Essel dan adiknya secara bergantian mengurus adik bungsunya, Cies.
"Saya sendiri sudah biasa ganti pampers dan buatin susu buat Cies, begitu pula adik-adik yang lain. Karena ibu sebelumnya juga kadang nggak pulang, jadi kami gantian saling merawat," tutur Essel.
Baca juga: Pilu Nenek Nortaji Dianiaya dan Ditelantarkan Anak Kandung yang Ogah Merawat
Essel menceritakan, baik dia maupun adik-adiknya tidak ada yang merasakan bangku sekolah menengah atas (SMA)/se-derajat.
Ini dikarenakan keterbatasan dan 'ketidakpedulian' orangtua mereka.
Dia dan Andre hanya mengenyam pendidikan sebatas sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP)/se-derajat.
"Tidak ada yang sampai SMA. Saya hanya lulus sampai kejar paket setara SMP (SLTP), sementara adik saya Andre ini sampai SMP," kata Essel.
Andre menceritakan, meski sempat mengenyam pendidikan di salah satu SLTP swasta di Gresik, cerita tidak mengenakkan sempat dialami olehnya.
Ia tidak diperbolehkan mengikuti wisuda dan ijazahnya hingga masih ditahan oleh pihak sekolah lantaran beberapa tunggakan yang belum dibayar.
"Banyak yang belum dibayar, masih banyak yang menunggak, jadi saya nggak boleh ikut wisuda. Ijazah saya sampai sekarang juga masih ditahan oleh pihak sekolah, karena masih banyak tunggakan yang harus dibayar," tutur Andre.
Bahkan, dua adiknya, Dexta dan Kimora, lebih miris lagi. Mereka yang tidak sampai merasakan lulus sekolah dasar (SD) dan harus putus sekolah.
Adapun adiknya yang bungsunya masih berstatus belum sekolah karena balita.
Essel mengatakan, keluarganya tercatat sebagai warga Desa Yosowilangun di Kecamatan Manyar, Gresik, meski kedua orangtua mereka adalah pendatang.
Ayah mereka dari Surabaya, sedangkan ibunya warga Manado.
Mereka tercatat dalam catatan sipil sebagai warga Desa Yosowilango, dikarenakan mereka sempat memiliki rumah hunian di desa tersebut tetapi sudah dijual.
Sejak saat itu, mereka harus terus berpindah-pindah rumah kontrakan.