TRIBUNJATIM.COM - Kisah pasangan suami istri terpaksa tinggal di bekas kandang babi selama tahun.
Pasutri tersebut bernama Wayan Budayasa dan istrinya, I Made Darmihati.
Pasutri itu berasal dari Dusun II, Desa Torue, Kecamatan Torue, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah.
Mereka terpaksa tinggal di bekas kandang babi sejak 2019.
Pasutri itu tinggal di atas lahan milik sendiri.
Sebelumnya, mereka tinggal di rumah tidak jauh dari lokasi tersebut.
Baca juga: 25 Tahun Arbami Lumpuh dan Tinggal di Gubuk Tua, Adik Pasrah karena Miskin: Ditinggal Mati Suaminya
Namun bangunan lama rusak berat dan nyaris roboh.
Bangunan bekas kandang seluas 2 x 7,5 meter itu mereka bagi menjadi ruang tidur, kamar mandi dan dapur seadanya lantaran terhimpit ekonomi.
Wayan Budayasa mengaku tak sanggup untuk membangun rumah baru.
“Saya bersihkan kandang babi ini, lalu ditempati karena tak sanggup bangun rumah baru,” ucap Wayan kepada Tribun Palu, Senin (5/5/2025).
Wayan mengaku pernah didata untuk mendapat bantuan rumah dari desa dan komunitas, tapi hingga kini belum ada hasilnya.
"Pembangunan bantuan rumah tahun 2015 juga terhenti di tahap pondasi dan tak pernah dilanjutkan pemerintah, pernah juga ada yang datang mengaku dari tim sukses saat Pilkada tapi tidak lagi ke sini," ujarnya.
Saat ini, Wayan hanya mampu bekerja ringan karena menderita saraf terjepit, jauh berbeda dengan kondisi sehat dulu.
Ia kadang menjemur padi atau menggiling kelapa jika ada permintaan dari tetangga dekat rumah mereka.
Sementara, sang istri ikut membantu perekonomian keluarga dengan membuat anyaman daun kelapa untuk sesajian, dijual dengan harga Rp4.500 hingga Rp800 per satuannya.
Hasil jualan itu dipakai untuk membeli makanan sehari-hari.
Anyaman daun kelapa itu dijajahkan di depan Kantor Polsek Torue.
Wayan memiliki tiga anak, dua laki-laki yang kini bekerja sebagai buruh serabutan dan satu perempuan.
“Kalau makan, kami masih bisa cari. Tapi untuk bangun rumah, kami benar-benar tidak mampu,” tuturnya lirih.
Ia juga mengaku sudah dua tahun tak lagi menerima bantuan sembako.
Baca juga: Tangis Lisa Mantan Pemain Sirkus OCI, Tinggal dalam Karavan Gelap hingga Alami Penyiksaan yang Parah
Kisah lainnya, sungguh miris kondisi sekolah SMA mirip kandang hewan di Kota Dumai, Riau.
Sekolah ini adalah kelas jauh SMA Negeri 4 Kota Dumai, yang berada di Kelurahan Geniot, Kecamatan Sungai Sembilan, melansir dari Kompas.com.
Sekolah yang dibangun sejak 2017 ini tak memiliki ruang guru.
Hingga lantai sekolah masih beralas danah.
Kondisi bangunan sekolah sudah lapuk.
Dinding bolong-bolong dan atap bocor.
Bangunan yang dikelilingi pohon kelapa sawit tak ubahnya seperti kandang hewan ternak.
Mau tak mau, anak-anak tetap sekolah meski harus menghadapi panas dan hujan.
Lantaran tidak ada perhatian dari pemerintah Provinsi Riau, anak-anak berharap bantuan dari Presiden.
Gubernur Riau, Abdul Wahid, ketika dimintai tanggapan Kompas.com terkait kondisi sekolah ini, dia bungkam.
Baca juga: Rezeki Harlina dan Aco usai Pasrah Tinggal di Rumah Nyaris Roboh Bareng 4 Anak, Bupati Bedah Hunian
Abdul Wahid sama sekali tidak merespons terhadap persoalan pendidikan yang butuh perhatian itu.
Diketahui, sekolah ini memiliki 4 ruang belajar.
Siswa dan siswi berjumlah 176 orang, dengan tenaga pengajar 10 orang.
Bangunan sekolah tampak dikelilingi pohon kelapa sawit.
Akses jalan ke sekolah masih berupa jalan tanah.
Kondisi bangunan sekolah sangat memprihatinkan.
Sebagian dinding ruang belajar sudah bolong dan lapuk.
Selain dinding luar, dinding dalam pembatas ruangan belajar juga banyak yang bolong. Ruang belajar pun tidak memiliki pintu.
Selain itu, atap sekolah juga sudah ada yang bolong dan memasukkan air ketika hujan.
Lantainya langsung tanah.
Secara keseluruhan, kondisi sekolah ini tidak layak pakai.
Baca juga: 19 Tahun Tinggal di Hutan Malaysia, Uripah TKW Kaget Kampungnya Berubah saat Pulang, Kakak Menangis
Tak ubahnya seperti kandang hewan ternak.
Para siswa tampak belajar hanya dengan menggunakan meja kayu dan kursi plastik.
Tak semua siswa memakai sepatu.
Sebagian hanya memakai sandal dan nyeker di tanah.
Kondisi dinding sekolah yang rusak dan bolong-bolong membuat anak-anak dan guru merasa gerah dan panas.
Kemudian, ketika hujan disertai angin kencang, hal ini mengganggu proses belajar mengajar.
Mirisnya lagi, siswa kelas jauh ini belum pernah merasakan belajar di ruang laboratorium dan praktik lapangan karena keterbatasan fasilitas.
Salah seorang siswa, Ade, mengaku tidak fokus belajar dengan kondisi sekolah yang buruk.
"Kondisi sekolah cukup buruk, membuat kami tidak nyaman dan tidak terlalu fokus belajar karena panas dan masuk air kalau hujan," akui Ade saat diwawancarai wartawan, Rabu (19/3/2025).
Saat hujan turun, kata dia, air masuk ke dalam ruang belajar.
Kondisi itu memaksa siswa dan guru menghentikan proses belajar mengajar.
"Kalau hujan kami berhenti dulu belajar. Berkumpul di ruangan yang tidak bocor untuk berteduh. Kadang lanjut belajar lagi, tapi ada juga kadang kami langsung pulang," sebut Ade.
Oleh karena itu, Ade berharap kepada Presiden agar dapat membantu membangun sekolah yang lebih layak.
"Harapan kami, semoga bapak presiden mau membantu. Tolong kami, Pak Presiden. Turunlah ke sekolah kami, Pak, biar bisa melihat langsung kondisinya," ucap Ade.