Poin Penting:
- Aktivis mengkritisi kebijakan Pemkab Jombang terkait kenaikan tunjangan anggota DPRD Jombang.
- Menurut Direktur Lingkar Masyarakat untuk Indonesia (LinK) Jombang, Aan Anshori, besaran tunjangan baru yang diterima anggota legislatif tidak wajar jika dibandingkan dengan kondisi sosial masyarakat Jombang.
- Sekretaris DPRD Jombang, Bambang Sriyadi, menambahkan, pemberian tunjangan bagi legislatif berlandaskan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017.
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Anggit Puji Widodo
TRIBUNJATIM.COM, JOMBANG - Kebijakan Pemerintah Kabupaten Jombang terkait penyesuaian tunjangan bagi anggota DPRD yang dituangkan dalam Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 66 Tahun 2024 yang mulai berlaku Januari 2025, mendapat sorotan dari aktivis.
Sorotan tersebut datang dari Direktur Lingkar Masyarakat untuk Indonesia (LinK) Jombang, Aan Anshori.
Ia menyayangkan langkah pemerintah daerah dan DPRD yang menyetujui kenaikan tersebut.
Aan menilai, keputusan ini tidak sejalan dengan kondisi masyarakat yang sedang kesulitan akibat tekanan ekonomi.
“Ini sungguh ironis. Di satu sisi, pemerintah daerah menampilkan diri seolah memiliki keuangan berlebih, namun di sisi lain rakyat sedang menanggung beban berat, dari kenaikan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) hingga kasus stunting yang masih tinggi,” ucapnya saat dikonfirmasi pada Minggu (24/8/2025).
Menurut Aan, besaran tunjangan baru yang diterima anggota legislatif tidak wajar jika dibandingkan dengan kondisi sosial masyarakat Jombang.
Ia meminta agar kebijakan itu ditunda, dan Bupati Jombang, Warsubi, menunjukkan keberpihakannya dengan menerbitkan aturan penundaan.
"Berbagai tunjangan yang dinaikkan itu tergolong sangat tinggi untuk ukuran masyarakat Jombang. Rakyat Jombang yang menanggung itu semua di tengah situasi ekonomi yang sulit," ungkapnya melanjutkan.
Aan melanjutkan, fenomena ini semakin menunjukkan seolah adanya tembok tinggi yang membatasi rakyat dengan para pejabat.
Baca juga: Tunjangan Perumahan dan Transportasi DPRD Jombang Tahun 2025 Naik, Segini Nilainya
"Jadi, jika Bupati dan DPRD Jombang selalu meneriakkan keberpihakan terhadap rakyat, maka itu semua adalah omong kosong saja. Jika DPRD sensitif, mereka harus berani menolak kenaikan tersebut," bebernya.
Berdasarkan Perbup terbaru, Ketua DPRD Jombang akan menerima tunjangan perumahan Rp 37,9 juta per bulan, sementara Wakil Ketua memperoleh Rp 26,6 juta.
Anggota DPRD tetap di angka Rp 18,8 juta.
Selain itu, tunjangan transportasi bagi anggota DPRD juga naik dari Rp 12,9 juta menjadi Rp 13,5 juta per bulan.
Sebelumnya, aturan lama yang tertuang dalam Perbup Nomor 5 Tahun 2022 mengatur tunjangan perumahan Ketua DPRD sebesar Rp 29,2 juta, Wakil Ketua Rp 21,8 juta, dan anggota DPRD Rp 18,8 juta.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Jombang, M Nashrulloh, membenarkan adanya penyesuaian tunjangan tersebut.
Ia menegaskan, pemberlakuan kenaikan sudah sesuai dengan regulasi yang berlaku.
“Ya benar, penyesuaian dilakukan mengikuti aturan terbaru,” katanya.
Meski begitu, ia belum bisa merinci total penghasilan bersih yang diterima tiap anggota dewan.
Besarannya, kata Nashrulloh, berbeda-beda bergantung pada jabatan dan keanggotaan dalam alat kelengkapan DPRD.
Sementara itu, Sekretaris DPRD Jombang, Bambang Sriyadi, menambahkan, pemberian tunjangan bagi legislatif berlandaskan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017.
“Di Jombang, dasar hukumnya jelas, yakni Perbup Nomor 66 Tahun 2024. Semua hak keuangan DPRD sudah mengacu pada regulasi tersebut,” jelasnya.
Dengan adanya penyesuaian ini, belanja daerah untuk kebutuhan DPRD otomatis bertambah.
Aan mengatakan, kondisi tersebut berpotensi menimbulkan kritik, mengingat kebutuhan pembangunan dan pelayanan publik di Jombang masih cukup besar.
"Bagi sebagian masyarakat, kenaikan tunjangan di tengah tekanan ekonomi bisa memunculkan kesan bahwa DPRD lebih mementingkan kepentingan internal ketimbang nasib rakyat," pungkas Aan.