"Miskalkulasi waktu. Karena durasi lama, mi jadi basi," ungkap Nur.
Nur juga mengapresiasi langkah cepat SPPG yang segera menarik menu yang telah dikirimkan dan membatalkan pengiriman pada hari Selasa.
"Baru satu sekolah, TK Kasatriyan, yang mengeluh. Ada laporan 10 anak mengalami mual dan diare," katanya.
Asisten Lapangan SPPG di Kedungsari, Dwi Hantoro, menjelaskan bahwa kasus ini terjadi pada hari kedua program MBG.
Menu yang disajikan hari itu terdiri dari mi telur, tumis sayur sawi putih dengan wortel, telur, dan jeruk.
SPPG menjadwalkan distribusi 2.303 porsi makanan, namun hanya sekitar 400-500 porsi yang berhasil didistribusikan setelah terdeteksi adanya makanan basi.
Dwi menjelaskan bahwa aroma tidak segar tercium dari mobil distribusi saat pengantar makanan menuju sekolah.
"Kami putuskan segera menarik makanan untuk investigasi. Di SPPG, mi juga asam, bau, dan teksturnya berubah lembek."
"Armada ditelpon dan diperintahkan untuk membawa pulang paket yang belum didistribusi," tuturnya.
Baca juga: Pemilik UMKM Keluhkan Susahnya Dapat Sertifikat Halal, Tak Punya KTP Islam, BPJPH: Tidak Ada Batasan
SPPG kemudian menginformasikan temuan makanan basi kepada sekolah-sekolah dan meminta persetujuan untuk menarik semua paket yang telah diterima.
Sekolah yang belum menerima makanan akan mendapatkan paket susulan.
"Respons di grup (sekolah yang sudah menerima) adalah tidak perlu diganti. Kami makan saja yang bisa dimakan, yang basi tidak akan dimakan," kata Dwi.
SPPG memeriksa makanan yang diambil dari pengiriman dan menemukan beberapa paket sudah rusak, sehingga semua makanan tersebut dimusnahkan.
Dwi menambahkan bahwa meskipun ada laporan dari TK Kasatriyan tentang anak-anak yang mual, muntah, dan diare, jumlahnya tidak sebanyak yang diberitakan dan penyebabnya masih perlu diselidiki lebih lanjut.
Dwi mengungkapkan bahwa staf pengantar hanya menyarankan agar makanan segera disantap.