cahyanto. Nah, kenapa hari ini justru dipatok di lokasi lain tanpa sepengetahuan petani?,"ungkap Jihad.
Dia menambahkan, terdapat sekitar 70 KK yang selama ini menggarap lahan di lokasi tersebut. Namun tidak ada satupun yang mendapat pemberitahuan terkait pematokan ulang. Menurutnya, hal itu justru memicu keresahan di kalangan masyarakat.
"Ujug-ujug datang, tiba-tiba dipatok, habis itu menimbulkan keresahan. Kami sebagai petani menolak. Apalagi yang digarap ini murni petani, bukan pihak lain. Ada jagung, cabai, dan tanaman lain di sana," tegas Jihad.
Baca juga: Pembangunan Jalan Akses Stadion Gelora Daha Jayati Kediri Capai 17 Persen, Lebih Cepat dari Target
Massa aksi menilai pematokan lahan di luar hasil redis 2024 menyalahi aturan. Mereka mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2023 tentang Reforma Agraria yang menyebutkan jika tidak ada usulan baru, maka lahan yang sudah diukur masuk sebagai objek reforma agraria.
Lebih jauh, warga menyebut sejumlah hal yang menjadi alasan penolakan. Pertama, lokasi yang dipatok BPN disebut sudah dua kali ditinjau oleh Dirjen ATR pada 2022-2023 dan selalu ditolak masyarakat.
Kedua, lokasi tersebut berada di kawasan rawan bencana sehingga dinilai tidak layak dijadikan fasos atau fasum.