Mereka harus membayar lebih untuk listrik, bahan bakar, atau gas rumah tangga, dan ini membuat biaya hidup makin berat di tengah pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat.
Sejauh ini untuk menekan lonjakan inflasi, Bank of England baru-baru ini memangkas suku bunga dasar Inggris menjadi 4,25 persen meskipun Federal Reserve AS telah menunda pemotongan suku bunga.
Langkah tersebut diambil bertujuan untuk menjaga inflasi tetap terkendali. Dengan demikian, inflasi yang terkendali akan mendorong peningkatan konsumsi dan investasi masyarakat, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
3. Gejolak di Pasar Keuangan
Ketika terjadi perang besar seperti konflik Iran vs Israel, pasar saham global langsung bereaksi negatif.
Harga saham dilaporkan turun tajam, karena investor menjual aset mereka dan pindah ke aset yang lebih aman seperti emas atau obligasi pemerintah AS.karena takut rugi.
Aksi ini memperlemah pasar saham karena dana berpindah dari ekuitas ke aset defensif.
Mengutip Reuters pada Senin (16/6/2025) Dow Jones (.DJI) melemah tajam 1,79 persen menjadi 42.197,79 poin, Nasdaq melemah 1,30 persen jadi 19.406,83 poin, dan S&P 500 turun 1,13 persen menjadi 5.976,97 poin.
Baca juga: 8 Negara Bereaksi Usai Serangan Israel ke Iran, Sekjen PBB Prihatin, Indonesia Mengecam Keras
Baca juga: Alasan Israel Serang Iran dan Sasar Fasilitas Nuklir, Merasa Terancam? IDF: Situasi Mencapai titik
4. Gangguan Rantai Pasokan Global
Lebih lanjut perang yang meletus antara Iran dan Israel juga mulai mengacaukan rantai pasokan global.
Gangguan ini berdampak pada jalur perdagangan internasional, distribusi barang, hingga stabilitas logistik di berbagai sektor industri.
Alhasil Sejumlah jalur pelayaran dan udara utama kini terpaksa ditutup atau dialihkan, mendorong keterlambatan distribusi bahan baku dan produk industri penting seperti energi, semikonduktor, dan makanan.
Dengan meningkatnya risiko konflik, biaya asuransi kapal dan kargo kini melonjak.
Jalur Teluk dinyatakan sebagai "zona perang" oleh sejumlah perusahaan asuransi maritim, menyebabkan tarif premi naik hingga dua kali lipat.
Akibatnya, ongkos pengiriman global turut naik. Biaya kontainer dari Asia ke Eropa meningkat hingga 40 persen dan pengiriman udara mengalami lonjakan biaya hingga 25 persen.