"Dia sebagai tersangka di kita, tapi bisa membela diri. Sekarang tidak ditahan. Keputusan (dihukum tidaknya) nanti tetap di pengadilan," tuturnya.
Sementara itu, LBH Bandung mengecam penetapan tersangka terhadap TY, yang berani melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang dan tindak pidana korupsi di lingkungan kerjanya.
Baca juga: Baznas Kabupaten Kediri Lampaui Target, Bupati Mas Dhito Dorong Sinkronisasi Program dengan Pemkab
LBH Bandung berperan aktif dalam pendampingan hukum untuk TY, yang saat ini berstatus tersangka.
LBH Bandung mengkritik penetapan tersangka terhadap TY, yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Kepatuhan dan Satuan Audit Internal BAZNAS Provinsi Jawa Barat.
TY melaporkan dugaan korupsi dana zakat senilai Rp 9,8 miliar dan dana hibah APBD Pemerintah Provinsi Jawa Barat sekitar Rp 3,5 miliar.
LBH Bandung menilai status tersangka yang disematkan kepada pelapor kasus korupsi merupakan kemunduran dalam peran serta masyarakat membantu negara memberantas praktik korupsi, khususnya di lembaga publik yang menghimpun dana dari masyarakat.
LBH Bandung mendesak Polda Jawa Barat untuk menghentikan perkara TY sebagai tersangka, mencabut laporan polisi terhadapnya, serta meminta lembaga negara lainnya untuk mengawal proses hukum yang sedang berjalan.
Berita Lain
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) sangat menyayangkan penggunaan diksi 'Uang Zakat' sebagai kode dalam dugaan kasus korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Penggunaan diksi tersebut tidak hanya mendegradasi makna zakat yang suci dalam ajaran Islam, tetapi juga merupakan bentuk pelecehan terhadap ajaran agama Islam.
"Zakat merupakan ibadah wajib yang memiliki nilai sosial tinggi, bertujuan untuk membantu mustahik serta mereka yang berhak, dan meningkatkan kesejahteraan umat. Oleh karena itu, mengaitkannya dengan tindakan kotor dan tercela seperti korupsi merupakan hal yang sangat tidak pantas," ujar Ketua Baznas Noor Achmad dalam keterangan tertulis, Selasa (11/3/2025).
Baznas juga menegaskan bahwa tidak ada uang zakat yang dikorupsi dalam kasus tersebut.
Kesalahan pemahaman dan penyebaran informasi yang kurang tepat di ruang publik telah menimbulkan kesalahpahaman seolah-olah dana zakat yang dikelola oleh lembaga resmi seperti Baznas terlibat dalam tindak pidana tersebut.
"Padahal dalam kasus ini, yang terjadi adalah penggunaan istilah 'zakat' sebagai kode komunikasi yang sama sekali tidak berhubungan dengan dana zakat yang sesungguhnya," kata Noor Achmad.
Baznas berharap agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tuntas dugaan korupsi di LPEI, termasuk motif di balik penggunaan diksi 'Uang Zakat' dalam kasus tersebut.