Ridlwan juga membantah tegas dakwaan JPU yang menyebut kerugian negara lebih dari Rp300 juta. Menurutnya, berdasarkan audit independen dan keterangan di persidangan, sebagian besar kerugian tersebut sudah dikembalikan oleh pihak-pihak terkait.
“Dalam fakta persidangan, terungkap bahwa Pak Wahyudi tidak pernah menerima aliran dana sepeser pun. Sementara kerugian negara yang didasarkan pada audit akuntan publik telah dikembalikan oleh beberapa pihak, seperti Rio (Rp40 juta), Izzul Umam (Rp30 juta lebih), Davis (Rp150 juta lebih), serta pengembalian dari hasil audit BPK senilai Rp92 juta lebih,” jelasnya.
Dengan pengembalian tersebut, Ridlwan menegaskan bahwa dakwaan soal kerugian negara menjadi tidak relevan. Bahkan ia menilai kliennya menjadi korban kriminalisasi dalam perkara ini.
“Kalau perkara ini dilihat secara objektif, maka yang harus lebih dulu diperiksa secara pidana adalah tim teknis. Ini perkara yang terlalu dipaksakan. Pak Wahyudi dijadikan tumbal sistem. Kami bahkan telah dua kali menempuh pra-peradilan untuk memperjuangkan keadilan bagi beliau,” tegasnya.
Kuasa hukum berharap agar majelis hakim dapat melihat perkara ini secara objektif dan adil. Menurut Ridlwan, Wahyudi adalah sosok pejabat yang bersih dan tidak pernah melibatkan diri dalam praktik menyimpang.
“Beliau menjalankan tugas dengan niat baik, tidak pernah cawe-cawe urusan teknis, apalagi menerima imbalan. Sudah semestinya beliau dibebaskan dari segala dakwaan,” pungkasnya.
Sidang akan dilanjutkan pada Kamis, 10 Juli 2025, dengan agenda utama konfrontasi terhadap saksi-saksi kunci yang memiliki peran langsung dalam proyek RPHU Lamongan.