Berita Viral
22 Tahun Mengabdi Dituding Pungli Rp 91 Juta, Nurhasan Eks Kepsek Kini Jadi Petani usai Dibui
Seorang mantan kepsek SMP Negeri di Luwu meminta keadilan bagi dirinya yang kini bekerja sebagai petani.
Penulis: Ignatia | Editor: Ignatia Andra
Ringkasan Berita:
- Mantan Kepsek SMP Negeri 1 di Luwu menuntut keadilan ke Presiden Prabowo setelah dipecat status PTDH
- Sudah mengabdi 22 tahun sejak 1998, ternyata Nurhasan berakhir pilu di ujung pensiunnya
- Nurhasan kini beralih profesi menjadi seorang petani
TRIBUNJATIM.COM - Seorang mantan Kepala Sekolah di SMP Negeri 1 Ponrang, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan menceritakan dengan getir kisah hidupnya.
Nurhasan (62) masih mengingat jelas hari ketika hidupnya berubah.
Ia yang sejak 1998 mengabdi sebagai guru dan pernah menjadi Kepala SMP Negeri 1 Ponrang, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, tak pernah membayangkan masa tugasnya berakhir dengan status pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Padahal, lebih kurang satu tahun lagi ia akan pensiun setelah 22 tahun mengajar.
Namun, vonis pengadilan pada 2020 dan keputusan PTDH dari Pemerintah Kabupaten Luwu membuatnya kehilangan jabatan, penghasilan, dan nama baik yang ia bangun selama puluhan tahun. Apa yang terjadi?
Minta dipulihkan Presiden Prabowo
Setelah dipecat dan dipenjarakan selama dua tahun, Nurhasan tak menerima pensiunan bahkan mengubah karirnya sebagai petani.
Nurhasan tak menyangka, pengabdiannya selama 22 tahun itu hancur lebur hanya karena tudingan Rp 91 juta.
Belakangan, Nurhasan membaca kabar bahwa dua guru di Luwu Utara mendapat rehabilitasi dari Presiden Prabowo Subianto setelah dipidana karena pungutan dana komite.
Kisah itu membangkitkan asa dalam dirinya.
Baca juga: Pria Ngaku Intel Tipu Pedagang Es Teh di Jombang, Handphone Dicuri, Korban Sempat Kejar Pelaku
“Saya memohon kepada Bapak Presiden, semoga kasus saya disamakan dengan dua guru di Luwu Utara itu,” ujarnya.
Ada tiga hal yang ia harapkan. Pertama, rehabilitasi dan pemulihan nama baik.
Kedua, pengembalian hak pensiun.
Ketiga, pemulihan statusnya sebagai guru.
“Itu saja yang saya mohonkan kepada beliau. Semoga panjang umur dan sehat,” ungkap Nurhasan.
Baca juga: Buaya Raksasa Tidak Mau Makan Sebelum Mati, Warga Syok Ketika Bedah Isi Perutnya
Mengaku bekerja amanah
Selama puluhan tahun mengajar, ia pernah menjadi Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) dan Ketua PGRI Kabupaten Luwu selama beberapa periode.
“Saya kira semua amanah itu saya jalankan dengan kerja sama teman-teman. Tidak ada yang saya curangi,” katanya.
Kini, di teras rumahnya, Nurhasan menjalani hari-hari sebagai petani sambil merawat sisa-sisa harapan.
Ia tak menuntut jabatannya kembali. Ia hanya ingin nama baik dipulihkan dan hak pensiun dikembalikan sebagai penghargaan atas dua dekade pengabdian.
“Ini hanya persoalan harga baju. Bukan kerugian negara. Saya hanya ingin keadilan,” katanya lirih.
Aturan seorang ASN yang kemudian dalam pekerjaannya dipecat PTDH ternyata memang sangat tegas
Aturan pemberian uang pensiun bagi ASN yang diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) pada dasarnya sangat tegas: ASN yang dijatuhi PTDH kehilangan hak atas pensiun.
Ketentuan ini berlandaskan UU ASN, PP tentang Manajemen ASN, serta regulasi teknis BKN yang menjelaskan bahwa pemberhentian tidak hormat merupakan sanksi administratif berat yang menghapus sebagian besar hak kepegawaian, termasuk tunjangan pensiun, jaminan pensiun, dan hak keuangan lain yang biasanya diberikan kepada PNS yang pensiun secara normal atau diberhentikan dengan hormat.
PTDH diberikan kepada ASN yang melakukan pelanggaran serius seperti tindak pidana jabatan, kejahatan dengan hukuman penjara tertentu, keterlibatan politik praktis, tindakan yang bertentangan dengan ideologi negara, atau pelanggaran disiplin berat lainnya.
Mahkamah Konstitusi juga pernah menegaskan bahwa pencabutan status ASN melalui PTDH, termasuk hilangnya hak pensiun, bukan merupakan bentuk “hukuman ganda”, tetapi konsekuensi administratif yang sah dan melekat pada jabatan ASN sebagai aparatur negara yang dituntut menjunjung integritas.
Dalam praktiknya, setelah ASN resmi dijatuhi PTDH melalui proses sidang disiplin dan persetujuan PPK serta pertimbangan teknis BKN, seluruh hak pensiun langsung gugur dan tidak ada skema kompensasi pensiun yang dapat diklaim, sehingga ASN tersebut tidak menerima uang pensiun bulanan maupun manfaat pensiun lainnya.
Secara keseluruhan, aturan ini dibuat untuk menjaga profesionalitas, mencegah penyalahgunaan wewenang, dan memberikan efek jera terhadap pelanggaran berat di lingkungan ASN.
Kini bekerja sebagai petani
Setelah keluar dari penjara, Nurhasan harus menerima kenyataan pahit: ia dipecat sebagai ASN.
“Saya tinggal punya sisa satu tahun lagi mengabdi seandainya tidak dipecat,” ucapnya.
Kini, di usia 62 tahun, ia kembali berladang seperti masa mudanya, meski tubuhnya tak lagi sekuat dulu.
“Tenaga sudah tidak ada lagi seperti waktu muda. Jadi saya hanya pasrah,” katanya.
Nurhasan mengaku tidak menerima uang pensiun sepeser pun akibat PTDH tersebut. Ia mempertanyakan mengapa kasus itu diproses pidana. Padahal, menurutnya, pengadaan pakaian sekolah adalah praktik lazim yang disetujui orangtua.
“Kenapa hanya saya? Kalau di sekolah lain malah sampai Rp 500.000 satu pasang baju. Ini saya Rp 300.000 untuk dua pasang baju, tambah atribut dan koperasi. Di mana kerugian negara? Uang itu kesepakatan orangtua dan komite, bukan anggaran negara,” ujarnya.
Penyebab masuk penjara
Kisah itu bermula pada 2018.
Ketika itu, Nurhasan berada di Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Luwu mengikuti rapat terkait rehabilitasi delapan ruang kelas di sekolahnya.
Di tengah rapat, sebuah telepon dari nomor tak dikenal masuk. Ia diminta segera kembali ke sekolah.
“Saya kira hanya ada anak-anak berkelahi di sekolah, karena di sana memang rawan perkelahian,” kenang Nurhasan, Senin (24/11/2025).
Namun begitu tiba, suasana sekolah mencekam. Polisi sudah melakukan penggerebekan.
“Uang yang disita itu Rp 91 juta. Katanya ada operasi tangkap tangan atau OTT. Padahal, saya tidak ada di sekolah, saya ada di Dinas,” katanya.
Uang itu merupakan pembayaran pakaian sekolah—baju batik, baju olahraga, atribut, hingga iuran koperasi. Seluruh pembayaran disebutnya telah disepakati orangtua melalui komite sekolah.
“Saya hanya memfasilitasi tempat rapat. Semua keputusan ada pada komite,” ujarnya.
Namun, proses hukum berjalan cepat. Nurhasan divonis bersalah dan dipenjara dua tahun.
Berita viral lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com
meaningful
Multiangle
Kepala SMP Negeri 1 Ponrang
Kabupaten Luwu
Sulawesi Selatan
Pemerintah Kabupaten Luwu
TribunJatim.com
berita viral
| Diusir Anak dan Istri, Muhammad yang Urus Ibu Dapat Berkah, Anak Lalu Minta Maaf: Kemauan Sendiri |
|
|---|
| Buaya Raksasa Tidak Mau Makan Sebelum Mati, Warga Syok Ketika Bedah Isi Perutnya |
|
|---|
| Akhirnya Alvaro Ditemukan Usai 8 Bulan Hilang Namun Diduga Bernasib Pilu, Sosok Tersangka Terungkap? |
|
|---|
| Dafari Penjinak Burung Bisa Untung Rp 1 Juta saat Datangi CFD, Pasrah Pulang Jika Diusir Satpol PP |
|
|---|
| Gubenur Evaluasi Total usai Ibu Hamil Meninggal karena Ditolak 4 RS, Nasib Dirut Terancam Dicopot |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jatim/foto/bank/originals/Mantan-kepsek-kini-jadi-petani-dan-minta-keadilan.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.