“Ya harapannya tahun ini bisa diturunkan pajaknya, itu saja, tidak neko-neko saya. Kami ingin mengajukan keringanan, mudah-mudahan ada perhatian,” imbuh Tukimah.
Terkait masalah ini, Kepala Badan Keuangan Daerah (BKUD) Kabupaten Semarang, Rudibdo, menjelaskan bahwa penetapan nilai PBB bukan dilakukan secara sembarangan.
Satu di antara faktor penentuan nilai Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P-2) yakni kenaikan NJOP di sebuah wilayah yang berimbas pada naiknya harga pajak.
“Kami tidak memukul rata, namun melakukan penilaian selektif didasarkan pada kenaikan NJOP yang disesuaikan nilai pasar setempat, juga hasil verifikasi lapangan,” kata Rudibdo.
Baca juga: Kaget PBB Naik 441 Persen, Mbah Tukimah Berharap Pajak Bisa Turun: Jaga Warung
Dalam persoalan yang menimpa warga seperti Tukimah, pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap lokasi yang dimaksud.
“Setelah kami cek, lokasi tersebut terletak dekat dengan Jalan Raya Ambarawa–Bandungan, yang merupakan jalan provinsi atau kelas dua. Selain itu, lokasi tersebut sudah belasan tahun belum dilakukan penilaian terbatas, maka saat dilakukan penilaian ulang, NJOP-nya menjadi naik,” jelas Rudibdo.
Jalan Ambarawa–Bandungan, lanjut dia, saat ini juga menjadi akses utama menuju kawasan atau cluster pariwisata.
Kegiatan ekonomi dan mobilitas masyarakat di sepanjang jalan tersebut meningkat, sehingga nilai lahan pun turut terdongkrak.
Menurut dia, biasanya nilai tanah mengalami peningkatan signifikan karena adanya pembangunan, permukiman baru, hingga nilai transaksi aktual yang terjadi di sekitar lokasi. Rudibdo menambahkan, parameternya bukanlah persentase, namun nilai transaksi dan kejadian di masing-masing wilayah.
Nilai itu juga disandingkan dengan Zona Nilai Tanah (ZNT) yang dikeluarkan Kantor Pertanahan/Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Di samping harga pasaran dan ZNT dari BPN, verifikasi di lapangan juga diperkuat oleh tanda tangan berstempel perangkat desa atau kelurahan setempat,” imbuh dia.
Meski demikian, Rudibdo menegaskan bahwa terdapat ruang keberatan bagi warga yang merasa tidak mampu atau ingin mengajukan keringanan atas ketetapan pajak yang diterima.
“Mekanismenya diatur dalam Perda 13 Tahun 2023 dan Perbup 87 dan 89 dan Bupati juga memberi ruang untuk insentif fiskal, seperti pengurangan atau penundaan pajak. Keringanan itu juga memerhatikan kondisi yang ada di lapangan, kemampuan warga membayar pajak, kondisi perekonomian lokal, regional, dan global,” ungkap Rudibdo.
Pijakan kebijakan itu tertuang dalam sejumlah regulasi, yakni UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, PP Nomor 35 Tahun 2023, Perda Kabupaten Semarang Nomor 13 Tahun 2023, serta Peraturan Bupati Nomor 87 dan 89 Tahun 2023.
Bupati Semarang, Ngesti Nugraha juga telah mengeluarkan SK Nomor 900.1.13.1/0161/2025 yang membebaskan bunga atas piutang PBB-P2, pajak air tanah, dan reklame tahun 2013–2023. Kebijakan ini berlaku sampai 30 September 2025.