“Saya melihat di sisi lain bahwa ketegangan ini akan memberikan risiko terhadap ketidakpastian ekonomi global. Investor dunia akan berpikir panjang kalau melakukan investasi, pastinya negara-negara Arab dihindari. Terjadinya penurunan investasi global ini berdampak pada menyusutnya perdagangan global,” papar Rossanto.
Pengaruh terhadap Ekonomi Domestik
Sebagai negara pengimpor minyak, meningkatnya harga minyak dunia berpengaruh terhadap bertambahnya pembiayaan yang harus dikeluarkan Indonesia.
Meski neraca perdagangan Indonesia saat ini masih surplus, adanya perang dapat mengakibatkan surplus perdagangan semakin kecil.
Prof Rossanto menyebut, jumlah ekspor Indonesia ke Timur Tengah memang kecil, tetapi permasalahan terletak pada posisinya sebagai jalur pelayaran.
“Sebetulnya ekspor kita ke Timur Tengah tidak begitu besar, tidak sampai lima persen dari jumlah ekspor kita. Tetapi, Timur Tengah itu jalur pelayaran ke Eropa, sehingga kalau ada masalah, otomatis biaya logistik ke Eropa semakin mahal. Kalau logistik mahal, otomatis ekspor kita menurun karena importir di Eropa akan mengalihkan ekspor ke negara lain yang lebih murah.”
Langkah Mitigasi: Perkuat Produksi dalam Negeri
Prof Rossanto menyarankan pemerintah untuk membuat kebijakan yang dapat mengamankan pasar dalam negeri dengan mengurangi impor.
“Kalau ekspor kita mengalami penurunan, paling tidak impornya juga harus diturunkan. Produk yang selama ini impor jika bisa digantikan dengan produk dalam negeri,” ujarnya.
Menurutnya, pemerintah perlu untuk menggunakan instrumen kebijakan fiskal dan moneter dalam mengatasi dampak perang Iran-Israel.
Perlu adanya harmonisasi antara kebijakan moneter dan fiskal agar pertumbuhan ekonomi tidak turun.
Dalam kebijakan fiskal, pemerintah dapat menerapkan kebijakan perdagangan yang restriktif.
Hal ini mengingat banyak negara melakukan tindakan restriktif karena kebijakan tarif Amerika Serikat.
Dalam kebijakan moneter, Prof Rossanto menyarankan cara yang ekspansif.
Menurutnya, sudah saatnya Indonesia mengandalkan kekuatan dalam negeri karena ekonomi internasional penuh dengan ketidakpastian.
“Kebijakan moneter kita perlu sedikit ekspansif, istilah lainnya ngegas. Karena inflasi Indonesia sudah terkendali, mungkin Indonesia bisa mulai ngegas dengan menurunkan suku bunga. Akhirnya, investasi bisa meningkat, kredit modal kerja juga meningkat. Masyarakat akan lebih banyak pinjam uang di bank sehingga menggerakkan roda ekonomi," tandasnya.